BAB 8

652 91 6
                                    


Beatrice mengintip ruang penyimpanan  makanan. Ia mencari seseorang yang sebelumnya membuatnya kesal saat pertama kali bertemu namun kini ia menaruh perhatian pada orang tersebut. Hata sedang memilah beberapa buah tomat yang akan ia pakai hari itu, kemudian Beatrice menampakkan wajahnya di hadapan Hata.

"Chef!" tegur Beatrice sembari memamerkan gigi putihnya.

"Kamu... Jangan nongol tiba-tiba, kayak hantu." Ia mengabikan gadis itu.

"Saya lihat belum ada yang datang. Kita orang pertama yang datang, Pak."

"Joshua sudah datang. Dan saya pegang kunci hari ini." Ia melirik Beatrice. "Kamu mending beresin meja dari pada geratak di sini."

"Ih, geratak. Enak aja." Keluh Beatrice pelan. "Tadi saya buat sarapan lho di rumah, Pak. Nah, saya bawa lebih." Ia memperlihatkan kotak makan transparan yang berisikan roti lapis. "Saya buat roti lapis telur. Makan sama-sama yuk, Pak."

"Saya sudah ngopi tadi."

"Ngopi kan bukan sarapan." Beatrice merebut keranjang tomat dari Hata. "Sarapan dulu. Karena jam tujuh nanti kita harus meeting buat sama-sama cari ide untuk promosiin restoran kita." Ia meletakkan keranjang tomat ke sebuah rak kosong. "Yuk, Pak!" Ia memaksa Hata keluar dari ruang penyimpanan.

Di dapur, Beatrice sudah menyiapkan teh hangat untuk mereka berdua. Ia membuka kotak makannya lalu mempersilahkan Hata untuk mengambil roti lapis terlebih dahulu. "Silahkan..."

Dengan kedua mata yang masih was-was, Hata mengambil satu lapis roti. "Makasih." Ia menggigit rotinya.

Beatrice menatap Hata dengan kedua mata berbinar. "Gimana, Pak?"

"Hm... Lumayan. Saya kira telurnya utuh."

"Telurnya saya rebus dulu sebelum saya hancurin terus dicampur dengan mayo dan potongan wortel. Dan rasa manisnya pakai..."

"Selai strawberry," sela Hata. " Ide dari mana bikin roti lapis dicampur begini?"

"Dari internet, Pak. Lagi booming di Korea. Roti Inkigayo."

"Hmm... Kalau tampilannya sih pasti bisa viral di kalangan anak remaja zaman sekarang, tapi saya nggak yakin dengan rasanya. Entah kamunya yang nggak bisa ikutin resep atau memang rasa ini nggak terlalu cocok sama lidah orang Indonesia. Bisa jadi hanya sebagian dari mereka yang bakal suka."

Beatrice terdiam untuk beberapa saat. Ia mengerjap beberapa kali dengan mulutnya yang masih menganga. "Sudah aku duga," katanya pada diri sendiri. Ia bertepuk tangan sekali, nyaring sekali, hingga membuat Hata terkejut. "Bukan, Pak. Bukan karena saya salah resep. Saya sudah coba berkali-kali resep ini dan ini adalah resep paliiiing simple." Beatrice menegakkan tubuhnya. "Ternyata benar yang saya duga selama ini. Pak Hata itu sebenarnya jago menilai rasa dan bisa melihat terget. Hanya saja Pak Hata nggak berani buat keluar dari Zonanya Pak Hata."

"Hah? Ngomong apa sih kamu?"

"Pak Hata nggak pernah mau upgrade resep-resep Pak Hata, resepnya itu-itu saja. Bikin banyak pengunjung tempat ini bosan." Hata terlihat kesal mendengarnya. "Tapi sebenarnya Pak Hata tahu, taste seperti apa yang sebenarnya si target kita itu suka. Baik kalangan remaja yang suka makanan kekinian, atau orang-orang 90an yang terkadang nyaman dengan masakan zaman dulu." Beatrice menjentikkan jarinya beberapa kali. "Kak Donald harus tahu."

"Donald?"

"Hm?" Beatrice menoleh padanya. "Eh, Pak Bos maksudnya hehehe..."

PRANGG!
Suara peralatan masak jatuh terdengar dari ruang penyimpanan. Sontak mereka berdua menoleh ke arah ruangan tersebut. Hata pengerutkan keningnya.

OK BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang