Happy Reading.
Tokyo, Jepang.
Menggenggam 5 test pack, Rania duduk di lantai kamar mandi dengan tatapan kosong, mendadak dirinya tidak bisa berpikir, melihat semua test pack itu menunjukkan 2 garis yang sangat jelas terlihat.
Rania merasa bodoh, baru menyadari kehamilannya sekarang, setelah lebih dari 1 minggu terlambat datang bulan. Tidak atau belum mengalami morning sickness, membuat Rania tidak menyadari kehamilannya.
Hanya nafsu makan yang bertambah drastis, itu pun menganggap tidak ada yang aneh. Sampai saat dirinya menimbang berat badan, cukup kaget dengan kenaikan berat badannya.
***
Bangun dari duduknya, lalu membasuh wajahnya dengan air, Rania menatap dirinya di cermin, kenapa hidupnya selalu saja harus berjuang sendiri?
Tuhan seolah ingin dirinya menjadi perempuan yang kuat. Apa begini cara Tuhan menyayanginya? Jika iya, bisakah tidak seperti caranya.
Membiarkan wajahnya tetap basah, Rania keluar dari kamar mandi, melangkah menuju walk in closet. Membuka salah satu lemari di sana, lalu mengambil 2 hanger yang menggantung kemeja dan jas seorang pria.
"Aku gak mungkin minta kamu bertanggung jawab, kita bahkan gak saling mengenal, tapi kenapa aku harus mengandung anak kamu?" lirih Rania meremas kedua pakaian itu.
Kejadian ini bukan salah pria yang menolongnya, ini murni kecelakaan, dan janin yang di kandungnya tidak salah.
Tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, bagi Rania, hidupnya seperti bom yang bisa meledak kapan saja. Tidak berniat menggugurkan kandungannya, tapi Rania ragu, apakah dirinya bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya kelak?
Sudah lama hidup sendiri, membuat Rania tidak pernah bergantung pada siapa pun, dan kini ada makhluk kecil di rahimnya yang akan menggantungkan hidup pada dirinya.
Apakah dirinya bisa membesarkan anaknya seorang diri? Banyak sekali pertanyaan dalam pikiran Rania tentang hidupnya ke depannya, karena setelah ini semua akan berubah.
Tinggal di negara yang tidak tabu dengan hamil di luar pernikahan, membuat Rania sedikit lega, walaupun pasti tetap akan ada yang membicarakannya, karena selama ini dirinya tidak pernah memiliki pacar atau dekat dengan pria selain Benji.
Kini yang ada dalam pikiran Rania adalah segera memberitahu Ocha dan Benji tentang kehamilannya. Entah apa respons keduanya nanti, Rania berharap kedua sahabatnya itu bisa mengerti dan tidak menghakimi kebodohannya.
***
Bali, Indonesia.
Terus mual dan muntah selama 4 hari, sampai tubuhnya terasa sangat lemas, tapi Revan yakin tidak ada yang salah dari tubuhnya.
"Makanya kamu jangan kerja terus, sejak pulang dari Jepang kamu bekerja gila-gilaan, sebenarnya kamu punya masalah apa?" tanya Anne-Mamanya.
"Gak ada masalah apa-apa, Ma," jawab Revan sebelum membasuh wajahnya dengan air hangat.
"Ck. Kamu mau bohong sama Mama? Kamu lupa, siapa yang melahirkan kamu?" tanya Anne berdecak kesal.
Revan menghela napas, dirinya tidak akan pernah bisa berbohong pada Mamanya, perempuan nomor satu di hidupnya.
"Ma, please. Revan gak apa-apa," jelas Revan sambil melangkah keluar dari kamar mandi. Anne hanya diam mengikuti Revan.
"Mama udah hubungi Kevin, sebentar lagi dia sampai," ucap Anne. Revan hanya mengangguk sambil menidurkan dirinya di atas ranjang,
Tok... Tok... Tok.
Suara ketukan pintu terdengar, Anne segera membukanya. Saat pintu sudah terbuka, ada ART dan Kevin di sana. Anne dan Kevin masuk ke dalam kamar. Terlihat jelas sekali Kevin tersenyum jahil menatap Revan.
Memiliki sifat yang berbeda, Revan lebih pendiam dan jarang bercanda, sementara Kevin sangat jahil, suka sekali bercanda. Tapi itulah yang membuat persahabatan keduanya semakin erat seperti keluarga.
"Kamu periksa tuh Vin, anak bandelnya Mama," ucap Anne.
"Anak bandelnya Mama kerja terus, kayak kekurangan uang," balas Kevin terkekeh geli, mendapat tatapan tajam dari Revan.
Mengeluarkan alat-alat yang dibawa, Kevin mulai memeriksa Revan, sampai mengambil sampel darah Revan.
"Semua normal, lu kecapean aja, harus istirahat tiga hari," jelas Kevin.
"Kamu yakin, Vin?" tanya Anne.
"Yakin, Ma. Tensinya aja normal kok, kita bisa tau lebih lanjut nanti dari hasil sampel darah yang udah Kevin ambil," jawab Kevin.
"Muntahnya emang gak parah sih, tapi Revan selalu mual setiap lihat makanan," ucap Anne sambil berpikir, penyakit apa yang dialami Revan?
Mengerutkan kening, Kevin menatap Revan seolah bertanya, membuat Revan memutar bola matanya.
"Kok kaya morning sickness orang hamil," balas Kevin terkekeh geli.
Spontan Anne langsung menatap Kevin, begitu pun Revan.
"Sembarangan kamu kalau ngomong Vin, Revan aja gak punya pacar, mau hamilin siapa dia?" tanya Anne.
"Ma, hamilin perempuan itu gak harus jadi pacar, yang penting 'kan berhubungannya," jawab Kevin santai.
"Kevin jangan bikin Mama jantungan, karena dulu waktu Mama hamil Revan, Papa yang mengalami morning sickness," ucap Anne menggelengkan kepala tidak percaya, lalu menatap Revan yang sedari tadi diam.
"Kamu gak hamilin anak orang 'kan?" tanya Anne menatap Revan curiga.
"Kenapa omongan Kevin yang gak penting Mama percaya sih? Kaya baru kenal Kevin aja."
Revan menatap tajam Kevin yang terkekeh geli sambil merapikan alat kedokterannya.
"Ya siapa tau yang dibilang Kevin benar, awas ya kalau sampai kamu benar hamilin anak orang, kamu harus tanggung jawab," ucap Anne serius.
Kevin langsung menenangkan Anne, berkata bahwa dirinya hanya bercanda. Sementara Revan memilih diam, karena tidak tahu harus berkata apa.
Pikiran Revan penuh dengan banyak pertanyaan, membuat kepalanya semakin pusing. Jika benar ini adalah morning sickness, berarti kekhawatirannya benar terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Happiness [END]
عاطفية🔞 WARNING 🔞 #Marriage Series 2 Berawal dari pertemuan tidak sengaja, yang menyebabkan kejadian tidak terduga, membuat keduanya saling terikat. Menikah adalah cara untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Berharap pernikahan itu bisa berjala...