BAB 12

706 98 5
                                    


Hari libur waktu yang tepat untuk membersihkan rumah. Beatrice mematikan ponselnya sejak semalam dan memulai aktivitas paginya dengan membuat sarapan lalu menyuci semua pakaian kotornya. Sembari menunggu mesin cuci menyelesaikan tugasnya, ia membersihkan lantai yang selama seminggu tidak dibersihkan. Brian selalu komentar masalah kebersihan di tempat tinggalnya. Ia mengganti alas sofa dan sprei. Hingga mesin cuci berbunyi, tanda pakaiannya siap dijemur. Meski ia menggunakan pengering mesin cuci, namun Beatrice terbiasa menjemur kembali semua pakaiannya agar benar-benar kering.

Satu bak penuh pakaiannya ia bawa keluar rumah namun ia terkejut mendapati seseorang sudah berdiri di depan tempat tinggalnya. "Dave?"

"Yo!" Dave mengangkat tangannya lalu berjalan menghampiri Beatrice. "Gue telpon dari pagi."

"Telpon gue? Gue jarang lihat handphone kalau libur. Kok tahu tempat tinggal gue?"

"Kan tempo hari pernah antar lo pulang sama Saga. Euh... masih muda sudah pikun." Dave berdecak. "Gue mau minta tolong sama lo."

"Lo nggak ke Pavlova?"

"Libur. Bos juga butuh libur." Dave menunjuk bak yang masih diangkat Beatrice. "Mau gue bantu biar cepat?"

"Eh!" Beatrice menghindar dari Dave. Ia tidak ingat sudah memisahkan pakaian dalamnya atau belum. Beatrice bisa malu besar jika Dave melihatnya. "Lo tunggu aja di dalam. Bikin kopi atau teh sendiri, nanti gue nyusul."

"Bos kok disuruh-suruh," gerutu Dave sembari masuk ke dalam tempat tinggalnya. "Oke."

☆☆☆

Beatrice meletakkan kue tiramisu di atas meja yang dibelinya semalam saat pulang melewati toko kue. "Ini, cobain." Ia menyeruput kopinya. "Minta tolong apa?"

"Nggak jadi deh." Kedua mata Dave bersinar melihat kue di depan matanya. "Tempat tinggal lo ternyata asik juga. Gue mau di sini aja seharian." Ia memotong kue tiramisu lalu segera menyantapnya. "Eumm... enak banget, sumpah!"

"Nggak bisa."

"Kenapa?" tanya Dave tak kalah cepat dari kereta.

"Gue sibuk kalau libur kerja. Selesai cuci baju dan bersihin rumah, gue harus ke swalayan buat belanja mingguan."

"Memang belanja sampai malam? Ini aja belum jam dua belas. Belum makan siang malah!"

"Gue terbiasa makan siang di luar. Makan malam pun di luar kalau jadwal kerja."

"Terus kenapa belanja mingguan?"

"Kebutuhan lainnya. Sabun cuci, gula, roti, selai, kopi, susu, teh. Kak Bri lebih suka teh." Gadis itu bangkit berdiri. "Gue tinggal mandi sebentar ya. Nonton TV aja dulu. Yaa... walaupun nggak ada acara seru jam segini kecuali berita."

"Belum mandi?? Pantasan bau!"

Beatrice menendang betis Dave. "Bacot. Pulang, sana!"

"Eih... tuh orang. Nggak ada sopannya sama bos sendiri. Kebangetan." Dave meraih remote TV. "Acara apa ya yang seru? Hm..." Sudut mata Dave menangkap sesuatu. Ia melihat sebuah bingkai foto berwarna merah muda yang warnanya hampir pudar. Ia mendekat untuk melihat foto itu dengan jelas. Terlihat Beatrice berada di antara Brian dan seorang gadis. Dave tersenyum. Ia mengenali gadis yang memiliki tahi lalat tepat di hidungnya. Gadis itu Mia. Sejak kecil Mia sudah terlihat cantik. Dave bahkan sempat terganggu setiap kali Mia tersenyum manis padanya. Keangkuhannya saat itu membuat Dave selalu berteriak pada dua anak perempuan itu. Ia tidak ingin mengakui pada mereka berdua bahwa sebenarnya Dave diam-diam sering memerhatikan Mia saat tertawa. Meski begitu, ia dapat mengatur dirinya agar tidak menyukai Mia. Ia tidak ingin menjadi manusia memalukan seperti Beatrice yang dibutakan oleh cinta monyet. Dave tersenyum. Memorinya semasa kecil kembali berputar.

OK BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang