Part 12 - Harapan Revan

10.3K 725 35
                                    

Happy Reading.









Menyadari Rania menjadi lebih banyak diam, dan terlihat sekali memaksakan senyumnya saat berbicara dengan Nana. Revan memutuskan mengantar Nana ke rumah temannya lebih dulu, karena Nana ada acara bersama teman-temannya.

Awalnya Rania menolak ikut, memilih ingin naik taxi, tapi karena Nana yang membujuknya, akhirnya Rania mau ikut. Kini keduanya sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen Rania, dan Revan memutuskan akan bicara nanti saat sudah di apartemen.

Saat Revan sudah memarkirkan mobilnya, Rania langsung keluar dari mobil tanpa mengatakan apa pun, membuat Revan dengan cepat ikut keluar, lalu mengejar Rania.

Mencekal tangan Rania, tanpa mengatakan apa pun, Revan menggenggam tangan Rania sebelum memasuki lift. Genggaman Revan cukup kuat agar tidak mudah terlepas, tapi tetap tidak membuat Rania kesakitan.

Rania masih terus berusaha melepaskan genggaman tangan Revan, tapi tidak berhasil. Lift berhenti di lantai 11, lift terbuka. Revan langsung melangkah keluar dari lift dengan tangan tetap menggenggam tangan Rania.

Bahkan saat sudah di depan pintu unit apartemen Rania, Revan yang menekan password. Setelah pintu terbuka, Revan langsung masuk ke dalam, Rania hanya diam mengikuti Revan.

"Kamu kenapa?" tanya Revan saat sudah di ruang tamu.

"Kamu yang kenapa? Bisa-bisanya kamu bilang ke Nana kalau aku calon istri kamu, sementara kesepakatan kita itu tiga bulan, aku pun belum memutuskan apa pun, tapi kamu udah bisa bilang begitu ke sepupu kamu, gimana kalau Nana bilang ke Auntie Rima atau Uncle Ken?" tanya Rania dengan suara dan wajah serius.

Rania memang dekat dengan keluarga Takizawa, mereka bahkan menganggap Rania seperti keluarga, bukan hanya sekedar pengacara mereka. Sehingga Rania diminta memanggil Ken Takizawa dan istrinya Rima Takizawa, Uncle dan Auntie.

Maka dari itu Rania cukup dekat dengan Nana, gadis berusia 20 tahun itu juga sudah menganggap Rania seperti kakaknya, begitu pun Rania sudah menganggap Nana seperti adiknya

Sebenarnya Rania tidak marah Revan menyebutnya sebagai calon istri, Rania hanya ragu, apa dirinya bisa masuk ke dalam keluarga Revan dengan kondisi hamil sebelum menikah?

Rania khawatir keluarga Revan akan menilainya perempuan murahan. Rania menutupi kekhawatirannya dengan berbicara seolah dirinya tidak suka Revan menyebutnya calon istri.

"Kamu yakin marah karena aku menyebut kamu calon istri aku ke Nana?" tanya Revan dengan tatapan menilai.

Sudah terbiasa berbicara dengan saling menatap dalam keadaan apa pun, biasanya Rania tidak akan gugup, tapi kali ini tatapan Revan membuatnya gugup.

Baru Rania ingin menjawab pertanyaan Revan, ponsel berbunyi. Rania langsung membuka tas-nya, mengambil ponselnya.

Melihat Benji yang menghubunginya, Rania langsung mengangkat panggilan itu. Revan memilih diam, membiarkan Rania mengangkat panggilan.

"Kenapa Ben?" tanya Rania.

"Prita Dirgantara kecelakaan, dan lu harus ke Jakarta besok," jawab Benji dengan suara serius.

"Gak bisa gitu dong, Ben. Gue lagi hamil, gue perlu izin dokter kandungan untuk pergi, karena kandungan gue masih trimester pertama," ucap Rania sambil memijat pelipisnya.

"Shit! Gue lupa. Ya udah sekarang lu periksa, gue tunggu kabar dari lu secepatnya," balas Benji. Rania hanya berdeham.

Setelah panggilan berakhir, Rania menatap Revan yang masih diam menatapnya. Menghela napas sebelum berbicara, Rania merasa kepalanya menjadi pusing, memikirkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya disaat yang bersamaan.

Marriage Happiness [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang