Part 9 - Memohon

12.1K 772 66
                                    

Happy Reading.









Tangan Rania masih Revan genggam. Rania hanya diam, menatap Revan penuh penilaian, mencoba berpikir apa yang harus dirinya lakukan.

Apa yang dikatakan hati dan pikirannya tidak sama, membuat Rania sedikit pusing dan ragu, karena takut salah memilih.

Selama ini yang Rania lakukan hanya belajar, belajar, dan belajar, tidak ada waktu untuk berkencan, sehingga dirinya tidak pernah dekat atau memiliki hubungan dengan pria. Jika bukan karena Ocha, Rania yakin, dirinya tidak akan bisa sedekat itu dengan Benji.

Menghela napas sebelum bersuara, tatapan Rania berubah menjadi lebih lembut, berharap dirinya tidak salah ambil keputusan.

"Aku tau, kamu udah dapat semua informasi tentang aku, tapi apa semudah itu kamu percaya semua informasi yang kamu dapat?" tanya Rania.

"Maka dari itu, aku mau tiga bulan kita saling mengenal," jawab Revan mengelus tangan Rania.

"Revan. Aku harap kamu memang benar-benar pria baik, tapi untuk sekarang, aku butuh waktu sendiri untuk memikirkan keputusan yang akan aku ambil, ini terlalu cepat, kamu baru muncul beberapa jam yang lalu, tapi udah minta aku tinggal bersama kamu, aku gak bisa percaya begitu aja dengan orang asing," ucap Rania, menatap Revan penuh harapan, berharap Revan mengerti maksudnya.

"Kamu gak mau tinggal sama orang asing, tapi kamu merelakan apa yang kamu jaga ke orang asing?" tanya Revan tersenyum sinis.

Rania menghela napas, mengerti maksud dari pertanyaan Revan.

"Kita sama-sama tau keadaan saat itu seperti apa, itu kecelakaan, tapi bukan kesalahan, karena anak kita gak salah," jawab Rania berusaha sabar, karena ternyata pikirannya dengan Revan berbeda.

"Ok fine. Aku kasih kamu waktu sampai besok untuk memikirkan pilihan kamu," putus Revan melepas genggaman tangannya.

Rania kembali menghela napas, memilih diam. Bahkan saat Revan menggendongnya untuk duduk di kursi roda, Rania tetap diam.

Begitu pun Revan, tidak mengatakan apa pun lagi. Keduanya keluar dari rumah sakit, setelah Rania sudah mendapatkan izin pulang.

Saat di perjalanan menuju apartemen Rania, tidak ada pembicaraan apa pun, Revan fokus mengemudi. Keadaan di mobil sangat hening, membuat perasaan Rania menjadi tidak karuan, ditambah melihat wajah Revan terlihat tidak bersahabat.

Sampai di parkiran apartemen Rania, Revan keluar dari mobil lebih dulu, lalu membuka pintu penumpang, menggendong Rania keluar dari mobil untuk duduk di kursi roda.

 Sudah ada seseorang yang membantu Revan mengeluarkan kursi roda dari bagasi, penampilan orang itu seperti seorang bodyguard. Rania juga melihat orang itu memberikan paper bag berlogo apotek pada Revan.

Revan masih diam, langsung mendorong kursi roda memasuki apartemen. Revan dengan mudahnya masuk tanpa access card, dan security yang berjaga seperti sudah mengenal Revan.

Saat sudah di dalam lift, suasana sangat hening . Melihat dari pantulan cermin yang ada lift, Rania melihat wajah Revan sangat datar.

Ting.

Lift berhenti di lantai 11, Revan mendorong kursi roda keluar dari lift. Melangkah menuju salah satu unit yang ada di sana, Revan menghentikan langkahnya di  depan salah satu unit.

Rania menekan password pintu. Saat pintu terbuka, Revan membuka pintu lebih lebar, lalu mendorong kursi roda masuk ke dalam. Pintu tertutup secara otomatis.

Marriage Happiness [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang