19. Sunat

81 1 0
                                    

Sebenarnya aku takut disunat tapi teman teman mengejekku maka aku memberanikan diri untuk minta disunat. Aku pun melihat kesibukan yang luar biasa di rumahku. Orang tuaku mengadakan pesta yang menurutku terlalu berlebihan. Tenda yang bagus.  Juga disediakan semacam  pelaminan tempatku duduk menerima tamu.

Jam 12 siang nanti, dokter yang menyunatku akan datang. Aku mengalami ketakutan yang luar biasa. Aku tak kuasa menahan rasa takut. Aku pun mengendap -endap untuk pergi dari rumah. Ketika sampai di suatu tempat aku menemukan tumpukan padi pada sebuah lumbung, entah milik siapa. Aku bersembunyi di situ. Aku mendengar suara ibu, ayah dan beberapa orang yang memanggil- manggil namaku." Afif...pulang, Nak. Dokternya SDH memunggu dari tadi. Afif..Afif..." Suara ibuku semakin melemah hingga tak terdengar lagi.

Suara adzan membangunkanku. Ya Allah..aku tertidur di sini. Kuusap pipiku yang basah oleh air mataku. Perutku terasa lapar. Aku pun memberanikan diri untuk pulang. Ibu menyambutku tanpa ekspresi. Aku dimandikan, didandani dengan baju Koko dan sarung yang bagus kemudian didudukkan di pelaminan. Beberapa tamu menyalamiku dan memberikan amplop berisi uang. " Wah.. ganteng sekali pengantin sunatnya." Celoteh salah satu tamu sambil mengelus -elus rambutku. Aku minta maaf pada Ibu dan Ayah. Dengan penuh kasih mereka menjawab," Yang penting acara pesta lancar, sayang. Sunatnya menunggu kalau kamu sudah siap saja."

PENTIGRAF  (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang