Chapter 8 - Perdebatan tiada akhir

1K 113 23
                                    

“Jangan asal ngomong, Gab! Mana mungkin? Aku nggak merasa tanda-tanda apa pun, kok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jangan asal ngomong, Gab! Mana mungkin? Aku nggak merasa tanda-tanda apa pun, kok.” Aku mengelak sembari memfokuskan pikiran. Berusaha mengingat-ingat apa saja yang sekiranya beda dari biasanya. Selain melamun dan menangis, tidak ada hal aneh lain yang terjadi padaku belakangan ini. Seharusnya aku tidak hamil, kan?

“Aku nggak asal bicara, Man! Bisa aja aku keluarin di dalam, kan? Malam itu aku nggak sadar. Semuanya punya kemungkinan! Udah, cepat masuk ke mobil!” titahnya berubah galak sambil berjalan cepat ke arahku.

Aku tercengang. Tidak mampu mengatakan apa-apa. Kerongkonganku tercekat. Sementara Gabriel terus bergerak. Mendorongku supaya duduk dan juga memakaikan sabuk pengaman. Begitu duduk di kursi pengemudi, ia segera meraih ponsel dan menekan-nekan layarnya beberapa kali. Raut wajah seriusnya membuatku semakin gelisah.

“Ka, kamu, mau telepon siapa?” tanyaku susah payah. Berkali-kali menelan ludah rupanya tidak juga melancarkan pernapasan. Aku sedikit terbatuk-batuk. Sisa muntahanku naik ke kerongkongan, hingga memberi efek rasa asam yang tidak enak.

“Denny,” jawabnya pendek.

Denny? Denny yang mana, ya? Wait! Kayaknya aku ingat, deh!

“Denny kakak sepupu kamu yang dokter kandungan itu?” tanyaku dengan mata memelotot, saking syoknya. Kepala Gabriel mengangguk sekilas, sebelum kembali fokus pada ponsel yang ada di genggamannya.

“Gab! Kamu udah gila?!” pekikku kencang.

Tanganku terangkat hendak meninju pundaknya. Namun, jari telunjuk Gabriel lebih dulu mendarat di bibirku. Meminta aku menutup mulut. Sudahlah. Aku menyerah. Kepalaku pening akibat skenario terburuk yang sudah berseliweran di pikiran.

Dipecat jadi anak. Diasingkan ke negeri antah berantah. Diusir dari rumah. Dihapus dari kartu keluarga. Apalagi kira-kira?

“Halo, Bang Den. Ini gue Gabriel. Lagi sibuk nggak, Bang?” Gabriel melirik ke arahku, setelah selesai menyapa Bang Denny. Sempat-sempatnya dia melempar senyum simpul ke arahku. Sialan!

“Bang, gue mau tanya. Kalo cewek hamil itu bisa ketahuannya setelah berapa hari dari terakhir berhubungan, ya?” Ia bertanya dengan begitu entengnya dan tanpa basa-basi. Mataku membulat, dengan mulut yang menganga lebar. Bagaimana bisa Gabriel terlihat biasa saja?

“Ah ....” Kepala Gabriel mengangguk berkali-kali. Aku bisa sedikit menguping ucapan panjang lebar yang dikatakan Bang Denny pada Gabriel.

“Oke, Bang. Thank you, ya. Sorry gue ganggu tiba-tiba.” Ia tertawa. Sementara mataku mendidih dibuatnya.

“Nggak, kok. Bukan gue. Teman kuliah. Biasalah, anak muda.”

Biasa bapakmu! Tidur bareng menurut kamu biasa?

“Iya, siap! Sekali lagi thank you, Bang.” Gabriel mengakhiri panggilan, lalu meletakkan ponsel kembali ke tempat semula. Ia menatapku, siap berbicara. Sementara aku duduk menyamping dengan kedua tangan yang mengepal. Siap menghajarnya kapan saja.

WHEN MY BOY TURN INTO A STAR (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang