Part 35: Terbongkar

81 16 9
                                    

Saat siang, Mamat ingin menghampiri dimana Raka berada. Ia berjalan sendirian di area perkemahan. Dari jauh, ia melihat seseorang yang sangat persis ia kenali berada di atas pohon -berada di rumah pohon- memandang pemandangan yang ada di depannya.

Mamat berjalan semakin cepat menghampirinya. Saat ia sudah di bawah rumah pohon itu, ia segera manaiki tangga. Mungkin Raka tidak menyadarinya karena asyik melamun. Mamat sudah sampai di atas dan ingin mengagetkan Raka. Tetapi, ia urungkan sebab ia juga memandang apa yang membuat sahabatnya tersenyum-senyum tidak jelas.

Disana, di samping tenda perempuan berdirilah seorang perempuan yang amat ia kenali. Perempuan itu sendirian dan asik berdiri melihat-lihat pemandangan sekitar. Mamat lalu kembali ke bawah tanpa menimbulkan rasa curiga. Semua sangat jelas sekarang.

○○○

"Anak-anak silahkan kumpul!" perintah pembina melalui speaker.

Hari ini adalah hari terakhir camping di Puncak. Sebelum kumpul tadi, anak-anak disuruh beres-beres dan mencopot tenda. Tentu diiringi siswi-siswi yang ribet dan tak bisa mencopot tendanya. Akhirnya mereka malah mencopot tenda dengan asal.

Semua siswa JIS berkumpul di lapangan area perkemahan. Upacara penutupan akan segera dimulai. Kelas 11 MIPA 2 rusuh bukan main karena tadi mereka sempat bermain jaga benteng dengan Mr. William.

"Woy, tunggu woy!" ujar pemuda bergigi kelinci itu.

"Jadi cowok kok lemot!" sarkas Berlin dengan tajam.

"Loh, lo tadi malah enakan duduk-duduk!" jawab Bobby, dengan menunjuk Berlin tepat di wajahnya.

"Serah gue dong!"

"Bob, lo sih lari-lari terus daritadi," ucap temannya, Chanwoo yang menggodanya.

"Namanya juga main jaga benteng, njir!" dengan Chanwoo, Bobby tidak tahan untuk mengumpat.

"Anak-anak, lari lebih cepat! Run run!" perintah Mr. William yang ada di antara pembina sana.

Anak didik kelasnya pun mau tidak mau berlari lebih cepat ke arah lapangan. Setelah beres-beres, mencopot tenda, main jaga benteng, dan sekarang harus lari, anak siapa juga yang tidak capek?

"Ta, ayo lari lebih cepat!" ajak Ririn menggandeng tangan Tata. Tata tersenyum lebar dan berlari lebih cepat.

Akhirnya mereka semua sampai di lapangan. Baru juga tiba, seorang pembaca naskah membaca naskahnya tanda upacara sudah dimulai. Oke, setelah lari-lari mereka harus berdiri mengikuti upacara.

Teman-temannya disamping Ririn menggerutu kesal. Mereka bahkan sampai menggeliat kepanasan padahal cuaca hari ini sejuk. Ririn lalu mengajak ngobrol Tata agar upacara tidak terasa akan berakhir nanti. Sedangkan Mamat, di belakang mereka dia hanya diam saja.

"Eh Ta, Mas Aka nggak capek apa jadi ketua OSIS? Ngurus ini-itu dan tetek bengek lainnya?" ujar Ririn yang membuat telinga orang di belakangnya panas.

"Namanya juga ketua OSIS, Rin. Tata juga heran Mas Aka tuh manusia nggak sih?"

"Nah, kan! Dia kayak nggak kenal lelah gitu! Gue khawatir dia jatuh sakit," Mamat semakin kepanasan.

"Untungnya Mas Aka punya ketahanan tubuh yang bagus loh, Rin. Walaupun panas badai menerjang dia tidak akan tumbang," sahut Tata melebihkan kata yang ia ucapkan.

"Pantes, jadi idaman wanita."

"Lah iya, siapa ya yang jadi pacarnya nanti? Beruntung deh."

"Wow, udah ganteng, sholeh, pinter, kuat, ketua OSIS, mana ada orang yang menolak dia kan?" hey, Rin. Peka dikit dong! Orang di belakangmu itu ingin sekali mengumpat kalau tidak sadar keadaan.

"Lo kalau jadi pacarnya mau nggak? Gue sih mau," canda Tata.

"Mau lah! Sayangnya kita sahabat, hahaha!"

"EKHEM!" dehem Mamat keras menarik perhatian orang-rang yang ada di lapangan. Ririn kemudian membalikkan badannya dan mencubit pinggang Mamat dengan keras. Sial, dia kelepasan. Tata yang melihat itu acuh tak acuh dan memandang kembali ke depan.

Upacara dilanjutkan kembali. Dia tersenyum, ada untungnya ia berdehem tadi. Orang di depannya itu tidak lagi membicarakan sesuatu yang membuat dirinya kepanasan.

Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa upacara selesai dikerjakan. Pembina menyuruh anak-anak untuk mengambil barang-barangnya dan kembali ke bus. Pembagian bus sama seperti kemarin. 11 MIPA 2 satu bus dengan 11 MIPA 1.

Tata kesusahan mengangkat kopernya. Ririn yang melihat itu tak tega menatapnya. Siapa suruh bawa barang unfaedah dan koper segala. "Woy, Mat!" panggil Ririn yang melihat Mamat berjalan di depannya. Mamat yang dipanggil hanya menoleh dan meneruskan langkahnya kembali. "Ngapa dah tu orang?" tanya Ririn heran. "Biarin dah, aku bisa sendiri." Jawaban Tata justru membuat Ririn semakin heran.

Mereka berdua lalu menaiki bus. Ririn dan Tata duduk paling depan. Tata melirik ke belakang bangkunya dan tidak mendapat Mamat disana. Yang ia lihat justru Jackson yang berkedip menggodanya. Tata mendengus kasar, lebih baik Mamat daripada si buaya -walaupun Mamat juga buaya- itu.

Bus mulai melaju sedang. Tidak ada teriakan heboh dari kedua kelas itu. Mereka diam karena kelelahan dari aktifitas camping. Sedangkan di bangku yang paling belakang, disana ada Mamat yang berdiam diri tidak berniat menyumbangkan sebuah lagu. Ia lalu melihat pemandangan dari kaca jendela. Mungkin setelah dari Puncak, situasinya akan berbeda.

○○○

Wahhh semangat Thor!
Vote dan komen,
Febicya♡

RAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang