030721
—18 Maret, 2014.
Daerah istimewa, Yogyakarta.19.00
"Kita pulang aja yuk, Jaemin istirahat dulu dirumah. Biar nanti kita bilang ke Tante kamu mau liat Jena ke rumah sakit, ya Jaemin?" Icha merangkul pundak Jaemin yang sedari tadi hanya memandangi Jena.
Jaemin menengok sekilas ke Icha dengan tatapan sendu "Aku... Gamau ninggalin Jena, Mbak Icha. Aku mau disini aja, nemenin Jena." ujarnya mengalihkan pandangannya ke Jena lagi.
Malam nanti saat Wendy dan Rangga datang, dan sekaligus malam ini menjadi hari terakhir Jaemin melihat Jena sebelum dimakamkan besok.
Icha menghela napas "Iya Jaemin... Mbak Icha tau kamu nggak bisa jauh dari Dek Jena juga, tapi kamu karus ikhlasin dia, Jaemin..." ujar Icha.
Haechan pun melangkah menghampiri Jaemin "Ayo pulang dulu Jaemin, Jena udah ada yang jaga dan kamu gak perlu khawatir. Jena pasti sudah aman dan gak akan pernah ngerasa sakit lagi... Kamu juga harus istirahat dulu, belum makan juga." ucap Haechan panjang lebar
"Ikhlasin, ya, Jaem? Kita tau juga susah. Cuman ya mau gimana lagi ini sudah takdir, Jaem. Udah rencananya Allah dari awal." papar Renjun
"Kamu kuat, Jaemin. Ayo kamu juga harus istirahat juga yang cukup, Jena udah seneng banget lihat kamu sehat." papar Jeno.
Mereka sama-sama menguatkan Jaemin.
Jaemin perlahan mengangguk setelah terdiam sesaat, ia menggenggam tangan kanan Jena dengan kedua tangannya. "Jena, aku pulang dulu ya, baik-baik kamu disana. Tunggu aku nanti kalau sudah waktunya." ucap Jaemin pelan dan kembali mengecup kening Jena, merapikan kain putih yang menutupi tubuh Jena.
"Sayang Jena banyak-banyak, nggak ada yang benci Jena, ya. "
***
Sampainya dirumah lagi, rumah Jaemin terlihat sepi. Tapi dengan para sahabat Jaemin sedikit membantu tidak menjadi sepi sekali seperti hutan.
Renjun membawa semangkuk bubur yang ia beli tadi dengan Jeno setelah sampai ke rumah Jaemin, sang tuan rumah sedang berdiam diri di dalam kamarnya.
Renjun mengetuk pintu kamar Jaemin dan memanggilnya dari luar tapi tak ada sautan dari dalam, Renjun tau berat rasanya bagi Jaemin. Ia pun merasakan hal yang sama, walaupun ia tak pernah merasakan bagaimana kehilangan seorang yang disayang.
"Jaem, aku masuk ya." Renjun memutar kenop pintu dan mendorongnya pelan, pandangannya langsung pada Jaemin yang sedang menatap keluar jendela beserta bingkai foto disebelahnya. Foto Jaemin bersama Jena saat wisuda smp, dan juga foto bersama Jisung.
Jeno, Haechan dan juga Icha ikut ke kamar Jaemin untuk menghiburnya agar tak sedih-sedih lagi. Mereka duduk di lantai kamar Jaemin.
"Kamu kalo mau nangis, oke nangis aja puas-puasin. Tapi janji, besok jangan nangis lagi. Ya?" ujar Jeno yang duduk disebelah Jaemin.
"Dah nangis aja, inget janji tapi." Jeno merentangkan tangannya untuk memeluk Jaemin, benar saja Jaemin menangis sejadi-jadinya.
"Inget ya, Jaem. Kamu nggak sendirian kok, jangan merasa sendiri." ujar Jeno megelus punggung Jaemin.
Jaemin melepas pelukannya di Jeno lalu menghapus air matanya "Makasih ya, kalian." ucapnya pelan.
Renjun mengulas senyum "Bukan masalah kok Jaem, udah harus kita begini ke kamu sama adikmu juga, 'kan?"
"Dah nih makan bubur, enak nih bubur Cak Luntung langganan kita. Dihabisin ya, mau tak suapin?" ujar Haechan mengambil mangkuk bubur didepan Renjun tadi dan menyodorkan kepada Jaemin.
"Chan! Jangan diaduk buburnya, belum tentu si Jaemin tim bubur diaduk apa kaga. Dikira buat situ kali buburnya," cegah Jeno
"Enakan diaduk tau! Rasanya meresap! Sampe ke otak!" ucap Haechan heboh
"Enakan bubur ga diaduk! Pake kecap asin sama kerupuk udang, aduh enaknyaaa!" ucap Renjun membayangkan bubur ayam.
"Enak bubur diaduk!" ucap Haechan pada Renjun
"Oh, mau taruhan?!" ucap Renjun menantang Haechan
"Tangan kosong kalo berani! Oke. Ntar siapa tim bubur paling banyak, dia yang menang." ucap Haechan, Renjun hanya mengindikkan bahunya acuh
"Jaem, kamu tim bubur diaduk apa kaga?" tanya Haechan menunjuk Jaemin, namun yang ditanya menggeleng artinya ia tim bubur tak diaduk.
"Hah! Mampus kau baru mulai juga, Jeno! diaduk apa ga?" sembur Renjun menyombongkan dirinya
"Ga diaduk adalah cinta kedua setelah ibu." ujar Jeno sok dramatis.
"Asek, aku menang dua poin." ujar Renjun menjulurkan lidahnya ke Haechan
Haechan melirik sini pada Renjun, harapan satu-satunya sekarang adalah Icha. Sekarang yang Haechan harapkan semoga Icha sama jawabannya dengan Haechan.
"Teteh geulis~"
"Apa?" jawab Icha malas
"Diaduk apa ga, teh? Ayo plis, Teh bubur diaduk aja lebih enak!"
"Teteh mah lebih suka bubur ga diaduk." jawab Icha santai
Haechan mendelik "Hah? Bukannya teteh kalo makan bubur sama Echan sukanya diaduk?"
Alis Icha terangkat "Kapan juga," tanya nya acuh.
"Ah gatau!"
"Yeeee pudung, makanya jangan so' soan ledekin orang!" kata Renjun.
"Diem!" ucap Haechan yang sedang memeluk Icha karena masih mengambek.
"Langsung gas aja, Jaem. Tak kira mau disuapin." ucap Haechan
Jaemin menggeleng sambil memakan sesuap buburnya lagi "Gak, aku bukan bayik kaya kamu yang pusing dikit langsung minta suapin ama Mbak Icha." jawab Jaemin.
"Mantep, Jaem! Sukak aku!" seru Jeno semangat.
Sahabat Jaemin dibuat tertawa ngakak karena jawabannya yang berhasil membuat Haechan semakin pudung.
"Dah bisa ngeledek sia?!"
"Kena lagi, serba salah kaya Mbak Raiso." ucap Haechan masih setia memeluk Icha, Icha hanya pasrah dengan Haechan yang sedang mode manja.
"Raisa, Chan." ucap Jeno membenarkan.
"Oiya lupa."
Jaemin terkekeh karena perilaku sahabatnya, hobinya mempermasalahkan sesuatu yang sepela lalu malah berujung saling meledek. Tak hanya berawal dari Haechan atau Renjun, Jeno dan Jaemin pun sama.
Jena juga.
Sudah tau betul bagaimana sifat mereka, berteman dari jaman kecebong hingga sekarang. Jaemin harap masih bisa bersama mereka hingga umur tua, umur tua tak mempermasalahkan persahabatan mereka yang sudah sejauh ini.
Bahagia terus Jaemin, kamu tidak sendiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm just far away from home ✔
Fanfiction❛Dia yang sedang mengejar mimpi hingga harus jauh dari rumah.❜ 박지성 // ©-𝙝𝙚𝙣𝙙𝙧𝙖𝙖𝙧𝙧𝙮𝙮 2𝙊21.