BAB 10

595 87 3
                                    


Beatrice terdiam menatap antrian para peserta audisi pencarian bakat di salah satu stasiun TV. Saat masih kecil, ia pernah melihat audisi menyanyi di TV, namun baru kali ini ia menyaksikan langsung ribuan peserta mengantre. Dan selama dua hari ke depan ia akan melihat pemandangan yang membuat kepalanya hampir pusing hanya karena melihat kerumunan banyak.

"Jangan bengong aja." Dave menyenggol lengan Beatrice. "Bawa nih." Ia memberikan Beatrice satu kardus berukuran sedang yang berisikan gelas plastik.

"Ish. Emang nggak bisa bawa sendiri?"

"Gue bos lo."

"Bos gue itu Saga!" Beatrice meninggalkan Dave. "Sembarangan aja nyuruh orang. Dia belum sah dilantik jadi bos, seenak jidatnya aja nyuruh-nyuruh orang." Beatrice meletakkan kardus itu di atas meja stand. "Nggak sadar diri."

"Siapa yang nggak sadar diri?"

"Astaga!" Beatrice terkejut melihat kedatangan Saga. "Kenapa muncul tiba-tiba sih?"

"Saya dari tadi di sini pasang meja." Saga mengerutkan kening. "Kok dia yang nyolot?" keluhnya pelan.

"O-oh... Maaf." Beatrice sedikit mendekat. "Pak bos, belum sarapan ya?"

"Hm?"

"Wajahnya pucat."

"Ah... Tadi pagi baru makan selembar roti tawar."

"Hm... Tunggu sebentar." Beatrice mengambil satu gelas plastik dan mengisinya dengan teh hangat dari termos kecilnya. "Ini. Teh hangat lumayan bisa bikin perut terisi."

"Ouh, makasih." Saga menyeruput tehnya. "Wah... Enak juga. Ah, omong-omong, kamu makin dekat aja sama Dave." Ia menunduk. "Dave sebenarnya punya pribadi yang baik. Tapi karena pergaulan dia sebelumnya... ya... kamu pasti paham dari kecil dia gimana."

"Dekat apanya? Dia tuh ganggu melulu. Padahal pasti lebih enak kalau dia nggak perlu ikut ke sini. Atau seenggaknya Lena aja yang tugas di sini, aku di restoran."

"Lena itu punya waktu terbatas karena harus kuliah juga, dan nggak mungkin Dave nggak ikut. Kalau dia nggak ikut, berarti cuma saya dan kamu doang di sini. Nggak bakal kebantu kalau berdua. Bawa Darwin ke sini pun nggak mungkin. Darwin dan Pak Hata harus stand by di restoran kalau sewaktu-waktu stock kita di sini habis. Joshua juga sibuk sama pihak stasiun TV."

"Iya... Iya... Panjang banget penjelasannya," cibir gadis itu dan mengundang senyuman di bibir Saga. "Ketawa lagi."

"Kamu juga ketawa. Pokoknya, kalian jangan berantem melulu, saya pusing. Kalau kalian makin akrab, nggak berantem melulu, pasti Dave bisa berubah jadi lebih baik lagi." Saga melirik gadis itu. "Tapi tetap harus hati-hati ya sama anak itu. Piting aja kalau dia macam-macam."

"Iya ya... Kak Brian sama Pak bos aja sudah baikan, sudah nggak bahas tentang cewek yang dulu. Sekarang makin akrab aja."

"Yah! Itu beda cerita. Euh!" Saga menyubit pipi Beatrice.

"Hahaha... Coba aja kalian ketemu lagi sama cewek itu. Pasti bakal lucu."

"Nggak mungkin lah. Dia sudah terlanjur sakit hati ditolak Brian."

"Saga!"

Beatrice menoleh ke belakang dan melihat Ashley berlari menuju mereka. Beatrice mendesah kesal.

Ngapain sih tuh orang?

"Woah... Kamu datang? Aku kira kamu nggak sempat," ucap Saga.

"Ini kan weekend, masa aku nggak sempat." Ashley menoleh pada Beatrice. "Hai."

"Oh? Hai." Beatrice merasa canggung.

"Bi, Ashley datang buat bantu kita. Jadi kita berempat bakal dibagi jadi dua tim. Kamu sama Dave di meja dekat pintu utara, saya dan Ashley di meja..."

OK BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang