Suasana yang sedikit panas ralat sangat panas terhenti karena ketukan pintu. Hembusan napas lega terdengar, cepat-cepat aku melepaskan lilitan tangan laki-laki itu. Mas Dewa yang mungkin sedikit kaget dengan apa yang dilakukannya hanya terdiam.
Pintu terbuka menampilkan Lia yang tersenyum jahil. "Sorry, aku datang di waktu yang nggak tepat ya." Pipi ku merona. Salahkan Mas Dewa yang tiba-tiba masuk dan melancarkan aksinya.
"Enggak kok Lia. Hm, aku suka yang ini," Aku terdiam kikuk dan cepat-cepat mengalihkan perhatian. Lia mengangguk semangat.
"Lagian itu juga cocok banget sama kamu, tapi di bagian sininya nanti aku make over dikit ya biar perfect." Lia menunjuk bagian yang sedikit kurang pas.
Aku mengangguk, menurut saja dengan apa yang Lia katakan pasti dia sudah tahu pas nya bagaimana. Aku mengganti lagi dengan baju yang ku pakai untuk pergi ke butik. Sedangkan Mas Dewa duduk di sofa dengan raut tegangnya.
"Gimana Wa? She looks so hot, right?" Dewa hanya tersenyum malu. Lia? Dia terbahak-bahak, tidak menyangka teman semasa kecilnya sudah tumbuh dewasa seperti ini.
"Aku suka gaunnya, tapi semisal bagian atas kamu perbaiki sedikit bisa? Itu tadi terlihat sangat," Dewa bingung bagaimana menjelaskan jika bagian atas gaun yang dipakai Kanti menampilkan asetnya. Dia tidak rela bagi-bagi.
"Why? Itu bagus menurut ku. Aura kecantikannya terpancar berkali lipat. Lia mencoba menjahili laki-laki di hadapannya.
"Aku tahu, tapi tidak harus seperti itu kan." Dewa melipat kedua tangannya di depan dada. Mukanya membentuk protes tidak terima.
"Dewa...Dewa...bilang aja kalau kamu nggak mau Kanti dilihat banyak orang" Wanita itu menggeleng tidak mengerti kenapa laki-laki ini sangat gengsi.
Dewa terdiam tidak menyangkal karena memang apa yang dikatakan Lia ada benarnya. Dia tidak rela jika semua mata tertuju pada Kanti. Apalagi saat Kanti memakai gaun tersebut. Damn!
Aku keluar dari fitting room dan menyusul Mas Dewa dan Lia yang sedang mengobrol. Dibantu oleh pegawai wanita butik ini akhirnya aku bisa melepas gaun tersebut.
Pandangan Mas Dewa tertuju pada ku begitupun dengan Lia. "Sini Kanti!" Lia menepuk sofa di sampingnya. Dia seperti tidak sabar menanyakan bagaimana aku dan Mas Dewa bisa terlibat dengan pernikahan.
"So? Dewa atau Kanti yang mau jelasin ke aku." Aku dan Mas Dewa bertatapan.
"Kami akan menikah." Padat dan jelas ucap laki-laki yang mempunyai senyum semanis gula.
Lia memutar bola matanya malas, "I know. Tapi bagaimana bisa? Ceritakan detail-nya."
"Ayah dan ibu menjodohkan ku dengan Kanti. Dan kami akan menikah. Selesai." Jangan berharap Mas Dewa akan memberikan penjelasan yang rinci. Itu saja sudah termasuk kategori kalimat terpanjangnya.
"Kalian terlibat perjodohan? Bagaimana bisa?" Lia terus mencecar beberapa pertanyaan dan dijawab oleh Mas Dewa.
Aku? Hanya diam dan sesekali menimpali. Jika dilihat dari interaksi Mas Dewa dan Lia mereka sepertinya teman akrab. Sejauh selama mengenal Mas Dewa, dia hanya berbicara panjang dengan orang terdekatnya saja. Bahkan sampai sekarang intensitas percakapan ku dengan dia masih bisa dihitung jari.
Tapi ini jauh lebih baik canggung masih terasa tapi tidak se-ekstrem dulu.
"Jangan lupa berikan aku undangan kalian, awas kalau sampai tidak." Nada ancaman dilontarkan Lia. Pertama kali melihat wajah Lia, dia sekilas mempunyai wajah judes. Tapi tadi saat dia membantu ku memilih gaun dan mengeluarkan pendapatnya ternyata dia orangnya asik. Pepatah don't judge a book by its cover ada benarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Dewa
Romance[Mature Content‼️] Jodoh? pasti akan datang dengan sendirinya. Dijodohkan? itu nggak pernah terpikir di otak ku apalagi aku hanyalah gadis penurut, liat ibu melotot dikit aja udah takut. Tapi bapak pernah bilang, "witing tresno jalaran soko kulino"...