Semilir angin malam menerbangkan helaian rambut panjang seorang perempuan cantik yang berdiri diam di pinggiran pantai. Raut wajahnya sendu, hidung kecilnya sesekali menghela napas panjang. Menandakan perempuan itu sedang memikirkan sesuatu. Deburan ombak turut meramaikan suasana malam yang nyaris mendekati dini hari itu. Perempuan itu mengusap wajahnya perlahan karena kedua pipinya basah.
Oleh air matanya.
Benda di saku rok panjangnya bergetar. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan benda itu dari dalamnya. Setelah melirik tulisan yang tertera di layarnya, perempuan itu menggeser tombol hijau.
"Yuna-ya, ini mama".
"hmm".
"ada apa dengan suaramu itu? Menangis lagi?". Reflek perempuan itu kembali mengusap pipinya.
"enggak, ma. Kenapa mama telepon?".
"gimana sidangnya tadi?". Yuna menghela napasnya sesaat.
"udah selesai. Semuanya udah selesai".
Jeda beberapa saat, tak ada yang bersuara.
"kamu baik-baik saja?".
"aku baik-baik aja". Yuna menyela cepat.
"ingatlah kalau kamu nggak sendirian. Kamu masih punya mama. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untuk kamu kembali, sayang".
"I'm really fine, mom. Aku akan sempatkan pulang pekan depan".
"Jihoon gimana? Mama kangen sama Jihoon, dia nggak nyariin ayahnya terus, kan?".
"dia lagi sama Yena, di kosannya. Jihoon cukup ngerti kalau dia nggak diharapkan oleh ayahnya sendiri". Sang ibu berdecak di seberang sana.
"nggak bisakah kamu berhenti dari pekerjaanmu dan pulang saja kemari. Kita besarkan Jihoon bersama".
"itu nggak mungkin, ma. Aku sekarang single parent, aku seorang ibu sekaligus ayah bagi puteraku".
"kalau saja papamu tahu kelakuan menantunya yang brengs—".
"papa udah meninggal, ma!". Yuna memotong kalimat ibunya, nyaris membentaknya.
"Berhentilah mengungkit masa lalu. Anggap aja dia bukan jodohku".
"Aku tutup, mama jaga kesehatan disana. Aku akan segera berkunjung bersama Jihoon". Setelahnya Yuna benar-benar menutup panggilannya bahkan sebelum ibunya sempat menjawab.
Jemarinya berganti mengklik kontak lainnya. Dalam deringan ketiga panggilannya baru dijawab.
"Halo?".
"Jihoon udah tidur?".
"Udah".
"Titip Jihoon sampe besok sore, ya".
"Astaga, kak Yuna nelpon tengah malem gini cuma buat ngomong nggak penting kayak gini?". Yuna terkekeh.
"Nanti kakak tambahin uang saku kamu".
"Nggak perlu! Ayah sama ibuku masih sanggup nanggung".
"Ya ya ya! Anak orang kaya emang beda. Intinya jagain Jihoon sampe kakak dateng, ngerti?".
"Iya, bawel!". Gadis itu langsung menutup panggilannya sebelum Yuna sempat berucap.
Yuna menggelengkan kepalanya geli. Sepupunya satu itu memang sangat lucu baginya.
Ia memandang sekali lagi pada pemandangan di depannya. Lalu beranjak naik menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri tadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[SPECIAL] YUJU FANFICTION
FanficBook yang didedikasikan khusus buat Choi Yuju dan para degem-annya Edit: Judul awal: A Shadow in The Mews