Ngantuk!
Tidak hanya aku, sebagian penghuni kelas terlihat terkantuk-kantuk sejak pukul setengah sembilan tadi. Aku bisa memakluminya. Meski kami akan beranjak ke SMP, tetap saja hormon tubuh kami masih 'anak-anak' yang cepat lelah.
Rata-rata umur anak-anak di kelas ini 10-13 tahun. Aku misalnya, masih 12 tahun. Ini bukan luar negeri dimana pertumbuhan seseorang sangat cepat. Jika di sini 12 tahun normal seperti bocah biasa, luar negeri 12 tahun rasa 18 tahun.
Inilah yang namanya perbedaan pertumbuhan. Aku pernah membacanya di perpustakaan. Manifestasi, ya. Andai aku juga tinggal di luar negeri. Badanku sekarang pasti sudah 'berisi'.
Atau mungkin ada penjelasan ilmiah yang lain? Aku memang 12 tahun, namun mungkin ada penjelasan untuk otak anak 12 tahun bisa memikirkan hal ribet.
Ini sebuah konspirasi! Mungkin aku memiliki otak dewasa yang bisa menangkap banyak hal yang tidak bisa dipahami anak-anak normal! Manifestasi otak! Perluasan wawasan dan jaringan otak di bawah umur!
Aku menampar pipiku. Efek ngantuk membuatku ngawur bukan main. Mana bisa sistem itu berlaku pada otak manusia. Kau pikir ini cerita fantasi, Ram? Dasar otak bocil.
Tepat pukul setengah sepuluh malam, bel pulang akhirnya berdering.
Aku menguap lebar. Banyak mobil terparkir di luar. Wajar orangtua menjemput karena ini sudah malam hari, mereka khawatir. Aku bisa lihat murid yang kembali ke orangtuanya langsung jatuh tertidur di pangkuan dan gendongan.
Pulang dengan langkah oleng seperti mabuk, lima belas menit akhirnya aku sampai di depan rumah.
Aku menguap sekali lagi, ngantuk luar biasa. Padahal biasanya aku tahan begadang sampai jam 2-3 pagi untuk menyelesaikan event. Perbedaan aktivitas membuat ritme yang "sudah terbiasa" dilakukan oleh tubuh menjadi menyimpang.
Ayolah. Kau pasti bisa, Ram. Rumahmu sudah di depanmu, tinggal masuk ke dalam. Kau tak mungkin menunggu seseorang lewat untuk mengangkutmu ke dalam, kan? Seorang anak ketiduran di depan rumahnya sendiri. Itu hebat sekali.
"Kau sangat pintar, Ram."
Tersentak, aku menoleh ke belakang, refleks menutup mata dengan lengan. Lampu sorot di jalan membuat silau.
"Tetapi, kau tetap seorang bocah."
"Siapa...?" Oh, tidak. Aku sangat mengantuk. Aku tidak bisa melihat wajah pria yang berbicara karena mataku terbuka-tertutup. Apalagi dia amat tinggi dariku, menutupi cahaya lampu.
"... Seorang bocah," tangan pria itu bergerak ke wajahku.
Aku terdiam sejenak. Apa yang kulihat sekarang? Sebuah telapak tangan raksasa hendak... membungkamku?
Demi melihat itu, mataku melotot sempurna, spontan menendang bagian terlemah seorang pria. Dia meringis. Aku melepaskan ranselku, dan PLAK! Pria itu tersungkur ke samping karena aku tepat memukul wajahnya dengan tas sekolah.
Tanpa basa-basi aku segera melesat masuk ke dalam rumah, mengunci pintu rapat-rapat. Rasa kantukku sirna digantikan oleh rasa takut. Kakiku gemetaran.
Siapa itu? Siapa orang tadi? Sejak kapan dia mengikutiku? Apa dia salah satu peneror Marmoris? Tapi kenapa dia menerorku? Apa dia tahu jati diri leader Marmoris? Itu tidak mungkin! Rahasia Clandestine tidak ada yang mengetahuinya!
"Mom? Mom? Mom?" Aduh! Ke mana Mama di saat seperti ini-
Aku berhenti mondar-mandir di ruang tamu, menoleh gentar ke catatan kecil di kulkas. Tanganku bergetar mengambil lembar notes.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] MARMORIS
ActionMARMORIS. Guild nomor satu di game yang sedang mendunia. Tidak ada yang bisa menggeser posisi mereka. Tidak ada yang bisa mengalahkan member dari guild itu. Apalagi kapten dari guild MARMORIS player dengan reputasi tinggi yang pernah ada. Rasa iri t...