Part 8 - Pilihan

11.2K 766 46
                                    

Happy Reading.









Duduk berhadapan, membuat Revan bisa melihat Rania memakan makanannya seperti tidak berselera, dan wajah Rania terlihat lebih pucat dari saat bertemu di kantor.

"Apa kamu mau pesan yang lain? Kalau gak suka jangan dipaksa makan," tanya Revan menatap Rania.

"Tidak, saya akan menghabiskannya," jawab Rania menatap Revan sesaat.

"Berhenti berbicara formal," ucap Revan.

Rania hanya diam, karena kepalanya terasa semakin pusing mencium terlalu banyak aroma makanan. Rania tersentak saat tiba-tiba Revan meraih tangan kanannya, sehingga sendok yang dipegang terlepas.

Menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya pada denyut nadi Rania, Revan merasakan denyut nadi Rania cukup lemah.

"Apa kamu pusing?" tanya Revan bangun dari duduknya, menghampiri Rania, kemudian menempelkan punggung telapak tangannya di kening dan leher Rania.

Tubuh Rania langsung menegang, dirinya belum pernah mendapat perlakuan seperti itu dari seorang pria, selain Benji, itu pun Benji tidak pernah menyentuhnya seperti ini.

Sudah mengetahui Revan adalah seorang dokter, Rania membiarkan Revan memeriksa suhu tubuh dan denyut nadinya.

"Apa yang kamu rasakan, Rania?" Revan kembali bertanya, karena Rania hanya diam saja.

Tersadar dari lamunannya, Rania menatap Revan.

"Aku pusing," jawab Rania.

"Sebentar," ucap Revan.

Revan langsung memanggil pelayan restoran, untuk membayar makanan. Setelah selesai membayar, Revan kembali menatap Rania.

"Kita pulang ya," ajak Revan menggenggam tangan Rania, membuat Rania bangun dari duduknya.

Baru berapa langkah, Rania merasakan kepalanya semakin pusing, pandangannya semakin tidak jelas, dan tubuhnya sangat lemas.

Revan menoleh untuk melihat Rania. Namun tiba-tiba Rania pingsan, beruntung Revan cepat menahannya, sehingga Rania tidak jatuh. Revan menggendong Rania keluar restoran dengan langkah cepat.

Beberapa orang mengikuti Revan. Saat sudah di samping mobil, satu orang membantu membuka pintu mobil.

Revan mendudukkan Rania di kursi penumpang, lalu memasangkan Rania seatbelt. Setelah menutup pintu mobil, Revan mengucapkan terima kasih pada orang yang membantunya.

Saat sudah duduk di kursi pengemudi, Revan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menuju rumah sakit terdekat.

***

Sampai di rumah sakit, Revan menggendong Rania keluar dari mobil, melangkah dengan cepat memasuki UGD. Beberapa suster datang langsung membantu Revan, menidurkan Rania di ranjang pemeriksaan. Saat seorang dokter datang untuk memeriksa Rania, Revan diminta untuk keluar dari ruangan pemeriksaan.

Menunggu di luar, membuat pikiran Revan tidak karuan. Revan bahkan memilih tetap berdiri, sampai terdengar ada yang memanggil namanya.

"Revan," panggil seseorang.

Menoleh ke arah yang memanggilnya, seorang perempuan yang Revan perkirakan seumuran dengannya melangkah mendekat.

Revan berusaha mengingat siapa perempuan itu, tapi karena pikirannya sedang tidak karuan, dirinya tidak mengingat perempuan yang kini sudah di hadapannya.

"Kamu lupa sama aku?" tanya perempuan itu menggunakan bahasa Indonesia yang kurang fasih.

"Sorry, apa kita saling mengenal?" Revan bertanya dengan hati-hati, sejujurnya dirinya sedang tidak mood berbicara pada siapa pun, tapi tetap berusaha ramah.

Marriage Happiness [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang