Yuna mengerjakan soal-soal hitungan di depannya dengan gusar. Pasalnya, gadis itu sama sekali tidak belajar semalam. Karena dia lupa kalau hari ini ada tes kompetensi. Dan saat ini pikirannya pun bercabang. Salah satunya di ruang klub.
Lelaki itu pasti marah besar padanya. Sudah mendorong pacarnya itu sampe lengannya lecet, tadi pagi datang terlambat, lalu sekarang malah mangkir dari hukuman. Mungkin sebentar lagi Yuna akan benar-benar jadi bulan-bulanan ketua klub taekwondo sekolah itu. Lagi-lagi ia menghela napas sambil menatap jam tangannya.
Yuna menyelesaikan soal-soal itu dengan cepat dan nyaris tidak ada jawaban yang benar. Ia sangat buru-buru saat ini. Ia takut benar-benar akan ditambahi hukumannya. Jadinya ia langsung melesat begitu menyelesaikan soal teakhirnya.
Di ruang klub sudah ada beberapa anggota yang tengah berkerumun. Di sudut agak jauh dari pintu masuk, Yuna dapat melihat gadis yang kemarin sore ia dorong tengah berbicara dengan pacarnya, ralat, ketua klubnya. Begitu Yuna melangkah menuju ke dalam ruangan, sontak ruangan yang tadinya ramai itu hening.
"Choi Yuna, sini!". Yuna berjalan sambil menundukkan kepalanya.
"Squad jump 15 kali". Yuna melebarkan mulutnya.
"Hah?!".
"Buruan! Mau gue tambah?!". Mau tidak mau Yuna menurut dan mulai melakukan perintah ketuanya.
"Ini hukuman lo karena telat—".
"Tapi kan tadi gue udah dihukum di lapangan".
"Telat ke klub ini, bukan telat ke sekolah". Yuna mendengus sambil terus menghitung jumlah squad-nya.
"Ini juga berlaku buat kalian semua yang melanggar aturan. Kalian berlatih taekwondo itu buat mbentengi diri dari musuh, bukan buat nyakitin orang". Yuna mendelik tidak suka.
"Kalian semua harus tahu. Setiap pukulan kalian itu bebannya lima kali lipat dari orang biasa. Bisa disimpulkan kekuatan kalian lima kali lipat dari orang normal. Choi Yuna ini salah satu contoh buruk bagi klub taekwondo. Dia—".
"Gue cuma nggak sengaja dorong, bukan mukul dia!". Yuna menunjuk gadis di smping ketuanya itu dengan kesal.
"Termasuk kekuatan fisik lainnya. Lo dorong dia sama aja kek dia diseruduk kerbau. Sebaliknya, kalo dia yang dorong lo, dia yang bakal mental. Harusnya lo sadar itu, Choi Yuna!". Yuna menyelesaikan squad terakhirnya dan beranjak mendekati dua orang itu.
"Hooney! Lo nggak nyadar kalo dia juga nyakar gue kemarin". Yuna menunjukkan beberapa luka gores memanjang di lengan kirinya.
"dan Lo tau nggak, dia nyiram gue pake air bekas pel sampe—".
"Squad jump 15 kali buat kelakuan bar-bar lo kemarin!".
"Hoon! Denger—".
"25 kali!".
"Kim Younghoon!".
"Lo nggak usah ikut turnamen bulan depan!". Ucapnya penuh penekanan lalu berbalik meninggalkan Yuna yang termangu di tempatnya.
Sementara gadis yang sedari tadi diam itu mencibir Yuna. Bahkan teman-teman anggota klub lainnya membubarkan diri satu persatu. Tersisa Yuna yang masih tetap pada posisinya. Bibirnya menipis, menandakan ia sudah sangat emosi.
Terang saja, Yuna mati-matian latihan untuk persiapan turnamen antar-sekolah bersama 13 orang lainnya, bahkan hingga mengorbankan jadwal belajarnya tapi malah dikeluarkan dari line-up hanya gara-gara tidak sengaja mendorong seseorang. Yuna yang kesal lantas melempar vas kaca yang kebetulan berada di atas meja hingga membentur pintu dan pecah berkeping-keping. Bahkan pecahan kaca itu memantul ke wajahnya.
Darah mengucur dari luka gores di pipi kanannya. Namun gadis itu sudah seperti mati rasa. Sesuatu di dadanya lebih sesak dan sakit dibanding goresan kaca itu. Kedua tangan Yuna mengepal erat menahan emosi.
***
Yuna berjalan dengan menunduk menuju kelasnya. Gadis itu ingin memukul apa saja saat ini. Kekesalannya masih belum berkurang sama sekali, bahkan Setelah mengobrak abrik ruang latihan beberapa saat yang lalu. Karena terus menunduk, Ia akhirnya menabrak seseorang hingga jatuh terduduk.
"Eh, sorry". Yuna bangun masih dengan ekspresi kosong.
"Lho? Kak Yuna? Mukanya kenapa?". Gadis itu menepis kasar tangan pemuda yang hendak menyentuh wajahnya.
"Obatin dulu kak, ntar infeksi". Pemuda itu masih menghadang Yuna.
"Minggir! Lo mau gue tonjok juga?!". Laki-laki itu justru menampilkan senyum tipisnya.
"Gue tau kak Yuna salah satu cewek terkuat di sekolah. Tapi kak, nggak semua hal bisa diselesaiin pakek kekerasan". Yuna memejamkan matanya menahan kesal.
"bacot! Minggir!". Lelaki itu justru menarik lengan Yuna untuk duduk di pembatas taman.
"Kalo nggak mau ke ruang kesehatan, gue obatin disini aja deh". Kemudian tanpa disuruh, pemuda itu membasahi sapu tangan abu-nya dengan air mineral yang di bawanya.
Setelahnya ia membersihkan darah yang masih belum kering dari pipi kanan Yuna. Bukannya merintih kesakitan, Gadis itu malah menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong.
"Gue udah denger beritanya". Pemuda itu menghela napas.
"Si Younghoon emang keterlaluan. Dia sebagai ketua harusnya ngasih kritik langsung ke orangnya aja, bukan pas lagi banyak orang. Kalo kek gitu sama aja dia udah permaluin kak Yuna di depan anak-anak klub. Tapi kak Yuna juga harus mikirin sisi lainnya. Bahwa kekerasan bukan satu-satunya solusi buat ngelawan ketidak-adilan. Tapi Gue rasa si Younghoon juga perlu minta maaf ke kak Yuna soal—". Ucapan pemuda itu terpotong saat setitik air meluncur dari kelopak mata kanan Yuna.
Tangan yang sedari tadi membersihkan pipi Yuna, reflek mengusap air mata itu. Matanya sukses membelalak saat tanpa peringatan Yuna melingkarkan kedua lengannya ke leher lelaki muda di depannya itu. Bahkan menyembunyikan wajahnya di leher kirinya.
"K...kak Yuna...". Pemuda itu speechless.
Setelah beberapa saat, Yuna memundurkan tubuhnya yang sedari tadi menempel pada lelaki di depannya.
"Sorry, Jin. Gue kebawa suasana tadi". Yuna malah meringis geli sambil mengusap sisa air matanya yang membanjiri wajahnya.
"Kak Yuna nggak—".
"Lo sih, neken luka gue keras banget. Sakit tau nggak!". Yuna memajukan bibirnya berpura-pura kesakitan.
"Sorry deh, kak". Lelaki itu menggaruk tengkuknya. Ia sebenarnya paham bahwa Yuna menangis bukan karena luka gores di pipinya.
Seorang Choi Yuna menangis karena luka lecet ringan?
Hal yang mustahil.
Gadis itu bahkan pernah cedera patah tulang pergelangan kaki kiri dan masih sempet-sempetnya ngakak sama temen-temennya. Jadi yang bisa dia lakukan sekarang adalah sedikit menghibur kakak dari temannya ini.
"Oiyah, Jin!". Lelaki itu menoleh.
"jangan bilang Soobin soal ini ya?". Setelah laki-laki itu mengangguk, Yuna langsung bangkit.
"Thanks yak!". Yuna mengacak rambut pemuda itu dengan gemas, kemudian berlalu darinya. Sedangkan pemuda itu menahan senyumnya.
Sementara itu di balik tembok tak jauh dari posisi mereka berdua, seorang laki-laki tengah menggenggam erat plastik berisi beberapa makanan ringan dengan ekspresi tak terbaca. Laki-laki itu langsung melempar plastik itu ke tempat sampah di depannya dan melangkah dengan cepat.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SPECIAL] YUJU FANFICTION
Fiksi PenggemarBook yang didedikasikan khusus buat Choi Yuju dan para degem-annya Edit: Judul awal: A Shadow in The Mews