4

612 128 66
                                    

Game over. You death.

Aku melepaskan tangan dari keyboard (sebelum benda itu rusak terpukul olehku), berdecak, mencoba sabar.

Inilah sebabnya aku tidak mau main warnet. Aku tidak bisa toxic atau mengumpat di sini. Ada banyak manusia melihat. Wah! Bukankah itu Ram dari SD Trick? Dia ternyata seorang gamer! Tidak disangka! Itu yang akan terjadi. Aku sedang meramal masa depan.

[Kapten, kenapa sih tidak pakai akun utama aja?] celetuk Hermit. Anak ini member kedua teraktif setelah Mangto. Walau skill-nya masih kurang, dia sangat membantu sekali tiap pemain terluka atau butuh bantuan. [Kan bisa mudah teleponan di guild.]

Oke. Lebih jelasnya aku punya dua akun. Satu akun utama (Clandestine) di guild MARMORIS tentunya. Satu lagi akun cadangan (Destiney), solo namun masih berhubungan dengan anak-anak di guild. Aku memberitahu alasanku membuat akun itu buat jaga-jaga jika suatu hari aku lupa password atau lagi malas memainkan akun Clandestine.

[Menurutku, itu terserah Ketua hendak memakai akun yang mana. Toh, yang main kan tetap Ketua.] Aduh, Mangto, aku jadi malu kau puji terus.

"T-tapi aku kalah lho," gumamku patah merapikan anak rambut, melirik ke sekeliling. Asyik, tidak ada yang sadar ada anak-anak di sini. Syukurlah.

[Kapten kalah karena menolongku.] Castle bersuara. Nah, anak yang satu ini member pendiam tapi otaknya amat pintar. Mungkin lebih pintar dariku. Castle posisi peretas terbaik di game Runic Chaser.

"Ah tidak apa, Castle, yang penting tim kita menang." Aku menyengir. Selama bisa menang, tidak masalah aku mati terbunuh oleh pemain lain.

[Kapten, kau keren sekali. Pengen deh ketemu Kapten.]

"Hahaha, terima kasih... Tunggu, apa?" Aku tersentak.

[Benar juga.] Mangto terpincut. [Karena tim kita menang, bagaimana kalau kita meet up dan makan-makan? Kenapa kita tidak memikirkan ini sejak lama sih.]

[Boleh juga tuh.] Northa setuju.

[Wah!! Pangeran Northa mau bertemu denganku yang jelata ini! Aku mencintaimu!! Aku juga ikut Mangto!] Sokeri setuju.

[Sokeri, suara cemprengmu itu tolong kontrol sedikit. Telingaku sakit.]

[Aku ikut. Kapan lagi meet up.]

[Aku juga.]

[Aku! Aku! Jangan lupakan aku dong.]

Oh, sial. Percakapan ini semakin serius. Meet up? Kau bercanda! Yang ada mati aku bertemu dengan kalian semua! Kalian pikir apa alasanku selama ini bermain pakai aplikasi perubah suara, hah?!

[Bagaimana, Ketua? Ketua jangan terlalu misterius begitu dong. Aku pun juga ingin bertemu denganmu. Ketua pasti orang hebat di dunia nyata.] Suara Mangto membuatku tersedak.

Aku? Orang hebat? Yang ada kau kali! Seorang direktur perusahaan! Tak sebanding dariku bocah SD yang masih butuh susu untuk peneman tidur.

[Kau bisa beruntung, Kapten. Pangeran Northa mau melakukan pertemuan denganmu.]

Pertemuan itu takkan terjadi, oke! Aku takkan membiarkannya terjadi. Rahasiaku, Kapten Marmoris, Clandestine, mereka semua akan kecewa dan berhenti bermain. Ahhh!! Memikirkannya saja sudah membuatku frustasi.

[Bagaimana, Ketua? Ketua harus ikut lho ya! Kami ingin bertemu denganmu!]

"Aku menginginkannya, tetapi aku sangat sibuk akhir-akhir ini." Aku berkata sealami mungkin supaya mereka tidak curiga. "Kapan-kapan saja deh."

[Uhhh, Kapten selalu bilang begitu ketika kami ajak! Kapten tidak mau bertemu kami? Ayolah, ambil cuti sehari, Kapten.]

[Jangan terlalu tertutup dong, Ketua.]

[END] MARMORISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang