BAB 16

590 95 3
                                    

"Kamu nginep di tempat Beatrice?"

Tuduhan yang rasanya sulit untuk disangkal oleh Saga. Meski ia melihat senyuman di wajah Ashley namun hal itu tidak bisa dikatakan pertanda bahwa Ashley akan baik-baik saja jika mendengar jawabannya. "Nggak ada yang jaga dia." Suara Saga terdengar sangat pelan.

"Begitu ya? Tapi syukurlah dia jadi aman."

Saga tidak membalas senyuman Ashley. Ia melihat wanita itu hanya memaksakan diri. Saga menunduk. "Maaf."

"Hm? Kenapa harus minta maaf?"

"Harusnya aku nggak nginep di tempatnya. Harusnya aku bisa jaga perasaan kamu." Saga mengangkat kepalanya. "Maaf."

"Perasaan aku ya ..." Ashley mendesah pelan. Tak ada lagi senyuman di wajahnya. Kali ini matanya seolah mengatakan bahwa ia terluka. "Bukan perasaan aku yang seharusnya kamu jaga. Aku nggak mau egois. Gimana dengan perasaan kamu sendiri?"

"Maksud kamu?"

Ashley tertawa pelan. "Aku juga penasaran, gimana perasaan kamu saat ini. Kamu terlalu khawatir sama dia."

"Itu karena dia adiknya sahabatku."

"Emm ..." Ashley menggeleng. "Ingat waktu kita makan siang bareng sama Beatrice dan Dave? Aku nggak tahu apa yang kalian bicarain sebelumnya tapi aku tahu kamu kesal. Entah karena dia, atau Dave yang begitu akrab sama dia." Sejenak Ashley teringat kejadian di kantor Saga. "Beatrice juga kelihatannya nyaman ada sama kamu. Dia nggak sungkan sama kamu yang notabene adalah bosnya. Dan sekarang ..."

"Kamu jangan ngomong yang aneh deh."

"Kamu yang aneh, Ga. Belakangan ini, aku ngerasa ... kamu berbeda. Aku mau tahu apa yang sebenarnya kamu rasain saat bersama aku dan dia." Ashley menundukkan kepala. Ia meremas kedua lututnya di bawah meja. "Dan kamu harus pastiin hati kamu. Karena aku merasa ... kamu mulai sayang sama Beatrice."

Saga hanya diam mendengar ucapan Ashley. Rahangnya mengeras. Ia memalingkan wajah lalu menutupinya dengan tangan. Kepalanya mulai pening. Mengapa rasanya ia ingin sekali marah? Namun pada siapa? Dirinya sendiri?

☆☆☆

"Ha ..." Beatrice menatap beberapa lembar CV yang berceceran di bawah sofa. "Dari sekian banyak, yang dipanggil cuma satu. Itu pun gagal wawancara." Ia mendesah kecewa. "Susah banget cari kerja di negri ini." Ia menutup matanya dengan kedua tangan. "Keseeel!" Ia berguling di atas sofa. "Apa umurnya ketuaan?"

Kretekk!

Beatrice membuka kedua matanya. Ia seperti mendengar sesuatu. "Em?" Ia duduk tegang di atas sofa.

Kretekk!

Lagi, suara itu kembali terdengar dari arah pintu masuk. Seolah-olah ada seseorang yang memaksa untuk masuk. "Jangan-jangan ..."

Brakk!

Pintu terbuka lebar. "BEATRICE!!!"

"Heh? Kak Brian?" Beatrice terdiam dan menatap aneh kakaknya yang terengah-engah. "K-kak Bri kenapa? Kayak ... dikejar anjing sebelah."

"Beatrice!" Brian melempar tasnya sembarangan lalu mengambil langkah seribu. Ia meremas kedua bahu adiknya sambil memastikan seluruh tubuh Beatrice. "Kamu nggak apa-apa, 'kan? Ada yang luka? Huh? Ada yang hilang?"

"Eh ... aku nggak apa-apa."

"Hah ... syukurlah." Tubuh Brian lemas di atas sofa. "Bikin panik aja."

"Eng ... Kak Bri tumben jam segini sudah pulang."

"Tadi siang Saga telpon. Dia bilang kemarin ada pencuri di sekitar sini. Kenapa kamu nggak telpon?"

OK BOSS!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang