Bab 10

1.4K 55 0
                                    

Akhirnya malam ini Mas Rion pulang setelah sekian purnama selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai pilot. Jenar menyambut kedatangan Mas Rion dengan semangat, bahkan tadi sore dia minta dimandikan katanya biar harum.

Mas Dewa juga masih ada disini sejak tadi pagi dan setia menemani Jenar seharian karena aku, ibu, dan Mbak Gladhis sedang berkutat di dapur. Setelah permintaannya yang ingin dipanggil "mas" mulai saat itu juga aku mengganti panggilannya. Ditemani bapak, Dewa sukses menjalankan peran ayah selama sehari.

"Sini jagoan papa," Mas Rion merentangkan tangannya menyambut kedatangan Jenar di gendongan Mas Dewa.

"Papapapa!" Anak itu tertawa riang seolah sedang mengobati rasa rindu ke ayahnya. Teringat dulu waktu bapak ada kerjaan di luar kota, aku menangis seharian karena ibu nggak terus terang. Baru setelah dijelaskan aku mulai tenang, memang cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya.

"Akhirnya suami ku pulang juga." Terbesit nada menyindir yang dilontarkan oleh Mbak Gladhis. "Kangen ya,"

Dengan mantap Mbak Gladhis menjawab, "Iya lah pake ditanya segala." Mas Rion juga langsung memeluk Mbak Gladhis. Happy family sekali ya pemirsa.

Setelah adegan teletubbies, berakhirlah kami semua di meja makan tentunya dengan masakan yang sudah dibuat oleh three musketeers sebutan yang dibuat oleh Mbak Gladhis beranggotakan aku, Mbak Gladhis, dan ibu. Ada-ada saja memang.

"Diambilin dong MASnya." Mbak Gladhis sengaja menekan kata "mas". Dia sudah tahu tentang Mas Dewa yang meminta ku memanggil dengan embel-embel.

"Hm, Mas Dewa mau yang mana? Sini aku ambilin." Aku meraih piring Mas Dewa dan mulai menyendok kan dua centong nasi. Gini-gini Mas Dewa porsi makannya banyak juga loh.

"Coba semuanya boleh kan?" Sejujurnya aku ingin tertawa melihat dia menatap ku seperti anak kecil yang sedang meminta izin.

Hati ibu merasa hangat melihat interaksi dari anak dan calon mantunya. Begitupun dengan bapak, perasaan hangat juga melingkupi hatinya.

"Boleh kok mas," aku tertawa pelan dan dibalas sunggingan senyum tipisnya.

Mas Rion membuat suasana di meja makan menjadi cair, ia menceritakan beberapa bulan ini tentang kesibukannya mulai dari harus bangun pagi sekali karena jadwal penerbangan yang mengharuskan. Bahkan hampir seharian tidak makan karena terlalu lelah.

Tapi Mas Rion justru senang melakukan semua itu karena pada dasarnya pekerjaan menjadi pilot memang passionnya. Aku pernah dengar apabila kita bekerja sesuai dengan kemauan kita, walaupun lelah itu semua tidak berarti.

Sejak dulu aku memang suka menulis. Bahkan buku diary di rumah sudah cocok untuk di jual saking banyaknya. Menulis itu menyenangkan, serasa kita bercerita tanpa harus melibatkan orang.

Maka dari itu waktu sma aku sudah menyusun rencana untuk masuk jurusan sastra tapi semua terpaksa batal karena keinginan ibu. Ibu ingin aku lebih mengenal tentang desain interior.

Aku bingung padahal ibu tahu aku tidak handal dalam dunia menggambar tapi ibu memaksa. Akhirnya berbekal buku dan media sosial, bisa dibilang aku ngebut mempelajari semuanya setidaknya aku punya sedikit skill.

Ya begitulah, di awal tahun aku sedikit terseok-seok karena memang jurusan itu sangat melenceng dengan yang ku mau, bahkan setiap malam aku selalu menangis dan tidak seorang pun tahu kecuali diri ku sendiri. Tapi dukungan dari teman-teman dan keluarga terutama ibu, akhirnya aku menjadi sarjana beberapa bulan lalu. Sekarang gelar S.Ds tersemat di belakang nama ku.

-----

"Sudah berapa persen persiapan acara kamu sama Kanti nak Dewa?" Bapak menyeruput kopi buatan ibu.

Mas DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang