31

442 96 18
                                    

"Hermit, kau sudah tidak apa-apa, kan?" Dien memastikan sekali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hermit, kau sudah tidak apa-apa, kan?" Dien memastikan sekali lagi.

"Iya, Dokter. Aku sudah sehat. Kepalaku hanya kebentur sedikit. Aku pingsan karena syok." Hermit menjawab gemas.

Setelah aksi kejar-kejaran di lalu lintas, akhirnya Marmoris berhasil bersembunyi. Mereka tiba di tujuan awal: piknik ke danau.

"Hei, Tobi," panggil Northa. "Ada yang ingin kutanyakan sejak kemarin-kemarin padamu."

"Ada apa?" Tobi menoleh, wajahnya datar.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Aku baru kepikiran, wajahmu terlihat familier."

Tobi terkekeh kikuk. Tidak menjawab.

Di sisi lain, Mangto dan Sokeri memberanikan diri untuk menegur Ram yang mendadak jadi pendiam sedari turun. Dia menepi ke titian danau, bergeming memandangi air.

"Em, Kapten, kau tidak apa-apa? Ah, apa kau lapar?" Sokeri berkata hati-hati.

Mana mungkin dia baik-baik saja! Untuk pertama kalinya seorang Rorobon Ram membolos! Mana hari dimana ada ulangan lagi. Jelas dia tidak sedang baik-baik.

Ram menatap pantulan wajahnya yang berekspresi dingin. Tampaknya gertakanku dianggap remeh, ya? Baiklah. Jika itu yang kalian inginkan, akan kukabulkan.

"Bersiaplah kalian bertujuh."

Marmoris menoleh serempak ke leader guild. Bersiap apanya? Begitu maksud wajah mereka.

"Kita akan bertempur melawan Sembilan Benteng Woodzn," sambung Ram singkat.

"APA?!"

Castle mendekat. "Kapten, aku tahu kau marah, tapi jangan nekat begini. Mereka bersenjata, bahkan tak peduli kegiatan teror yang mereka lakukan melukai warga setempat. Nyawamu bisa celaka."

"Aku tak bisa membiarkan Woodzn makin ngelunjak. Butuh satu serangan dahsyat untuk menghancurkan monster abadi."

"Castle benar, Kapten." Mangto menggeleng tidak setuju. "Tidak bijak melawan mereka dengan emosi. Kita harus memikirkan rencana lain."

Ram diam sebentar. Wajahnya masih dingin. "Kalau begitu, kalian tak usah membantuku. Biar aku seorang diri melawan mereka."

"ITU LEBIH DILARANG, KAPTEN! Kau mau bunuh diri? Pikirkan Marmoris! Pikirkan Ibumu! Pikirkan masa depan yang sudah susah payah kau gapai. Aku tidak—"

"Lalu apa yang harus kulakukan, Tuan Wakil?"

Deg! Mereka bertujuh terkesiap.

"Kalian hanya pandai berbicara. Mengoceh tak perlu. Pada akhirnya yang bergerak duluan yang menang. Apa kalian terlalu bodoh memikirkan situasi Marmoris? Saat ini bukan waktunya bersikap hati-hati. Bukankah kita sudah cukup bersabar menanggapi serangan mereka? Lihat, gertakan kita dianggap ancaman kosong dan malah memprovokasi.

[END] MARMORISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang