11. | "So, now we need to rest for a while."

3.2K 474 163
                                    

〈Hai. Kalau suka bab ini nanti,jangan lupa vote dan comment-nya, ya. Ditunggu!✨〉

Kalandra | Kaila❝So, now we need to rest for a while

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalandra | Kaila
So, now we need to rest for a while.❞︎

○◔◑●

Tak ada yang aneh pada awalnya. Kaila sebisa mungkin bersikap ramah, tak lupa merespons sapaan-sapaan hangat yang ditujukan padanya. Sebagai satu-satunya pegawai perempuan, ia betul-betul memperoleh afeksi penuh. Terlebih lagi sekarang orang-orang sudah menggarisbawahi hubungannya dan Kalandra—di luar titel atasan serta bawahan.

Namun, langkah Kaila kontan terhenti begitu memasuki ruangan divisi IT. Masih cukup pagi, tetapi perempuan dengan gaya rambut face-framing layer itu telah sentimen sedemikian rupa. Kaila memijat ubun-ubunnya, meresapi sensasi pening saat mendapati barang-barangnya sudah raib entah ke mana. 

Kaila tetap bereaksi datar kala Rahmat menyerahkan tanaman kaktus—benda sisa miliknya yang tersisa di atas meja. Di bawah atensi rekan-rekannya yang serentak tutup mulut, ia bertanya tenang, “Gue diusir dari sini?”

“Enggak, Bu Bos. Serius. T-tapi itu … Pak Bos yang bilang, lo sekarang pindah di ruangan dia.”

Pengakuan yang sudah ditebak Kaila, pun kian memancing kekesalannya sebagai pihak yang merasa dijebak. Ia mengepalkan tangan, serta-merta berbalik guna menemui sang pelaku yang selalu saja semena-mena. Kaila terus melangkah, tidak mengacuhkan Rendy yang berusaha memanggilnya berulang kali.

Bersyukurlah Roderick belum terlalu besar, sehingga Kaila tidak harus memakan waktu banyak untuk sekadar berpindah dari bilang satu ke bilik lainnya. Tidak memedulikan berbagai atensi di sekelilingnya, ia meneriakkan nama lengkap Kalandra dengan intonasi keras nan jelas. Kali ini, Kaila tidak mau menoleransi perbuatan Kalandra yang baginya amat berlebihan.

Sis, ya Tuhan! Lo enggak mau dengar gue ngomong dulu apa?!”

Masih mengabaikan imbauan Rendy di belakangnya, Kaila konstan melanjutkan tekad. Ia secara kasar mendorong pintu yang menjadi penghalang terakhir, lalu berseru penuh protes, “Kalandra, kamu kebiasaan banget sembrononya! Aku, tuh, enggak enak sama yang lain! Setidaknya, kasih waktu dulu bi … biar ka ….”

Demi apa pun, mulut Kaila refleks tertutup rapat bertepatan netranya menangkap kehadiran dua sosok asing yang menempati sofa panjang di tengah-tengah ruangan. Alih-alih Kalandra, ia justru diselimuti rasa malu sebab berkoar-koar tidak jelas di hadapan orang-orang yang tak dikenalnya. Kaila mengerjap sekali, serta-merta menarik mundur kakinya sambil mencengkeram ujung kemeja polosnya.

“Sayang, suara kamu kedengaran sampai di toilet.”

Kaila menoleh cepat, lantas menelan saliva susah payah disertai pelototan lebar. Ia mendadak terpojokkan di situasi yang sampai detik ini pun tidak berhasil dipahaminya. Tentu Kaila tak menyangka Kalandra balik mengejutkannya dari belakang—entah dari mana laki-laki itu sebelumnya.

Firewall LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang