Sudah hampir 30 menit aku mengacak-ngacak lemari pakaian. Mencari pakaian yang pas untuk kukenakan pergi ke pesta tunangan teman Mas Arya. Rasanya tidak ada yang cocok, bukan karena modelnya yang tidak sesuai, bukan! Tetapi, karena hampir semua bajuku tidak muat dengan tubuhku.
Aku mematut diri di depan cermin, astaga sejak kapan tubuhku berubah dengan daging berlebihan seperti ini? Sepuluh bulan yang lalu sebelum Mas Arya melamarku tubuhku begitu ideal. Menyadari ini, membuatku sedikit frustrasi. Bagaimana mungkin seorang Aini cindrella telah berubah menjadi gajah bengkak. Rasanya tak ada baju yang pantas kukenakan, sekalinya muat membuat dadaku terasa sesak karena terlalu sempit.
"Ai, berapa lama lagi kamu akan selesai?" teriak Mas Arya dari luar kamar.
"Sebentar!" jawabku, akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada dres selutut berwarna silver, setidaknya ini sedikit lebih longgar dan juga cocok dibandingkan dengan yang lainnya. Tak lupa high hils warna hitam melengkapi penampilanku malam ini.
Aku memoles wajahku dengan riasan natural, dengan lipstik berwarna peach, rambut sepunggungku sengaja kugerai, agar terlihat lebih pas dengan tubuhku yang mulai bengkak gara-gara tidak menjaga pola makan. Di saat seperti ini membuatku sadar akan makan yang berlebihan, dan berkeinginan diet. Tetapi, setelahnya godaan dan aroma makanan selalu mengganggu mata dan indera penciumanku.
Setelah memastikan penampilanku sempurna aku melangkah keluar, menuruni anak tangga. Sebenarnya, aku merasa kurang percaya diri, tetapi mau bagaimana lagi, tubuh tinggi 160 cm dengan berat badan 76 kg rasanya kurang ideal memang. Sejak menikah, aku jarang memperhatikan berat badan membuat lemak berkembang biak dengan sesukanya.
"Ayo, Mas!" Mas Arya menatapku dari atas sampai bawah dengan heran, membuatku risih meski suami sendiri. Lalu, tanpa komentar ia segera mengambil kunci mobil yang terletak di atas meja, dan melangkah keluar. Sementara aku mengekorinya dari belakang, langkahnya begitu cepat membuatku kepayahan mengejarnya.
"Mas, pelan-pelan!"
"Kita sudah hampir telat, Ai." Akhirnya tanpa protes lagi aku mengikut saja, dengan sedikit berlari kecil agar bisa mensejajari laki-laki berawakan 175 cm itu.
Setelah sampai aku dan Mas Arya turun dari dalam mobil, melangkahkan kaki memasuki arena yang dijadikan tempat acara, di pinggir kolam belakang rumah tepatnya. Berbagai dekorasi karangan bunga menghiasi beberapa sudut. Sepertinya sebentar lagi acara akan dimulai, melihat banyaknya tamu undangan yang sudah datang.
Beberapa teman Arya menyapa hanya sekadar basa-basi setelahnya berbisik-bisik.
"Itu istrinya, Arya ya? Ya ampun gak nyangka ternyata istrinya gendut kayak gitu?"
"Iya ya padahal, Arya tampan gitu."
"He em."
Itulah bisik-bisik yang samar tertangkap telingaku. Rasanya ingin sekali kusumpal mulut-mulut itu dengan sambal cobek biar tau rasa. Hatiku sudah terasa panas, aku mengepalkan tangan hingga buku-buku tanganku terlihat. Menyadari langkahku terhenti, Arya berbalik dan memanggilku, aku pun melangkah pelan ke arahnya.
"Kamu kenapa?" tanya Mas Arya penasaran.
Aku menggeleng, mencoba berdamai dengan keadaan yang tak mengenakan hati.
Terlihat seorang laki-laki melambaikan tangannya kearah Aku dan Arya. Sepertinya teman kerjanya, Arya pun membalas lambaian tangannya dan segera mendekat.
"Hallo, Bro makin cakep aja," goda temannya tertawa sambil menyambut tangan Mas Arya.
Mas Arya pun tertawa dan bergantian menyambut tangan temannya satu-satu.
"Kenalin ini, istri gue," ucap Mas Arya memperkenalkan.
Aku pun memperkenalkan diri sama teman-teman Mas Arya. Terlihat mereka menatapku dengan heran.
"Serius, Bro ini istrimu?" tanya salah satu teman Mas Arya.
"Kata orang seorang istri menjadi lebih berisi setelah menikah itu tandanya dia bahagia," timpal teman Mas Arya yang lainnya. "Maaf ya, Mbak jangan didengarin," lanjutnya, yang kemudian kulihat ia menyikut tangan temannya tersebut.
"Ma-maaf ya, Mbak," ucapnya dengan wajah tak enak. Mereka pun meninggalkan aku dan Mas Arya.
Mataku mulai terasa panas tidak menyangka jika datang ke acara ini malah menjadi bulan-bulanan teman-teman Mas Arya. Sesuatu yang bening akhirnya lolos dari kedua netraku.
"Hei, kamu nangis, Sayang?" tanya Mas Arya lalu mengusap air mataku dengan lembut. "Tunggulah sebentar! Mas cari minum dulu!" lanjutnya.
Aku mengangguk pelan dan menghapus sisa air mata yang membasahi kedua pipiku. Astaga kenapa aku menjadi melow begini?
Dari tempatku berdiri, aku melihat Mas arya sedang mengambil minuman yang dibawakan seorang pelayan, setelahnya tiba-tiba seorang perempuan dengan dandanan modis, dengan rambut blonde menghampiri Mas Arya, tangannya bergelayut manja di tangan Mas Arya, seperti seseorang yang sudah akrab. Siapa perempuan itu?
Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, karena jarak kami yang memang lumayan jauh. Tak lama kemudian perempuan itu pun pergi, dan Mas Arya kembali menghampiriku dengan minuman di tangannya.
"Minumlah!" ucap Mas Arya sembari menyodorkan satu gelas minuman.
Aku pun mengambil gelas dari tangan Mas Arya dan meneguknya hingga tandas.
"Hei, pelan-pelan apa kamu begitu haus," tanya Mas Arya.
Aku mengelap bagian sudut bibirku dengan tangan, dan menyodorkan gelasnya kembali.
"Apa kamu mau tambah minumannya?"
Aku menggeleng, dan memegangi perut.
"Aku lapar," lirihku.
Mas Arya terkekeh, "Ayolah, Aini Sayang sebentar lagi acaranya akan dimulai!" ucapnya kemudian.
"Sepertinya aku mau ke toilet, sebentar," ucapku.
"Iya. Mas tunggu di sini."
Aku mengangguk pelan, dan berlalu meninggalkan Mas Arya. Tanpa sengaja tubuhku menabrak seorang perempuan.
"Maaf!" ucapku, menundukkan sedikit kepala sebagai permintaan maaf.
"Tidak apa-apa." balasnya tersenyum ramah, dan pamit pergi.
Aku merasa tak asing dengan wajahnya, tetapi siapa? Seperti pernah bertemu entah di mana, ah sudahlah. Aku segera melangkahkan kaki menuju toilet perempuan. Selesai dari toilet aku merapikan penampilanku, memoles bedak dan lipstik yang mulai memudar dan merapikan rambut yang sedikit berantakan. Setelahnya aku pun melangkah keluar.
Aku kembali melihat Mas Arya bercakap-cakap dengan seorang perempuan, tampaknya mereka begitu akrab. Bukankah itu perempuan yang tadi ku tabrak di depan toilet? Tak lama perempuan itu kembali pergi, seperti tau kalau aku akan datang.
"Siapa, Mas?" tanyaku.
"Aini, ngagetin aja," protes Mas Arya sambil mengelus dada. "Teman kantor."
"Oh," balasku singkat.
"Apa kamu masih lapar?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan, "Ah baiklah tunggulah sebentar!" Mas Arya berlalu pergi meninggalkanku, tak lama kemudian membawakan beberapa kue basah yang tertata di atas piring kecil.
"Makanlah!" Aku mengambil piringnya dan segera menyantapnya.
Acara yang di tunggu-tunggu akhirnya dilaksanakan, sepasang kekasih saling memasangkan sebuah cincin sebagai ikatan bahwa mereka resmi bertunangan. Semua orang bertepuk meriah, memberi ucapan selamat kepada dua insan yang tengah berbahagia.
Setelah memberi ucapan selamat, aku dan Mas Arya pun pamit pulang. Malam ini rasanya begitu melelahkan tanpa sengaja aku pun tertidur di mobil saat perjalanan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
NODA DALAM PERNIKAHAN
RomanceTidak ada pasangan yang baik-baik saja hatinya setelah diduakan, sekalipun kau telah meminta maaf. Karena sakitnya hati karena sebuah pengkhianatan adalah patah yang tidak bisa dengan mudah disembuhkan. Aini, wanita dengan kesetian dan kekayaannya h...