- Pertemuan -

1.9K 275 286
                                    

Pagi itu hujan turun sangat deras, membuat siapapun betah di dalam dekapan selimutnya, termaksud seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang kini masih mendekapkan tubuhnya agar tetap hangat.

Meski sedari tadi alarm ponselnya terus saja berdering, dia tetap tidak ada niatan untuk bangun, seakan selimut dan kasurnya mempunyai magnet tersendiri.

Tapi, semua itu ditepis ketika seorang wanita membuka pintu kamarnya sambil membawa sapu, sontak dia bangun dengan mata dipaksa untuk melotot.

"Astagafirullah, Relly! Sudah jam berapa ini, Nak? Kamu nggak sekolah?" tanya wanita itu.

"Sekolah Mah, tapi masih ngantuk."

Tanpa basa-basi wanita itu maju dan melayangkan sapu yang dibawa kepada Relly, gadis itu meringis kesakitan tak kala mendapat pukulan dari sang Ibu.

Dengan langkah seribu dia mengambil handuk dan mandi daripada dia harus merasakan pukulan dari sang Ibu lagi.

"Mandi cepat terus sarapan!" teriak Ibunya.

Gadis itu sudah selesai mandi, dia sudah rapi dengan seragam sekolah dan juga ransel di punggungnya, kini dia keluar dari kamar tapi, tidak untuk sarapan dia langsung pamit ketika melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7:10.

"Mah, Relly berangkat dulu, Assalamualaikum."

"Loh nggak sarapan, Nak?"

"Nggak usah, udah telat ini."

Sang ibu hanya menghela nafas melihat anak semata wayangnya itu berlari menerobos hujan yang sudah tidak lagi deras.

Dia menunggu bus seperti biasanya, hari ini dia beruntung sebab hujan akan menjadi alasan dia terlambat pada guru piket di depan meja kantor guru nantinya.

Dengan segera gadis berambut panjang hitam legam itu naik kebus saat bus itu sudah berhenti tepat di depannya.

"Haaaa gue benci sama hujan," gumamnya pelan sambil melihat ke arah luar.

Suasana kota Makassar masih seperti biasa saat hujan, akan banyak anak-anak yang membawa payung sembari menawarkan diri sebagai ojek payung yang hanya di upah 2 ribu rupiah.

Relly masih bersyukur, sebab dia lahir dari keluarga yang berkecukupan dan apapun yang dia mau selalu diberikan oleh kedua orang tuanya.

Bus yang tadi melaju sudah berhenti tepat di depan halte SMA 10 Makassar, salah satu sekolah elite yang berisikan murid pintar pindahan dari luar kota atau bahkan dari sekolah lain di kota Makassar.

Gadis itu turun, menghirup udara segar setelah hujan, daun masih basah namun terlihat cantik pagi itu.

Dia menyebrangi jalan, tepat di depan sana sebuah sekolah negeri berdiri megah dengan fasilitas yang sangat lengkap.

Senyum di wajahnya selalu mengembang tak kala melihat keempat sahabatnya di depan pagar sedang menunggu kedatanganya.

Mereka adalah Joy, Ten, Sana, Yerina dan juga Yuta. Kita akan berkenalan dengan mereka nanti setelah membahas tentang Relly tentunya.

Ok kembali pada Relly!

"Nah, ini dia orangnya udah datang," ujar Ten ketika melihat sahabatnya itu muncul sembari tersenyum dengan wajah tanpa dosa.

"Mentang mentang hujan datangnya telat," timpal Joy.

"Hehehe maaf sayangkuh, hayuk masuk."

Mereka kemudian masuk bersama, siapa yang tidak mengenal lima manusia itu di sekolah ini, terlebih Relly adalah kekasih dari seorang ketua tim basket sekolah itu.

Qalifa [Qian Kun] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang