"CLANDESTINE BRENGSEK!" Menas beringas, meninju brutal cermin di dinding, gemetar menahan marah.
Bayangkan, perasaan telah dikalahkan di dunia maya kini dia juga merasakannya di dunia nyata. Melawan seorang bocah SD ingusan? Bahkan bocah itu mampu menjebloskannya ke penjara. Harga diri Menas amat terluka. Ini tidak adil.
Bagaimana bisa Menas membiarkan dirinya kalah oleh anak kecil? Seharusnya Menas tahu, bahwa Clandestine super hati-hati. Kenapa Menas melupakannya?! Dasar bodoh. Ditertawakan oleh anak-anak. Menas sangat malu.
"Tahanan nomor 4194. Ada tamu untukmu. Waktumu hanya 15 menit." Sipir berkata sembari membukakan pintu sel Menas.
Menas mengernyit. Tamu? Menas tidak ingat mempunyai kenalan. Keluarganya mencampakkannya. Itulah mengapa Menas frustasi dan mencari pengalihan dari kesedihan, tapi malah makin stress karena terus kalah oleh Marmoris.
Seorang sosok mengenakan blazer panjang berwarna biru, topi capulet merah ala luar negeri, sepatu hitam hak tinggi dengan stoking fishnet, dan sarung tangan transparan sampai ke siku. Penampilannya amat menggoda.
"Maafkan aku, Tuan Sipir Terhormat." Bibir merah pekat sosok itu bergerak.
Menas menelan ludah. Kalau saja situasinya baik, dia seksi sekali. Namun suasana sekarang mengatakan hal sebaliknya.
Sosok itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Tapi kurasa 15 menit tidak cukup," lanjutnya menyeringai.
Dor! Menas langsung terduduk demi melihat kepala sipir itu berlubang oleh peluru. Tergeletak mati di depannya. A-apa yang barusan dia lihat? Sosok itu membunuh seseorang.
"K-kau adalah..."
"Aku akan memberimu satu kesempatan lagi, Menas." Mengerikan sekali seringai wanita misterius itu, meski wajahnya tak tampak. Menas pun dibuatnya tak berkutik. "Hancurkan Marmoris. Aku akan memberimu pengarahan."
Menas mengangguk patah-patah. Wanita ini sudah terobsesi akut! Dia sakit jiwa! Bagaimana bisa dia sesantai itu setelah menembak mati manusia?!
"Tapi..." Dia jongkok, tersenyum miring. "Jangan ganggu Clandestine. Jangan sentuh dia. Bersyukurlah kau tidak berakhir seperti sipir malang itu atas tindakanmu terakhir kali."
Lagi, Menas mengangguk takut.
"Clandestine adalah milikku. Hanya aku yang boleh memainkannya."
*
Kriing! Bel pulang berbunyi. Wajah kusut seisi kelas seketika berubah cerah gemilang seakan menang lotre.
"Baiklah anak-anak, pelajarannya cukup sampai di sini. Baca kembali di rumah. Silakan pulang dengan tertib," tutup Buk Prateek mengembuskan napas lelah.
Aku menyandeng tas—ingin menyusul Billy nan lari secepat angin keluar kelas—tapi tertahan melihat Buk Prateek. Sepertinya beliau akan kerepotan membawa buku PR teman-teman.
Bantu tidak, ya? Bantu sajalah ya. Mumpung mengisi waktu. Cepat pulang pun tidak ada gunanya. Mama pergi kerja.
Aku melengos ke depan kelas, membuyarkan lamunan beliau. "Permisi, Buk, mau saya tolong bawa ke kantor?"
Buk Prateek tersenyum. "Kau perhatian sekali, Ram. Terima kasih."
Dan begitulah. Kami berdua pun jalan berbarengan mengangkut kumpulan buku tugas. Yeah, aku sudah sering melakukan ini. Jadi aku terlatih dengan baik.
"Ngomong-ngomong, Buk, bagaimana tentang beasiswa saya?"
Inilah yang kuincar. Aku tak menolong beliau cuma-cuma. Aku perlu timing pas untuk melontarkan pertanyaan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] MARMORIS
ActionMARMORIS. Guild nomor satu di game yang sedang mendunia. Tidak ada yang bisa menggeser posisi mereka. Tidak ada yang bisa mengalahkan member dari guild itu. Apalagi kapten dari guild MARMORIS player dengan reputasi tinggi yang pernah ada. Rasa iri t...