Part 27: Maaf?

606 34 6
                                    

"Hiks hiks..."

"Udahlah Ta. Jangan nangis. Jelek tau!" Kata Mamat mencoba menghibur Tata.

Mamat dan Tata ada di dalam kelas. Sejak tadi bel pulang sudah berbunyi, tetapi mereka belum pulang karena Tata masih saja menangis. Anak kelas sudah banyak yang pulang. Mungkin hanya sedikit yang masih tinggal di kelas.

"Mereka jahat! Aku nggak mau lagi ketemu mereka! Jahat! Jahat!" Tata teriak dan menangis tersedu-sedu.

"Iya, gue bakal kasih pelajaran kok. Tapi lo tenang dulu ya, Ta."

"Nggak bisa, Mat. Mereka sudah terlanjur nyakitin Tata. Mereka Jahat!" Daritadi Tata tidak mau menoleh ke arahnya Arvin. Walaupun Arvin memohon maaf, tetapi Tata hanya diam saja.

"Kok belum pulang? Eh Tata lo kenapa?!" Ririn baru masuk kelas dan panik melihat Tata yang ternyata menangis. Ririn daritadi memang latihan taekwondo. Dan Mas Aka lagi sibuk dengan jabatan ketua OSIS-nya.

"Ririn..." Tata langsung memeluk Ririn. Dia butuh teman curhat sesama perempuan.

"Kenapa? Lo bisa cerita sama gue."

Tata tidak menjawab dan hanya menangis.

"Nggak papa kalau lo belum siap cerita sekarang. Tapi ayo pulang. Lo bisa ceritain nanti di rumah ya?" Tata mengangguk.

"Mat, ayo pulang."

"Oke."

Ririn dan Tata sudah keluar kelas. Tetapi saat Mamat akan beranjak pergi, dia diberhentikan oleh panggilan seseorang.

"Berhenti Ahmad. Gue perlu ngomong sama lo."

Mamat berhenti tetapi tidak mau menoleh ke belakang.

"Ngomong apa?" Tanya Mamat dingin.

"Tatap gue!"

"Kalo nggak penting jangan ngomong. Buang-buang waktu."

"Oke, gue minta maaf." Katanya lirih.

Mamat seketika menoleh ke belakang.

"Ngomong apa tadi?"

"Gue minta maaf."

"Kurang keras!"

"GUE MINTA MAAF!" Dia teriak putus asa.

"Ha ha ha ha," Mamat tertawa. Tawa yang menyedihkan.

"Setelah apa yang lo lakukan selama ini, lo minta maaf? Gampang banget lo bilang maaf?"

"Ahmad, gue bisa jelasin semuanya."

"Jelasin? Semua sudah jelas kenapa harus dijelasin ha?!" Mamat sudah emosi.

"Gue dipaksa bokap buat pergi."

"Dipaksa? Terus kenapa lo mau? Kenapa lo nggak berontak? Kenapa lo ninggalin gue tiba-tiba? Kenapa lo nggak ngasih gue kabar?!" Mamat mengacak rambutnya frustasi.

"Maaf..."

"Kata maaf nggak bisa balikin semuanya!"

"Kita bakal memperbaiki semuanya."

Mamat menatap Risa dengan tidak percaya. Apakah Risa tidak merasa bersalah sama sekali?

"Gue nggak bakal balikan sama lo!"

"Balikan? Emang sejak kapan kita putus Mat?"

"Sejak kapan? Kamu tanya sejak kapan? Lo tahu kesalahan lo?"

"Iya gue tahu, makanya gue mau memperbaiki semua."

"Nggak bakal bisa! Gue kasih tahu, kesalahan pertama, lo pergi tiba-tiba tanpa ngasih tau gue. Lo nggak pernah kasih kabar. Lo ninggalin gue dalam keterpurukan. Lo pergi ke Australia itupun gue tahu dari temen lo. Dan kesalahan kedua, kesalahan yang nggak bakal bisa gue maafin." Kata Mamat sambil menatap Risa tajam.

"Kesalahan kedua? Apa?" Tanya Risa yang seolah-olah dia lupa.

"Lo tanya apa? Lo lupa? Ha lo lupa?! Sebelum pergi lo ngaku semuanya ke gue! Lo suka sama Raka! Lo suka sama sahabat gue sendiri! Lo terima gue waktu itu agar bisa lebih dekat dengan Raka kan?!" Mamat menatap Risa dengan perasaan campur aduk. Marah, sedih dan kecewa.

Risa menunduk tidak berani menatap Mamat. Dia tidak menjawab pertanyaan. Karena itulah faktanya. Tetapi, Risa mencoba tegar. Dia menatap Mamat dan menjawab pertanyaan.

"Gue waktu itu salah, gue minta maaf karena udah ninggalin lo. Gue memang dulu suka sama Raka. Gue bodoh, gue malah nyakitin perasaan lo. Gue nggak melihat ada orang yang mencintai gue setulus itu. Gue buta. Hati gue buta. Gue menyesal. Mungkin menurut lo, penyesalan gue terlambat. Tetapi sekarang gue sudah sadar, sadar akan perasaan gue. Gue ingin memperbaiki semuanya, gue ingin memulai dari awal." Risa mengungkapkan unek-uneknya selama ini. Risa menyesal, dia sudah berlinang air mata.

"Mending air mata lo itu simpen buat suatu saat nanti. Karena sekarang air mata itu nggak guna." Kata Mamat tertawa sinis.

Risa menatap Mamat tidak percaya. Mamat sekarang berubah, tidak seperti dulu. Yang selalu memberi perhatian dan tidak pernah mengucapkan kata-kata sesakit itu.

"Lo berubah Mat..." Kata Risa lirih.

"Apa gue nggak salah denger? Gue berubah? Gue berubah tuh gara-gara lo! Seandainya lo nggak pergi dan nggak ngucapin kata-kata itu gue nggak bakal berubah. Gue nggak bakal mainin perasaan wanita. Gue nggak bakal jadi playboy!" Mamat menunjuk Risa dan menatapnya dengan nyalang.

Dan itu membuat Risa semakin bersalah. Dia memang kurang ajar. Semua ini salahnya, sampai-sampai Mamat berubah menjadi playboy.

"Apa nggak ada kesempatan? Apa lo udah pindah ke lain hati?" Risa mencoba untuk bertanya itu walaupun itu pertanyaan yang paling membuatnya takut.

"Nggak ada kesempatan buat lo. Kalau gue pindah ke lain hati emang kenapa? Apa ada urusannya sama lo? Nggak bakal ada! Mending lo jangan masuk ke kehidupan gue lagi." Mamat ingin beranjak dari situ.

"Oh ya, lo tadi ngomong untuk memulai dari awal kan? Oke, kita mulai dari awal. Anggap aja kita baru ketemu dan nggak saling kenal. Lupakan semua kenangan tentang kita dan lupakan hubungan itu kalau pernah ada."

Setelah itu Mamat beranjak pergi dan meninggalkan Risa menangis sesenggukan.

"Kapan lo bisa maafin gue, Mat?" Risa menatap kepergian Mamat dengan perasaan yang hancur.


○○○


Sad banget :(
Kasihan neng Risa, peluk dong peluk huhu

Bonus ^-^


Vote dan komen Cya♡

RAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang