[Mature Content‼️]
Jodoh? pasti akan datang dengan sendirinya.
Dijodohkan? itu nggak pernah terpikir di otak ku apalagi aku hanyalah gadis penurut, liat ibu melotot dikit aja udah takut.
Tapi bapak pernah bilang, "witing tresno jalaran soko kulino"...
Hari ini Mas Dewa akan mengajak ku pergi melihat gaun pengantin, rencananya kami akan pergi setelah sarapan ternyata Mas Dewa harus ke restorannya dulu karena ada kendala di sana. Terpaksa kami memundurkan jadwal menjadi siang ini.
Aku sudah bersiap-siap dengan setelan kaos rajut berwarna hitam yang ku padukan dengan celana jeans dan tidak lupa pinkpump shoes paksaan dari Mbak Gladhis.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sederhana tetapi tetap nyaman dan stylish. Setelah ku rasa rapi, aku pun turun menuju ruang tamu dan di sana sudah terdapat ibu dan Jenar.
"Cantik banget nduk," aku tersenyum malu menghampiri ibu.
Harum parfum cabaret merah menyerbak memasuki indra penciuman ibu. Jenar yang juga ikut merasakan harumnya, menggoyangkan tubuhnya untuk mendekat kepada ku.
"Sini onti gendong." Aku mengambil Jenar dari gendongan ibu dan langsung ditanggap cepat oleh anak kecil satu ini.
"Mas mu sudah perjalan kesini?" Ibu sudah tahu tentang Mas Dewa yang ingin dipanggil dengan sebutan "mas".
Dan ibu bahagia, katanya hubungan kami maju selangkah lebih dekat. "Udah bu. Mungkin masih di jalan." Ku cium seluruh wajah Jenar yang berbau khas anak bayi. Sampai sekarang aku masih bingung mengapa bau anak bayi selalu harum dan tahan lama.
"Nanti malam ibu sama bapak mau pergi ke kondangan anaknya Pak Faruq. Mbak mu sama Mas Rion katanya mau kemana gitu." Aroma-aroma tidak enak mulai tercium.
"Mbak mau nge-date dong biar kayak anak gaul. Jadi...mbak titip si itu ya." Lirikan Mbak Gladhis mengarah ke anak kecil di pangkuan ku.
Tuh kan apa ku bilang. Ritual setiap Mas Rion pulang aku pasti menjadi babysitter dadakan, udah kayak tahu bulat aja.
"Boleh aja sih, tapi jangan lupa semua di dunia ini nggak ada yang gratis ya mbak," ku bentuk tangan ku seperti gaya meminta uang. "Beda bulan beda tarif."
Mbak Gladhis melotot, "Mana ada, tarifnya tetep sama kayak bulan lalu." Ia melipat tangannya seperti tidak terima.
"Ya udah kalo gitu." Ku angkat kepala ku seperti jual mahal. Benar kan? Nggak ada yang gratis, bayar shopeeaja ada biaya adminnya.
Saat Mbak Gladhis ingin menjawab, terdengar suara mobil Mas Dewa. "Udah-udah kok malah ribut. Kanti nanti malem jaga Jenar, Gladhis juga ngikut tarif yang dikasih Kanti." Ucap ibu final.
Aku tersenyum menang, tatapan tajam dilayangkan Mbak Gladhis. "Jenar gendong titi dulu ya." Aku menaruh anak itu di pangkuan ibu.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu terdengar, ku langkahkan kaki ku untuk membuka pintu menyambut seseorang yang sedang ditunggu-tunggu.
Saat pintu terbuka, suguhan wajah tampan nan manis menjadi hal pertama yang ku lihat. Ku persilahkan Mas Dewa masuk tentunya dengan senyum semanis mungkin.