Besoknya.
Aku menerima lembar ulangan matematika. Ada nilai 96 di sana. Wow.
"Ibu tidak tahu lagi sebenarnya sudah sampai mana otakmu meresap pelajaran. Materi itu padahal baru Ibu ajarkan minggu lalu." Beliau memijat pelipis. Pusing aku terlalu pintar atau curiga aku berbuat curang saat repitisi. "Kembalilah ke kursimu."
Aku menghela napas, menyurukkan kertas tersebut ke tas. Hmm, pamer ke Mama bakal dapat apa, ya? Mengingat aku jarang sekali meminta sesuatu.
"What's wrong, dude? Wajahmu kenapa? Habis syuting aksi?" bisik Billy sarkas. Ingin kujitak sumpah.
"Enyahlah, Bil. Aku lagi gak mau canda-candaan samamu," kataku tak baku.
"Eh, hei, kau rada aneh setelah dibawa anak sultan kemarin. Lemas gitu. Jangan bilang dia melakukan sesuatu padamu?"
"Ngomong sekali lagi bedak ungu memolesi wajahmu." Aku berkata datar.
"Apa sih, sensitifan banget. PMS, huh?"
"Oh yeah! Irritable male syndrome! Kenapa tanya, hah?!" balasku ketus, membuka acak buku.
"Irri... Apa? Hei, kau belajar bahasa planet dari siapa coba! Gak ngajak-ngajak," katanya ikut-ikutan tak baku. Dasar generasi copy paste.
Aku menepuk dahi.
Untunglah bel pulang berbunyi kala aku benar-benar nyaris meledak marah. Luapan emosi memenuhi rongga dada. Tentang Marmoris yang mengetahui sifat Ayah, tentang penembak misterius yang masih mengincar Marmoris, atau tentang Marmoris yang ingin aku bersikap anak-anak normal.
Pekerjaanku sebagai ketua kelas sudah selesai, jadi aku bisa langsung pulang. Ngegame sampai sore boleh juga menyemangati jiwa raga. Sudah lama tidak maraton event.
"Ketua kelas!" Anno berseru.
Aku menoleh. "Apa?"
"Kumohon, tolong pinjamkan aku kamus bahasa Inggris buatanmu!"
"Lah, untuk apa?" Seingatku seminggu ke depan tidak ada janji ulangan bahasa Inggris deh. Aku selalu siap siaga soal jadwal.
"Aku mudah memahami materi berkat ringkasanmu, ketua kelas. Lihat ini!" Anno memamerkan ulangan matematikanya tadi, nilai 89. "See? Sebelumnya aku hanya dapat nilai 60-an. Tapi semenjak kau meminjamkan harta karun itu aku bisa memperbaiki kelemahanku."
"Well, aku tidak keberatan sih." Aku mengeluarkan kamus bahasa Inggris karyaku sendiri. "Tapi itu tidak selengkap buku kamus official. Aku hanya—"
Anno memotong dengan menyambar kamusku. Wajah berbinar-binar. "Aku lebih percaya kamusmu, ketua kelas! Ini membuatku pintar!"
"Oi, bisakah kau berhenti memanggilku ketua kelas? Di luar panggil aku Ram saja."
"Ketua kelas kan ketua kelas kami. Apa yang salah?" sahutnya polos. Tidak mengerti maksudku. "Sampai jumpa besok, ketua! Akan kujaga baik-baik hartamu!"
Aku berkacak pinggang. Bermonolog. "SMP nanti aku janji takkan mengajukan diri jadi ketua kelas. Profesi melelahkan. Ng?" keningku bertaut tidak menemukan lembar ulangan harianku. "Rasanya sudah kumasukkan deh."
Kusapu pandangan ke tanah, mungkin jatuh. Atau salah letak kali, ya?
"96 untuk matematika, hmm?" Suara familiar menyapa. "Betapa pintarnya kapten kita. Pantas saja Marmoris bisa menang berturut-turut."
Aku membalikkan badan. Seketika tersedak.
Mangto menyengir memegang kertas ulanganku yang terbang dibawa angin ketika mengambil kamus untuk Anno. Lengkap dengan anggota elit Marmoris yang habis pulang sekolah/kerja.
![](https://img.wattpad.com/cover/240383987-288-k520955.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] MARMORIS
ActionMARMORIS. Guild nomor satu di game yang sedang mendunia. Tidak ada yang bisa menggeser posisi mereka. Tidak ada yang bisa mengalahkan member dari guild itu. Apalagi kapten dari guild MARMORIS player dengan reputasi tinggi yang pernah ada. Rasa iri t...