Bagian 26

3.2K 188 1
                                    

    Ketika Rara mengutarakan perkataan nya, seketika suasana di ruang tamu hening sesaat. Apa yang sebenarnya ingin dia bicarakan. Rangga yang mendengar perkataan Rara hanya terdiam dengan mimik wajah yang dingin, ini kedua kalinya aku melihat ekspresi wajah Rangga yang seperti ini.

   "Saya salah, tidak seharusnya saya mengikuti perkataan nya, saya juga tidak ingin di kendalikan oleh nya. Jadi, saya ingin meminta pertolongan pak Rangga.."

   "Jelaskan terlebih dulu permasalahan nya.."

   "Waktu itu, Nona Nanda tiba-tiba saja menghubungi saya setelah sekian lama, dan dia meminta saya untuk mengikuti permintaan nya, sempat saya menolak, tapi Nona Nanda malah mengungkit masa lalu saya yang mempunyai hutang kepada keluarganya. Singkat cerita, nona Nanda meminta saya untuk mendatangi hotel pak Rangga, dia bilang saya harus mendapatkan pekerjaan apapun yang berkaitan dengan hotel. Tapi.."

    Belum selesai Nanda bicara, tiba-tiba saja Rangga mengangkat telapak tangannya pelan, sebagai tanda isyarat bahwa Rara harus menyudahi perkataannya. Setelah itu, Rangga menoleh ke arah ku yang sedari tadi diam tak bersuara, lalu pandangan nya beralih kepada Didit dan Rara yang duduk bersebelahan.

   "Untuk saat ini kalian lebih baik kembali ke hotel. Tapi sebelum itu, saya ingin bertanya kepada kamu Rara, apa kamu masih ingin berkerja di hotel?" Tanya Rangga, masih dengan raut wajah yang dingin.

   "Sebenarnya saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, tapi saya..." Lagi-lagi Rangga memotong perkataan Rara.

   "Jawab, Iya atau tidak.."

   "I..iya saya mau.." Kata Rara dengan wajah menunduk.

   "Baik, saya hargai kejujuran kamu, dan saya akan beri kamu satu kesempatan untuk tetap berkerja di hotel. Pergunakan kesempatan ini dengan baik.." Ucap Rangga seraya berdiri dari duduknya dan meninggalkan kami bertiga di ruang tamu.

   "Kalau begitu kami berdua pamit, asalamualaikum.." Ucap Didit sebelum pergi.

   "Walaikumsalam.."  Jawabku sembari memberikan senyuman ramah kepada keduanya.

    Setelah menutup pintu aku bergegas menghampiri Rangga yang berada di ruang kerjanya, mengingat raut wajahnya tadi, sepertinya Rangga sedang emosi.

   Sesampainya di depan ruang kerja Rangga, aku lihat pintu nya tidak tertutup rapat. Tapi, aku sedikit ragu untuk menemui Rangga sekarang.

   Belum lama aku berdiri, tiba-tiba saja Rangga keluar dari ruang kerjanya, itu membuat ku sedikit kaget, tapi aku berusaha untuk bersikap tenang.

   "Maaf.." Kata Rangga sembari memelukku lembut, setelah beberapa saat kami terdiam.

   "Apa kamu takut?" Lanjut Rangga masih memelukku.

   Aku hanya mengangguk pelan dalam pelukan Rangga. Aku tidak tahu kenapa terkadang aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun di keadaan tertentu.

   "Sayang..." Kata Rangga, kini dia melepaskan pelukannya dan memegang kedua pipi ku dengan lembut.

   Saat aku mendengar ucapan Rangga yang kembali melembut, perlahan aku menatap wajahnya yang sedari tadi menatap wajahku.

   Senyuman tipis yang manis di bibir nya membuat aku seketika membeku, tidak selamanya seseorang harus bersikap lembut, ada saat di mana seseorang itu harus bersikap tegas. Tapi, Rangga berbeda.

   "Apa aku boleh tanya sesuatu." Tanyaku masih dengan posisi yang sama.

   "Boleh.." Jawab Rangga dengan singkat.

   "Seperti apa Nanda itu.." kata ku ingin tahu sosok wanita yang sangat tidak di sukai oleh Rangga.

   Seketika senyuman nya hilang saat aku menanyakan tentang Nanda, tapi bagaimanapun juga aku ingin tahu seperti apa dia.

   "Apa kamu sangat ingin tahu?" Kata Rangga bertanya balik.

   Aku hanya mengangguk mengiyakan perkataan Rangga.

   "Ini yang pertama dan terkahir kamu bertanya tentang Nanda, setelah itu aku harap kamu tidak akan menanyakan hal yang berkaitan dengan dia. Ikut aku ke ruangan atas, dan kamu akan dapat jawaban nya.." Ucap Rangga dengan raut wajah yang biasa. Setelah itu dia menarik tangan ku pelan untuk menuju ke lantai dua, ini pertama kalinya aku akan melihat ruangan yang sebelumnya sangat di larang untuk aku lihat oleh Rangga.

   Sesampainya di lantai dua, Rangga menuju ke salah satu ruangan yang tertutup rapat. Setelah pintu nya terbuka, ternyata ruangan itu adalah gudang tempat barang-barang Rangga yang tidak terpakai.

   "Tunggu sebentar.." Kata Rangga sembari mencari sesuatu.

    Tidak butuh waktu lama, sesuatu yang Rangga cari kini berada di tangannya. Sesuatu itu adalah sebuah foto berukuran sedang yang sudah mulai pudar termakan oleh waktu.

   "Apa ini Nanda?" Tanyaku setelah melihat foto itu.

   "Iya.." Jawab Rangga sembari menuntunku keluar dari gudang.

   Entah kenapa saat aku melihat foto Nanda, tiba-tiba saja aku merasa kesal.

  "Kamu bilang kamu gak suka sama Nanda, tapi kenapa masih nyimpen foto nya." Kataku dengan ekspresi wajah cemberut.

  "Kamu cemburu?" Tanya Rangga sembari tersenyum nakal.

  "Enggak kok, lagian kalau kamu mau simpen fotonya juga gak ada masalah.." Jawab ku masih dengan perasaan kesal.

   Aku tidak tahu kekesalan ini muncul dari mana. Tapi, untuk saat ini aku sangat sangat merasa kesal hanya karena sebuah foto.

   "Aku gak ada niatan sama sekali buat nyimpen foto itu, sumpah.." Kata Rangga sembari mengacungkan telapak tangannya.

   "Masa sih.." Ucapku masih dengan nada bicara yang sedikit ketus.

   Rangga hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan perkataan ku.

  "Sebenarnya aku nyimpen foto itu cuman buat barang bukti aja, biar polisi lebih mudah melacak keberadaan nya, tapi sekarang foto itu udah gak berguna lagi.."

  "Kenapa gak di buang aja.."

  "Aku gak sempet buat buang fotonya, karena aku pikir foto nya udah hilang di makan rayap, ternyata masih ada.."

  "..."

~Bersambung

Suamiku Berkursi Roda {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang