Prang! Prang!
Castle mengamuk di dalam kamarnya, beringas habis-habisan, melempar semua barang. Dia masih ingat percakapan kemarin.
"Aku tidak masalah jika kalian membenciku. Bukannya sudah maklum kalian marah padaku? Seseorang menipu dan mempermainkan kalian, aku memahaminya. Tapi, jangan melewati batas. Apa jadinya tadi aku betulan ketabrak? Kau mau menghabisi sisa umurmu di penjara, Kak Castle?"
Melempar keyboard, Castle menghancurkan komputernya, terduduk dengan muka merah menahan marah.
"Bagaimana bisa...! Bagaimana bisa dia malah mengkhawatirkanku daripada dirinya yang nyaris tertabrak mobil?"
Ketimbang dikatakan dendam karena telah membohonginya, Castle justru lebih mencemaskan psikologi mental kaptennya. Apalagi dia masih SD. Tekanan berat seperti ini... akan memberi pengaruh yang besar padanya.
"Kau, sejujurnya peduli pada Kapten, kan?" Seseorang berkata di balik celah pintu kamar.
"Sokeri, kah... Apa maumu? Kau tidak menguntit Northa seperti biasa?" balas Castle sarkas.
"Oh, ayolah, Castle. Daya tarikku terhadap Northa memang besar, tapi setelah mengetahui fakta hebat ini, bukankah menyenangkan jika aku juga dekat dengan Kapten? Kau mengkhawatirkan mentalnya yang tak mencerminkan umur anak-anak seusianya. Hal seperti itu terkadang diakibatkan kekerasan rumah tangga atau kekerasan pada anak. Bukan begitu? Kau khawatir Kapten akan mengalami depresi atas masalah keluarganya dan memilih game online sebagai tempat pelampiasan."
Castle diam. Sialan, Sokeri menebaknya.
"Tapi caramu itu salah," kata Sokeri menerawang. "Dengan membuatnya terlibat kecelakaan lalu lintas, apakah itu akan memicu rasa takutnya? Tidak, kan? Kau lihat sendiri, Kapten bahkan tidak gemetar sedikitpun seolah memang sudah mengetahui soal mobil tersebut. Anak itu sudah terbiasa memperhatikan sekelilingnya."
"Ck, kau datang kemari hanya untuk menasehatiku?"
"Tidak juga, sebaliknya, aku mendukung idemu." Sokeri tersenyum, beralih bersandar di dinding. "Aku memintamu untuk melakukannya lebih halus, tidak sampai menyakiti."
"Lebih halus?"
"Aku dan Dien sama-sama menyukai anak kecil. Tentu saja kami hapal gelagat mereka. Tapi untuk Kapten, aku tak bisa menelaahnya. Seakan ada orang dewasa terjebak di tubuhnya."
"Dan itulah—"
"—yang membuat kita marah, aku tahu," sela Sokeri. "Kapten tidak tahu betapa berbahayanya berurusan dengan orang dewasa yang jahat karena dia selalu percaya diri pada situasi apa pun. Ironisnya, karena sifatnya yang positif itu tim kita selalu menang."
"Memang benar."
"Itulah tugasmu mulai sekarang, Castle. Kau bisa minta bantuanku atau Hermit kala kau kesusahan."
"Tugasku?"
"Yeah. Buat Kapten sadar akan umurnya. Kali ini, gunakan cara yang lebih lembut. Hanya kau satu-satunya di Marmoris yang mampu mengimbangi Kapten. Kita akan bekerja sama."
.
.
Seminggu kemudian.
"Dengan berlalunya bulan oktober, proses pembelajaran dini hari diakhiri. Kalian semua bisa datang sesuai jadwal biasa. Untuk anak kelas 6, sebentar lagi kalian akan ujian akhir. Ibu harap kalian belajar dengan giat di rumah. Kurangi bermain."
"Paham, Buk Prateek."
"Kalian boleh pulang. Ah, Ram, jangan lupa kumpulkan minggu kemarin. Ibu tunggu di kantor."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] MARMORIS
ActionMARMORIS. Guild nomor satu di game yang sedang mendunia. Tidak ada yang bisa menggeser posisi mereka. Tidak ada yang bisa mengalahkan member dari guild itu. Apalagi kapten dari guild MARMORIS player dengan reputasi tinggi yang pernah ada. Rasa iri t...