Bab 13

1.2K 43 0
                                    

Waktu berlalu semakin cepat tanpa disadari tinggal dua minggu lagi aku dan Mas Dewa sah menjadi sepasang suami istri. Segala persiapan menjadi jauh lebih matang berkat bantuan Hayu.

Dia yang paling aktif membantu jika Mbak Gladhis sedang repot karena harus mengurus Jenar dan bayi gedenya, Mas Rion.

Hari ini rencana ku akan menemani Hayu ke pesta pernikahan temannya yang ada di Semarang. Kami berangkat pagi sekali karena Hayu ingin melihat proses ijab. Padahal lewat tol tidak memakan waktu sampai dua jam, tapi entah mengapa dia sangat ngebet ingin berangkat pagi.

"Ayo buruan!" Serunya ketika aku berjalan santai, toh ini juga masih jam enam pagi. Dan acara ijab dimulai jam setengah sepuluh. Keterlaluan memang si Hayu.

"Ini masih pagi Yu, santai aja, urat lo tegang semua nih."

Hayu menggeleng, "Nggak bisa Kan, posisi gue penting banget di sana."

Penting apanya, petugas bagian habisin makanan iya. Lagian tumben sekali Hayu semangat mendatangi acara seperti ini, biasanya kasurnya jauh lebih attractive.

Kami berangkat setelah acara adu otot, selama diperjalanan Hayu mengoceh tentang tempat yang ia ingin kunjungi di Semarang.

"Gue nanti mau wiskul di sana ah! Nasi gandul, soto bangkong." Nah kan! Hayu itu ke Semarang nggak tulus cuma ke kondangan aja tapi ada maksud lain.

"Bilang aja pengen berangkat pagi biar bisa jalan-jalan di sana." Aku mendengus.

"Nggak! Nggak salah lagi maksudnya."

Kebiasaan. Ngomong-ngomong tentang Hayu, kami memang sudah bersahabat sejak sekolah dasar. Tapi awalnya kami hanya sebatas pem-bully dan korban.

Berjalannya seiring waktu, sekarang kami seperti perangko. Nggak bisa terpisahkan. Kalau disitu ada aku pasti ada Hayu begitupun sebaliknya. Tapi sekarang Hayu sudah insaf, katanya waktu itu dia khilaf.

"Lo udah pamitan sama mas suami kan?"

"Belum suami ya. Tapi gue udah pamit kok dan dibolehin." Hayu mengangguk, tangannya sibuk mengganti channel radio.

"Eh ngomong-ngomong nih, kemarin gue denger kabar si Izhar udah balik dari Amsterdam."

Aku hanya terdiam. Izhar. Laki-laki yang pernah menjalin hubungan dengan ku hampir tiga tahun. Kami putus karena dia mendapat tawaran kerja di sana selain itu kami juga tidak bisa hubungan jarak jauh.

Izhar adalah pacar sekaligus mantan pertama dan terakhir ku, karena sebelumnya aku tidak pernah berada di suatu hubungan. Dan setelah putus dengan dia, aku belum berniat menjalin hubungan serius hingga perjodohan ini datang.

"Kenapa balik?"

"Mana gue tahu, kangen lo kali." Ceplos Hayu yang membuat aku terpaksa menabok tangannya.

"Aw sakit!" Dia mengelus tangannya. "Tapi lo putus baik-baik kan?"

Aku mengangguk, "Iya lah, gue gak suka hidup dengan bayang-bayang masa lalu yang belum selesai."

"Pinter. Kalau gini, lo kan tinggal fokus sama masa depan tuh bareng mas suami."

Memang benar, jika kita ingin melangkah ke masa depan selesaikan dulu masalah yang ada di masa lalu. Apalagi yang menyangkut tentang sebuah hubungan.

Setelah itu hening, aku yang mengantuk akibat ulah Hayu yang meminta berangkat pagi dan Hayu yang fokus menyetir.

-----

Memasuki Kota Semarang aku dibangunkan Hayu. Jujur ini kali kedua aku mendatangi Kota Atlas, jadi aku sedikit ndeso karena terakhir berkunjung kesini tiga tahun yang lalu.

Mas DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang