BAB 2

916 124 7
                                    


Beatrice bersenandung saat memarkirkan sepedanya di depan Ban-Resto, tempat kerja barunya. Ia menatap pelangkat restoran itu dalam beberapa detik. Ia berdesis, "Yah... kenapa jadi di sini ya?" Dirinya ragu bisa bertahan di tempat itu. "Mesti punya ban cadangan nih," ucapnya saat terlintas untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

Ia melangkah memasuki restoran. Seorang pelayan perempuan menoleh padanya saat sedang mencuci peralatan masak.

"Pagi!" seru gadis yang terlihat masih berusia 20 tahunan itu. Ia berlari kecil menghampiri Beatrice dengan riang. "Jadi kamu yang namanya Beatrice ya?" Ia mengulurkan tangannya. "Lena."

Beatrice tersenyum dan menjabat tangan Lena. "Beatrice."

"Mas Joshua belum datang. Biasanya dia datang siang tapi katanya ada hal penting yang mau dia beritahu besok pagi, jadi dia mau persiapin sesuatu pagi ini." Lena kembali membersihkan peralatan dapur. "Di dalam ruang penyimpanan bahan makanan ada Pak Hata lagi siapin bahan hari ini. Mas Darwin lagi ambil pesanan buah."

Beatrice mengangguk. "Aku ke ruang penyimpanan dulu kalau begitu."

Beatrice melihat sebuah ruangan yang ditempeli tanda seru di pintu. Ia mengetuk pintu sebelum membukanya. "Hello? Saya Beatrice, pegawai baru."

"Oh, anak baru ya?" Terdengar suara laki-laki tua dari dalam. "Masuk, Beatrice. Saya lagi rapikan rak."

Beatrice mengikuti perintah. Ia berjalan menuju sumber suara lalu menemukan seseorang berbaju putih khas koki sedang memilah dua kaleng di kedua tangannya. Laki-laki beruban itu menyadari kedatangan Beatrice. Ia tersenyum pada gadis itu.

"Jadi kamu gadis pilihan Joshua?"

"Hah? Bukaaan. Saya pegawai baru, Pak. Bukan gadis pilihan."

"Ah, itu maksud saya. Maaf konotasinya jadi berbeda." Laki-laki yang sudah pasti bernama Hata itu tertawa. "Biasanya Joshua picky. Tapi kali ini kayaknya nggak." Ia menunjuk wajah Beatrice. "Dia terima kamu pasti karena kamu good looking."

Kening Beatrice mengerut. Serendah itukah dirinya hingga dinilai lebih good looking ketimbang memiliki skill yang patut diperhitungkan?

"Saya dipilih karena Mas Joshua yakin saya bisa."

Hata tersenyum pada Beatrice. "Seharusnya kamu bangga dibilang cantik. Semua wanita suka." Hata merogoh saku untuk mengambil kunci ruang penyimpanan lalu membuka pintu yang otomatis tertutup itu. Ia membawa beberapa bahan makanan keluar ruangan.

"Saya bukan cuma modal fisik." Ucapan Beatrice membuat Hata berhenti melangkah namun tidak menoleh. "Saya juga bisa masak."

Dalam beberapa detik tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Hata. Lalu ia tertawa pelan seolah meremehkan ucapan Beatrice. "Lebih baik tarik ucapanmu kalau yang kamu bisanya cuma masak mie instan."

Beatrice dibuat menganga oleh pria tua yang baru saja meninggalkannya itu. Baru kali ini Beatrice memiliki kesan pertama yang menyebalkan selama 28 tahun ia hidup. Ia menahan pintu dengan kakinya. "Ini nih yang nggak gue suka. Ngeremehin orang lain. Sialan," keluh Beatrice sembari membanting pintu ruang penyimpanan sebelum pergi.

☆★☆

"Ashley!" teriak Saga ketika melihat gadisnya beranjak dari kursi. Beberapa pengunjung kafe menatap mereka. "Ashley, dengarin aku dulu."

"Apa lagi sih, Ga?" Ashley melepaskan tangan Saga. "Aku tuh capek ya sama semua alasan kamu. Bilang saja kamu nggak mau nikah sama aku."

"Ini karena Kakek..."

"Kakek melulu, Kakek melulu. Lama-lama hidup kamu juga diatur sama dia. Kamu bahkan pasrah banget disuruh Kakek buat ngurusin restorannya yang hampir bangkrut itu. Kenapa nggak Dave aja yang kelola restoran? Kenapa harus kamu? Dan kenapa kamu mau? Kamu malah buang kesempatan buat pimpin perusahaan."

OK BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang