11

4.4K 355 16
                                    

Minggu kedua Shanumi menghindari Banyu dan minggu kedua pula Anggita semakin gencar mendekati Banyu kembali. Bahkan tak jarang ia sengaja datang ke kantor untuk mengajak Banyu makan siang bersama, meski terkadang Banyu jengah dan mengabaikan gadis itu.

"Mas, ayo kita makan siang. Gita udah lapar nih." Rengeknya pada Banyu yang malah di acuhkan. 

"Mas ih, ayo dong!" Rengeknya yang malah membuat Banyu marah.

"Bisa gak sih kamu jangan ganggu aku!?" Sentak Banyu padanya yang membuatnya kaget, karena selama mengenalnya Banyu tak pernah berkata kasar padanya.

"Ka-kamu bentak a-aku??" Tanya Anggita yang terbata karena terkejut.

Banyu memijat keningnya dan menghubungi sekretarisnya.

"Tolong panggil Pak Amir suruh ke atas. Sekarang!!" Titahnya pada Laura, sekretaris barunya yang menggantikan Shanumi yang mengundurkan diri sebagai asistennya dan memilih kembali bekerja di divisi pertamanya.

"Ngapain kamu panggil Pak Amir? Kamu mau usir aku dari sini??" Tanyanya sengit pada pria itu.

"Tolong Gita, aku lagi banyak kerjaan disini jadi kamu di antar sama dia aja sekalian pulang." Jawab Banyu dan menyuruh Amir mengantar Anggita pulang.

Setelah drama yang dilakukan oleh Anggita yang sukses membuat kepalanya hampir pecah, kini ia harus mengerahkan berbagai cara untuk dapat menemui Shanumi.

Konyol memang, ia merasa tak mengerti salahnya dimana tapi wanita itu menghindarinya.

"Maaf Pak, tapi rapat akan segera di mulai." Ujar Laura padanya. Dengan profesional Banyu melangkah menuju ruang meeting dan betapa senangnya ia saat melihat siapa perwakilan dari salah satu divisi di kantornya.

Siapa lagi jika bukan wanita yang berhasil membuatnya uring-uringan beberapa hari ini.

"Demikian presentasi dari tim kami. Silahkan jika ada yang ingin ditanyakan." Ucap Shanumi setelah ia selesai memberikan presentasinya.

"Saya rasa sekian rapat kita hari ini. Nona Shanumi temui Saya di ruangan Saya setelah ini. Permisi." Ujar Banyu setelah ia menutup hasil rapat mereka.

Ia mengedipkan matanya diam-diam saat melewati wanita itu dan tersenyum tipis membayangkan wajah wanitanya yang cemberut.

"Ada apa Bapak memanggil Saya?" Tanya Shanumi saat ia sudah berada di dalam ruangan Banyu.

Banyu bangkit dan berjalan menghampirinya dan memeluknya erat. Membuat Shanumi memberontak berusaha melepaskan dirinya.

"Aku kangen kamu El." Bisiknya di telinga Shanumi dan mengecup leher wanita itu.

"Maaf Pak, tolong lepas! Jika tidak ada yang ingin di sampaikan Saya mohon undur diri." Jawaban dingin masih ia dapatkan dari wanitanya dan tentu saja membuatnya kesal.

Dengan geram ia membopong tubuh Shanumi menuju kamar pribadinya setelah memerintahkan pada Laura untuk tak mengganggunya.

"Sudah cukup sikap dingin kamu selama ini El!! Dan sekarang aku pastikan kamu gak akan aku ampuni meski kamu menjerit!" Desis Banyu dan langsung merobek kemeja yang di gunakan Shanumi hingga tubuh wanita itu polos tanpa busana begitu juga dirinya.

Tanpa peduli dengan rontaan Shanumi, Banyu merangsang titik sensitif wanitanya dengan menjilat dan menghisap inti milik Shanumi hingga ia menjerit mencapai orgasme.

Dan seolah mewujudkan ucapannya, Banyu segera saja memasukinya dan menghentakkan pinggulnya maju mundur dengan cepat hingga beberapa jam ke depan.

Benar saja, Shanumi menjerit memohon pada Banyu untuk menghentikan kegiatannya karena dirinya sudah lemas setelah beberapa kali mencapai orgasme. Bahkan suaranya pun terasa serak tubuhnya juga remuk. Tak terhitung berapa banyak tanda merah di tubuhnya dan paling banyak tentu saja di area dada. Karena pria itu begitu menikmati menyusu padanya setelah beberapa hari puasa goyang dan menyusu.

Payudaranya terasa seperti bengkak dengan putingnya yang merekah memerah. Shanumi bahkan rela memohon ampun padanya untuk berhenti, ia tak sanggup lagi mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Banyu yang kini sedang asik menikmati area bawah miliknya.

Lagi dan lagi, Banyu menghentakkan pinggulnya dan mengeluarkan cairan miliknya untuk yang kelima kalinya. Hingga akhirnya ia jatuh menimpa tubuh lemas Shanumi yang penuh dengan keringat juga cairan yang mengalir keluar dari intinya saking banyaknya cairan mereka yang tumpah.

Banyu menyelimuti tubuh mereka dengan selimut dan memeluk tubuh polos wanita yang dirindukannya itu.

"Besok kita fitting baju dan minggu depan kita nikah. Dan jangan harap kamu bisa lari lagi dari aku, El!!" Bisiknya tegas memeluk erat tubuh Shanumi.

Jam menunjukkan pukul 8 malam saat mata Shanumi terbuka. Ia bergerak perlahan melepaskan pelukan erat Banyu di pinggangnya dan berjalan ke kamar mandi guna membersihkan diri.

Tanpa banyak kata ia segera keluar dari ruangan itu. Beruntung Banyu masih tertidur namun naas saat ia mencoba membuka pintu itu tak mau juga terbuka. Dan suara Banyu mengagetkannya dari belakang.

"Aku udah bilangkan, kalo kamu gak bisa lari lagi dari aku?" Bisiknya seraya mencium pelipis wanitanya dan beranjak menuju kamar mandi. Setelah 10 menit ia berjalan menuju Shanumi dan menggenggam erat tangan ramping itu.

"Laura, suruh orang bereskan ruangan dan kamar pribadi Saya. Dan minta dia juga untuk menyebarkan undangan dalam paper bag yang ada di meja kerja Saya." Perintahnya pada Laura dan tanpa banyak kata lagi segera berlalu.

Keesokan paginya sesuai dengan ucapan Banyu bila mereka akan fitting baju, Banyu sudah menjemput Shanumi yang terlihat enggan untuk pergi dengannya.

"Terserah kamu mau menolak pernikahan ini atau tidak, yang pasti kita akan tetap menikah. Jangan lupa aku gak pake pengaman semalam." Ucapnya dan tersenyum manis seolah tak ada masalah diantara mereka.

Sebenarnya memang ia tak tahu alasan dibalik dinginnya sikap Shanumi padanya namun ia bertekad untuk tak lagi melepaskan Shanumi kedua kalinya.

Setelah melakukan fitting dan membeli perhiasan mereka kini menuju rumah orangtua Banyu.
Selama melakukan fitting dan memilih perhiasan tadi Shanumi tak banyak bicara. Ia hanya akan menjawab iya dan tidak atau terserah setiap kali Banyu menanyakan pendapatnya.

Sesampainya dirumah, mereka disambut dengan jeritan Anggita yang marah mengetahui bila Banyu dan Shanumi akan menikah.

"Mas bilang kalo ini semua gak bener!! Mas bohong kan kalo mau nikah sama dia!? Terus aku gimana!!?" Jeritnya sambil menangis memukul dada Banyu yang dibalas dengan dekapan hangat oleh Banyu juga kecupan di kening gadis itu yang sontak saja membuat Shanumi meradang.

"Sebenarnya apa hubungan kalian berdua?" Tanyanya menatap dingin keduanya.

"Elmira Sayang, kita bicaranya di dalam yuk. Mama sudah siapin masakan kesukaan kamu dan juga Banyu loh." Ajak Aryanti padanya dan merangkulnya agar calon menantunya itu menurut.

Selama makan siang tak ada suara yang terdengar hanya dentingan sendok dan piring yang beradu. Setelah makan siang mereka semua berkumpul di ruang keluarga, dengan Anggita yang tak tahu malunya duduk di samping Banyu dan merangkul lengannya. Membuat Shanumi semakin muak karena Banyu tak merasa risih dengan itu.

"Jadi, ada yang bisa jelaskan pada Saya??" Tanyanya lagi menuntut jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Banyu dan Anggita itu sahabat kecil, sedari kecil mereka tumbuh bersama hingga saat lulus sekolah mereka berpisah. Sebenarnya kami para orangtua berencana untuk menjodohkan mereka berdua. Namun Banyu dengan tegas menolak dan mengatakan sudah memiliki calon sendiri." Ucap Aryanti menjelaskan.

"Awalnya kami menolak hingga akhirnya kami mengalah dan mengatakan bila dalam waktu tiga tahun ia tak juga membawa calon pilihannya sendiri maka perjodohan ini tetap terjadi. Dan saat waktunya hampir habis dia baru membawa dan mengenalkan kami denganmu." Lanjut Aryanti dan penjelasan itu membuat hati Shanumi sakit.

Ia merasa seperti sebuah ban serep mengingat bila sebenarnya Banyu dan Anggita telah di jodohkan. Itu sebabnya Anggita begitu lengket dan merasa berkuasa pada Banyu karena ia memang mengharapkan perjodohan itu terjadi.














TBC.








* * *





CLBK (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang