Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi hari setelah perbincangan panjang tadi malam. Nala tetap menghabiskan waktu sarapannya di unit Keenan. Hal itu dikarenakan, pagi-pagi buta, Keenan sudah menekan bel kamar Nala hingga gadis itu membukanya dengan wajah sebal.
"Pagi ini aku pergi sendiri, jadi enggak ikut mobil kamu," ujar Nala, sembari melahap sandwich-nya.
"Terserah kamu," sahut Keenan.
Nala kemudian bergegas mengahabiskan sarapannya lalu berniat pergi. Namun, ketika ia hendak berdiri dari kursi, Keenan menahan tangannya. "Kenapa buru-buru?"
Nala bingung harus menjawab apa. "Aku punya jadwal pagi," bohongnya.
Keenan kemudian melepaskan separuh sandwich dari tangannya lalu berdiri. "Tunggu aku bentar di ruang tengah."
"Aku bilang kan tadi mau pergi sendiri."
Keenan tidak menggubris ucapan Nala. Pria itu hanya diam sambil melipat tangannya, lengkap dengan tatapan datar.
Mengerti jika saat ini Keenan tidak bisa dibantah, Nala pun mendengus kencang, lalu berjalan sambil menghentak pelan menuju sofa ruang tengah.
Setelah menunggu sekitar 10 menit, keduanya kini mulai melaju menuju tempat kerja. Tidak banyak bicara saat di dalam mobil, mereka memilih langsung berpisah saat tiba di Rumah Sakit.
Melihat perubahan sifat Nala, Keenan kembali dibuat pusing. "Kenapa lagi tuh anak?"
***
Menghabiskan paginya dengan jadwal yang padat, Nala akhirnya bisa beristirahat di jam makan siang. Ia makan ditemani oleh Alana, yang baru saja pulang setelah memeriksakan kandungannya.
"Sekarang aku tanya, kamu sebal sama Keenan tuh, alasannya apa?" tanya Alana ketika sudah selesai mendengar keluh kesah saudara ipar sekaligus sahabatnya.
"Nggak tau, Lan. Sebal aja bawaannya."
Mendengar sahutan Nala, Alana hanya bisa mengembuskan napasnya perlahan. "Kalian tuh sama. Suka banget narik ulur. Emang nggak capek?"
"Ya capek lah, Lan. Siapa sih sekarang yang mau main-main?"
"Terus, kalau capek, kenapa masih stuck? Bikin kemajuan dong."
"Kemajuan apanya, perut kamu tuh maju. Boro-boro progress hubungan, dia aja bilang aku belum dewasa."
Alana kemudian tertawa. "Pede banget. Kan yang dia bilang belum dewasa itu, si cewek yang pas buat dia. Bukan kamu."
"Sama aja. Keenan tuh enggak bakal bisa pisah sama aku, percaya deh. Ujung-ujungnya pasti balik."
"Yakin, nantinya bakal sama kamu? bukan sama tuh cewek?" Alana menunjuk kea rah belakang Nala dengan dagunya.