BAB 9

588 95 5
                                    


Ashley melepaskan tangan Saga. "Malu, Ga." Ia menunduk saat Dave mengamati mereka berdua dari meja kasir. "Tuh, dilihatin Dave."

"Biarin. Dia iri." Saga tidak bisa menggambarkan rasa bahagianya melihat Ashley pagi itu. Ia kira wanita itu tidak akan memenuhi undangannya untuk sarapan bersama di restoran. "Dua juru masak di sini sudah banyak kemajuan lho, terutama Darwin."

"Oh ya?"

"Hm. Aku ke dapur dulu buat minta pesanan kamu ya."

"Hm."

Saga mengusap singkat punggung tangan Ashley sebelum meninggalkannya di meja yang bersebelahan dengan piano besar.

"Masih pagi kali," celetuk Dave sembari mengunyah apel yang diambilnya dari ruang penyimpanan.

"Gue cuma ajak dia sarapan. Lagian kantornya nggak jauh juga kok dari sini."

"Nggak komentar masalah dia kok. Kan gue cuma bilang kalau sekarang masih pagi. Iya kan, Bi?" Dave mencari pembelaan pada Beatrice.

"Tahuuu."

Saga menoleh pada Beatrice. "Kok kamu di sini? Lena ke mana?"

"Lena mules." Beatrice mengelap meja kasir yang sudah terlihat sangat kinclong. Ia tidak berniat sama sekali untuk menengadah pada bosnya, ia bahkan memaksa kedua matanya untuk fokus pada ujung meja yang catnya sudah mulai terkelupas. Ia heran mengapa pemilik tempat ini masih saja mempertahankan arsitektur zaman dulu, hampir mirip dengan restoran gaya zaman Belanda.

"Kamu sakit ya? Kok muka kamu merah. Demam?" tanya Saga sedikit menunduk.

Beatrice melirik. "Di sini panas."

"Panas?? AC-nya nyala kok. Normal. Masa sih?" Saga menoleh pada Dave yang terlihat sama kebingungan. "Apa AC-nya rusak? Hmm..." Ia berjalan menuju dapur dan meninggalkan mereka berdua.

Sementara itu Dave menahan tawa. Ia melirik Beatrice lalu berbisik. "Bi, lo masih suka sama Saga?"

"Hah?"

"Dulu lo kan suka sama dia. Naik ke atas pohon, teriak kalau lo suka sama Saga. Mirip monyet lagi menyatakan cinta sama monyet lainnya."

Beatrice memukul Dave dengan lap meja. "Lo adiknya monyet."

"Dih, marah." Dave tertawa. "Iya, kan?" Dave merangkul leher Beatrice.

"Apaan sih? Jangan sok akrab sama gue!"

"Yee... dengar! Kalau lo masih suka sama YBS, gue bisa bantu lo."

"Lo jangan sembarangan ngomong ya. Siapa juga yang suka sama YBS?"

"Yakiiiin?" Dave berbisik. "Gue bisa bantu lo supaya YBS bisa suka sama lo."

Beatrice berdecak kesal lalu melepaskan tangan Dave dari lehernya. "Gue nggak suka sama YBS."

"Terus kenapa lo kesal ngeliat mereka berdua?"

"Gue nggak kesal." Beatrice melipat kedua tangan di depan dada. "Gue cuma lagi bete, bad mood, karena ada orang yang tiba-tiba nyolong apel tadi pagi. Bukan karena gue suka sama YBS."

"Kamu suka sama siapa, Bi?" Saga menyela dari belakang tubuhnya. "YBS siapa? Darwin?" bisiknya.

Kedua mata Beatrice melotot. Ia menatap tajam kedua kakak beradik itu. Ia mengeluh kesal. "Kenapa sih kalian berdua sama-sama nyebelin?! Eugh!!" Ia pergi begitu saja meninggalkan Saga dan Dave yang saling melirik satu sama lain karena kebingungan. "Sebel!" teriak Beatrice dari dalam dapur.

☆★☆

Beatrice menatap sketsa buatannya yang akan digunakan Saga sebagai design Pavlova. Ia mendesah ketika merasa sedikit tidak percaya diri. Ia mengambil sebuah pulpen yang selalu ia bawa di tasnya. Ia menandai beberapa bagian yang ia rasa perlu diperbaiki. Ia harus memaksimalkan setiap karya yang dibuatnya. Jika ia tidak bisa membantu dalam hal memasak dan ahli dalam menghitung uang dengan cepat, setidaknya ia bisa sedikit berguna untuk Pavlova.

OK BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang