Chapter 28 - Still Here...

83 14 6
                                    

"Hai, Pendek? Bangun, dong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai, Pendek? Bangun, dong. Kalau kamu tidur terus, gimana kamu mau menemukan aku?"

"Aku udah bangun kok, Gab. Tapi, kenapa kamu masih kelihatan samar-samar? Kamu sebenarnya di mana, sih?" Aku bisa melihat senyumnya, wajah tampannya. Namun, masih tidak jelas.

"Aku nggak pernah pergi ke mana-mana, Sayang... aku selalu di situ. Di hati kamu."

"Kalau itu aku tahu. Maksudnya, kamu ada di mana sekarang? Biar aku datang ke sana, nyamperin kamu. Aku nggak suka dengan keadaan ini. Aku bisa melihatmu sedikit, tapi kenapa terasa jauh sekali. Aku pengen meluk kamu, Gab. Aku kangen."

"Hm ... aku juga kangen kamu, Amanda. Makanya, ayo bangun. Cari aku."

Setelah selesai berbicara, ia memutar tubuhnya. Seperti hendak berjalan menjauh. Bayangannya yang sudah samar, semakin kabur. Kaki ini kupaksa melangkah, tapi aneh. Aku tidak bisa bergerak. Ada apa denganku?

"Gab! Kamu mau ke mana? Tunggu aku, Gabriel! Gabriel!"

Aku berteriak sekencang mungkin, tapi ia tidak berbalik. Malah semakin menjauh, dan menjauh. Hingga sosoknya tidak terlihat lagi. Tangisku pun pecah saat itu juga.

"Gabriel ... Gabriel ...." Mulut ini tak berhenti memanggil namanya. Meski suaraku sudah mulai parau. Isakanku semakin keras. Tangisan kini berganti menjadi teriakan putus asa. Ketika sudah tidak tahu harus berbuat apa. Perlahan, aku mulai merasakan sebuah tangan hangat menyentuh serta menggenggam erat telapak tangan. Bersamaan dengan munculnya seberkas cahaya. Menerangi pandanganku yang semula diselimuti kegelapan.

"Amanda sayang ... akhirnya kamu bangun."

Aku mengerjap beberapa kali, ketika berhasil membuka mata sampai pandanganku jelas. Plafon putih, suhu ruangan yang dingin, dan bau khas yang berasal dari cairan karbol, menyambut saat aku sadar. Baunya persis seperti bau cairan yang kugunakan untuk membersihkan lantai kamar mandi.

Pandangan kuedarkan ke sekeliling ruangan. Menatap cepat mata orang-orang yang sedang melihatku dengan begitu sendu. Bahkan Momon juga ada. Berdiri tidak jauh dariku. Mataku kembali menutup, seiring rasa pening yang secara tiba-tiba menyerang kepala.

Mengapa semuanya ada di sini? Mengapa mata Mama berkaca-kaca seperti itu? Kesedihannya begitu menusuk. Tunggu sebentar. Lalu tadi apa? Bukankah seharusnya ada Gabriel juga? Apa aku sakit?

"Manda, kamu tenang, ya. Semuanya akan baik-baik aja. Papa yakin," ucap Papa pelan sembari memegang tangan kananku.

Aku kembali membuka mata karena perkataan Papa. Menatap bingung ke arahnya selama beberapa detik. Hingga sekelebat memori aneh berhasil melintas memenuhi kepala. Tepat di mana pemberitaan di televisi tentang pesawat yang ditumpangi Gabriel mengalami kecelakaan.

WHEN MY BOY TURN INTO A STAR (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang