Bab 15

1.7K 47 0
                                    

Pagi ini suasana di rumah sangat ramai. Kami semua sedang mempersiapkan acara ijab yang sebentar lagi segera dimulai. Aku yang menjadi pusat perhatian dalam acara hari ini juga tidak kalah repot.

Hayu, sahabat ku sedari tadi sudah mondar-mandir mempersiapkan segala keperluan yang diperlukan. Memang kami sepakat untuk menyewa wedding organizer yang berarti tinggal duduk manis dan semua sudah siap. Tapi bukan keluarga ku namanya jika tidak repot kesana kemari.

"Makan dulu gih udah gue bawain soto ayam anget." Semangkuk nasi dan soto hangat sudah berada di tangan ku, wangi khas koya soto memasuki indra penciuman.

"Gue nggak bisa makan Yu rasanya nervous." Hampir saja mangkuk itu menyentuh meja tetapi langsung diambil oleh Hayu.

"Eitss nggak bisa lo harus makan, mau pas suami lo lagi ngucap ijab terus lo pingsan?" Perempuan di samping ku melotot dan mulai menyendok.

"Aaa mangap sini," Hayu ikut membuka mulutnya.

"Udah dikit aja." Aku mengambil tisu lalu mengelap mulut dengan hati-hati takut merusak riasan lipstick.

"Astaghfirullah baru juga sesuap, ini sebenernya tugas mbak WO yang itu tuh. Cuma karena gue tahu sifat lo yang kepala batu jadi gue ambil alih." Hayu tersenyum bangga.

"Udah ah kenyang banget nih." Aku mengelus perut ku mengisyaratkan bahwa aku sudah kenyang.

"Mau ngibul gue ya? Lupa sahabat lo ini otak encer?" Aku mengerucutkan bibir sebal.

Mau tidak mau Hayu kembali menyuapi ku sampai mangkuk tersebut kosong. Tidak lama kemudian ibu datang mengisyaratkan bahwa acara sudah dimulai.

Di ruangan berukuran 3 x 3,5m ini sudah disediakan oleh bapak televisi yang menghubungkan langsung ke ruang tamu tempat ijab sehingga aku bisa melihat prosesnya walaupun dari kamar.

"Sudah siap nduk?" Ibu duduk disebelah ku disusul Mbak Gladhis beserta keponakan ganteng, Jenar. Ibu mengambil tangan untuk digenggam.

Aku mengangguk. Detak jantung sudah tidak karuan, gugup, gelisah semua bercampur menjadi satu. Dalam hitungan menit saja status ku sudah berubah, aku akan menjadi istri.

Istri dari laki-laki yang sedang duduk tegap menjabat erat tangan penghulu. Mengucapkan dengan mantap tanpa ada rasa ragu sedikitpun. Suara ucapan syukur bersahut-sahutan memenuhi segala penjuru rumah.

"Sah."

Aku sudah resmi menjadi istri Mas Dewa.

"Alhamdulillah, anak ibu." Ibu memeluk ku sambil mencium wajah ku mulai dari kening hingga pipi.

"Samawa Kanti sayang, selamat menjadi istri dan ibu." Hayu ikut bergabung berpelukan.

"Alhamdulillah adeknya mbak udah sah sekarang. Sini kecup basah dulu." Aku terkekeh geli.

Air mata sudah menggenang di pelupuk mata, aku membalas pelukan dari tiga wanita yang amat ku sayangi ini. Sembari mengucap rasa syukur dalam hati.

"Yuk kita kesana." Tangan ku sudah digandeng oleh ibu dan Hayu.

Tidak terlalu banyak orang yang datang dalam proses ijab karena memang rencanannya undangan dikhususkan untuk acara resepsi.

Semua tatapan mata tertuju padaku seolah aku adalah sesuatu yang sangat langka, berharga, dan menarik. Ibu mengarahkan aku untuk duduk di samping Mas Dewa.

Di lain sisi, Dewa terperangah dengan pemandangan di sampingnya. Tidak pernah ia melihat makhluk bernama wanita secantik ini selain ibunya.

Kanti cantik. Sangat cantik. Ia sudah tidak bisa menahan lengkungan manis di bibirnya. Rasa syukur hinggap di hatinya memiliki istri secantik Kanti.

Mas DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang