Banyak yang beranggapan kalau reaksi ku dalam menyikapi Dewa sangat kampungan, gimana nggak kampungan kalau dia aja bisa dibilang laki-laki dewasa yang tampangnya mateng banget. Bagi kalian yang belum tahu perbedaan umur ku dan Dewa bisa dikatakan lumayan--6 tahun. Ya 6 tahun, lumayan kan.
Tentang acara malam minggu kemarin dengan Dewa bisa dikatakan gagal. Gimana nggak gagal, dia yang ngajak, di juga yang kaku. Sepanjang kami jalan berdua Dewa diam dan hanya menanggapi celotehan ku dengan seadanya. Garing. Kaya kerupuk.
Hari ini agenda ku cukup padat, Hayu mengajakku untuk menemaninya seharian karena dia sedang galau. Dia memang belum tahu tentang perjodohan ku ini tapi bisa ku tebak reaksi Hayu nggak mungkin biasa aja pasti lebay bin alay.
"Bu hari ini Hayu ngajak Kanti keluar. Boleh ya bu?"
"Iya boleh. Emang kalian mau keluar kemana?" Ibu mengaduk adonan kue dengan semangat tidak lupa dengan layar ponsel yang terus menampilkan seseorang juga mengaduk adonan kue.
"Katanya mau muter-muter," Aku membantu ibu menyiapkan loyang dengan ku lapisi mentega dan tepung agar tidak lengket.
"Ya sudah. Kapan keluarnya?"
"Nanti malem bu,"
Ibu mengangguk kan kepala dan mulai menaruh adonan yang sudah jadi ke loyang. Sejak dulu ibu memang suka memasak daripada membuat kue, tapi akhir-akhir ini ibu sedang excited mencoba resep kue dari YouTube.
Ku buka kulkas untuk memindai cemilan apa saja yang ada di dalamnya. Aku meraih pudding coklat buatan Mbak Gladhis padahal dia membuat ini untuk Jenar. Tapi meminta sedikit nggak dosa kan?
"Papaaaaaa"
Baru saja ku dudukkan pantat ku di sofa tangisan Jenar menggelegar membuat seisi ruangan mendengar tangisan merdu dari bocah kecil itu.
Mbak Gladhis duduk di sampingku dengan raut yang tidak bisa dijelaskan, keruh. Ditambah lagi muka merah anaknya sungguh pemandangan yang sangat indah.
"Kenapa mbak? Sini sama onti," aku meletakkan pudding coklat ku di atas meja dan mulai menggerakkan tangan mencoba menggendong anak itu.
Jenar tetap menangis dan meraung-raung seolah dia adalah manusia yang sangat tersakiti. "Loh kok malah tambah nangis sih anak ganteng," helaan napas Mbak Gladhis terdengar berat.
"Biasa kangen papanya,"
Ibu datang dari arah dapur dengan serbet di pundak kirinya, "Udah telpon papanya?"
Mbak Gladhis mengangguk "Udah bu, Mas Rion baru bisa pulang lusa untungnya setelah ini agak libur lumayan panjang jadi bisa temu kangen sama ini nih, anaknya."
Ibu hanya ber-oh ria dan menenangkan Jenar. "Habis ini ikut titi ya," dan ya raut muka Jenar langsung berubah ceria tidak semendung tadi.
Anak itu mengerjapkan matanya lucu seolah dia setuju saja dengan ajakan neneknya. Mbak Gladhis mengusap bekas air mata Jenar dengan lembut sambil mengecup puncak kepalanya.
"Mau gak cil?" Aku menyodorkan pudding yang sempat teranggurkan dengan gerakan memutar seolah menghirup wangi coklat pudding.
"Eh itu punya mbak ya dek, kok diambil sih?" Mbak Gladhis mencoba mengambil pudding buatannya tapi terhalang Jenar.
"Minta sedikit, dikit kok cuma secuil,"
"Nggak. Gak ada, bikin sendiri sana." Mangkuk pudding itu sudah berpindah ke tangan Mbak Gladhis. "Pantesan setiap mbak bikin sesuatu ditinggal bentar pasti langsung ilang, ternyata kamu orangnya."
Aku mengerucutkan bibir sampai 5cm dan berdiri sambil menghentakkan kaki ku. Mode ngambek ceritanya. Ku langkah kan kaki ku menuju kamar.
"Hah minta dikit aja masa nggak boleh,''
Perhatian ku teralihkan dengan suara notif ponsel ku, eh Dewa?
From : Dewa
Sibuk?
Jangan berekspetasi tinggi dengan Dewa, dia memang seadanya dan nggak pernah mau ribet. Buktinya waktu acara malam minggu ku dengan dia, dia tidak repot menanyakan lagi aku mau makan dimana saat jawabanku "terserah". Tiba-tiba mobilnya terparkir manis di depan warung lesehan.
Aku mengetikkan dengan singkat, padat, dan jelas juga.
To : Dewa
Nggak. Ada apa?
Oke bagus. Aku menjawab pesannya tidak ada 5 menit tapi dia menjawab pesan ku 15 menit kemudian. Aku juga bisa ya.
From : Dewa
Saya lapar. Mau makan dimana?
Yang ku suka dari sifat Dewa adalah to the point.
To : Dewa
Sate kambing enak, ayo sate kambing.
Aku menunggu balasan dari Dewa tapi sepertinya laki-laki itu tidak berniat membalas. Dasar. Ku baringkan tubuhku dengan memeluk guling. Aku tidak ingat kapan aku terlelap tapi suara ketukan pintu yang beruntun membuat aku terpaksa membuka mata.
Dengan langkah gontai ku buka pintu dan kaget melihat wajah ibu serta tangan menggantung seperti ingin mengetuk lebih keras lagi.
"Cepet siap-siap ada Dewa di bawah, dia udah nunggu lama Kanti." Ibu mengomel dengan meninggalkan kamarku.
Sigap dan cepat aku masuk kamar dan mulai mengganti baju.
-----
Kami sampai di depan warung sate kambing yang terkenal di Solo, "Sate Kambing Pak Manto". Langganan bapak kalau sedang ingin makan sate, biasanya setiap dua bulan sekali bapak mengajak sekeluarga untuk menikmati sate kambing disini.
Saat sedang menunggu pesanan, aku melihat Dewa yang sesekali menatap ku tanpa sungkan, aku yang merasa diperhatikan menoleh.
"Ada sesuatu di wajahku?"
Dia hanya menggeleng dan tersenyum tipis lalu meneguk minuman kesukaannya, es jeruk.
Pesanan kami pun datang, aku yang melihat sate kambing berjejer membuat air liurku semakin tidak tertahan. Aku makan sangat lahap dan lupa di depan ku ada laki-laki yang melihat dengan geleng kepala.
"Pelan Kanti, ini masih banyak," dia menaruh beberapa tusuk sate ke piring ku dan mulai kembali fokus dengan piringnya.
Aku yang melihat itu hanya tersenyum malu. Dasar liat makanan dikit aja langsung kalap. Setelah semua sate di piring habis tidak tersisa, aku baru bisa bernafas dan sadar bahwa aku makan terlalu banyak.
Dewa melihatku dengan senyum mengembang, dia meraih tissu dan mulai mendekat ke arahku. Jantung ku berdebar, kenapa lagi dia. Tissu yang dia pegang menempel di sekitar bibir ku.
"Ada bumbu sate yang nempel,"
Setelah dia rasa bumbu sate yang menempel di sekitar bibir ku hilang, dia tidak menjauhkan tangannya tapi seperti sedikit menekan bibir ku ke bawah.
Oh God! Perut ku seperti ada kupu-kupu yang berterbangan.
"Beautiful"
Aku pingsan.
Tapi boong.
Gak ada yang kuat gendong :(
-----
Happy reading ya semua
Ti amo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Dewa
Romance[Mature Content‼️] Jodoh? pasti akan datang dengan sendirinya. Dijodohkan? itu nggak pernah terpikir di otak ku apalagi aku hanyalah gadis penurut, liat ibu melotot dikit aja udah takut. Tapi bapak pernah bilang, "witing tresno jalaran soko kulino"...