Pelajaran Untuk Pelakor

8.3K 406 7
                                    

'Kesetian seseorang tidak diukur berapa besar rasa perhatiannya padamu. Tetapi, bagaimana cara ia menjaga hati saat jauh darimu'

***

Mataku mengerjap saat jam beker berdering nyaring di atas nakas, antara sadar dan tidak tanganku menggapai-gapai jam beker, dan berniat mematikannya. Setelahnya, aku kembali tertidur. Lagi-lagi jam beker terus berdering, mataku memicing menatap jam beker dalam genggamanku, pukul menunjukkan 04.40 WIB, aku segera bangun. Kulihat Mas Arya masih tertidur pulas, dengan dengkuran halus khasnya. Mengingat semalam aku tertidur, saat dalam perjalanan pulang, aku tersenyum geli pasti Mas Arya kepayahan menggendongku dari dalam mobil sampai ke kamar.

Aku menuruni ranjang, melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan menggosok gigi. Setelahnya aku membangunkan Mas Arya untuk melaksanakan dua rakaat, setidaknya begini-begini aku masih ingat Tuhan, bagaimanapun akulah yang membutuhkan Sang Pencipta. Tetapi, Mas Arya masih bergeming. Akhirnya aku memilih untuk melaksanakan salat sendiri.

Usai salat aku melipat mukena dan meletakkannya di atas nakas, dan kembali membangunkan Mas Arya. Aku mengguncang tubuhnya pelan.

"Mas, bangun sudah subuh!" ucapku mendekat kearah kupingnya.

Mas Arya menggeliat dan menarik tubuh sintalku dalam dekapannya, aku berontak minta untuk dilepaskan.

"Ayo, Mas bangun sudah subuh!"

Dengan ogah-ogahan akhirnya Mas Arya memilih bangkit, ketimbang berdebat denganku. Aku terkekeh, melihat tingkahnya yang menggemaskan.

Setelah Mas Arya masuk ke dalam kamar mandi, aku menekan handle pintu, melangkah ke luar menuruni anak tangga. Tujuanku adalah dapur tentunya, menyiapkan sarapan untuk aku dan Mas Arya, sekalian membuat bekal untuknya. Meskipun ada Bi Jana, sebagai istri aku pun ingin membuatkan sarapan untuk suami tersayang.

Pagi ini aku akan memasak nasi goreng udang kesukaanku dan Mas Arya. Tidak lupa bekal untuknya makan siang. Setelah selesai aku menatanya di atas meja, dua piring nasi goreng udang, dan dua gelas teh panas.

Tidak lama Mas Arya pun turun, ia sudah terlihat rapi dengan kameja biru langit dan jas hitamnya. Rambutnya disisir ke belakang, Mas Arya terlihat begitu tampan, dengan kharismatik yang ia miliki. Hati ini selalu jatuh cinta saat melihatnya, apa lagi dengan perhatian yang selalu ia berikan.

"Pagi, Sayang," sapanya sambil mengecup kedua pipiku. Aku tersenyum bahagia, meski belum memiliki seorang anak tak menyurutkan rasa kasihnya, begitulah yang selalu kurasakan.

"Em, wanginya." Mas Arya mengenduskan hidungnya. Aku tertawa kecil.

"Aku sangat lapar, Honey," ucapnya sambil menghempaskan pantatnya di kursi berseberangan denganku. Lalu, Mas Arya mengakat sendok dan garpu yang sudah tertata di atas piring.

Mas Arya menyendokan nasi goreng ke dalam mulutnya. "Wow, ini enak banget, Honey," pujinya. "Kamu harus cobain, Aaaa ...." Mulut Mas Arya ikut terbuka. Aku terkekeh lalu ikut membuka mulut dan menyambut makanan yang disodorkannya.

Mas Arya melirik jam di pergelangannya. Lalu cepat-cepat menghabiskan makanannya.

"Pelan-pelan, Mas!" ucapku melihat Mas Arya begitu terburu-buru.

Mas Arya pun tersenyum, dan meneguk teh di samping piringnya. Setelahnya ia pun pamit untuk pergi ke kantor. Seperti biasa aku mengantarkannya sampai pintu depan, menyambut tangannya lalu ia akan mengecup keningku.

"Hati-hati, Mas," ucapku sembari melambaikan tangan. Mas Arya mengacungkan jempolnya sebagai tanda oke.

Setelah mobil Mas Arya keluar dari garasi aku kembali masuk ke dalam, membereskan sisa makanan yang masih berserakan di atas meja, dan menaruhnya di wastafel.

Astaga! Bekal untuk Mas Arya ketinggalan, aku berlari menuju ke depan sambil membawa bekal untuk Mas Arya, sebuah kekonyolan mobil Mas Arya pasti sudah menjauh.

Aku mengendikkan bahu, mau bagaimana lagi aku akan mengantarkannya ke kantor Mas Arya. Sebelumnya aku segera membereskan cucian piring bekas tadi kami makan. Lalu, berjalan ke lantai atas, menuju kamar. Aku mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas nakas. Tak lupa sweeter abu-abu yang kugantung di balik pintu.

Aku segera mengeluarkan mobil dari garasi menuju kantor di mana Mas Arya bekerja. Setelah sampai, aku memarkirkan mobil, security yang jaga pos depan tunduk hormat.

"Mau ketemu Bapak, Bu?" tanyanya ramah. Aku hanya mengangguk kecil lalu tersenyum.

Aku tersenyum bahagia, Mas Arya pasti senang dan kaget melihat kedatanganku, membawakan bekalnya yang tertinggal. Saat di depan pintu ruangan Mas Arya tubuhku bergetar, pemandangan yang membuat tubuhku terasa lemas tersugu begitu nyata, Pintu yang sedikit terbuka membuat mata ini langsung bisa melihatnya.

Seorang perempuan tengah memeluk tubuh Mas Arya, setelahnya Mas Arya dengan lembut mengecup dahi perempuan itu dengan mesra. Apa ini? Aku menepuk kedua pipiku, rasanya sakit dan ini bukan mimpi. Tak lama kemudian Mas Arya sibuk mengangkat telpon dan menuju pintu luar aku segera menepi ke dinding, menyembunyikan wajahku dibalik topi sweeter yang ku kenakan.

Aku segera memasang masker yang sengaja kulepas dan memasangkan topi sweeter ke kepalaku, lalu masuk ke dalam ruangan Mas Arya.

Tanpa ba-bi-bu aku menarik rambut perempuan itu dengan kuat, ia menjerit kesakitan.

"Dasar ja*ang," pekikku.

"Auuu ... Siapa kamu? Dasar orang gi*a lepaskan!" teriaknya histeris.

"Jauhi, Arya kalau kau masih ingin hidup," ancamku. Kemudian aku menyentak rambutnya dengan kuat, hingga membuatnya hampir terjatuh ke lantai wajahnya terlihat pias, dan ketakutan.

"Dasar orang gi*a." Tangannya terangkat bersiap ingin menamparku, dengan sigap aku menangkisnya dan kembali menyentakkannya.

Aku kembali mendekat, mengelus-ngelus rambutnya dan tersenyum jahat. "Jangan pernah dekati Arya lagi!" Ancamku tegas, ia kembali gemetar ketakutan. Dalam hati aku tertawa puas.

bekal yang tadinya kubawa untuk Mas Arya segera ku ambil lagi, aku tak sudi memberi bekal yang sudah ku buat dengan ketulusan pada lelaki pengkhianat itu. lalu aku pun segera pergi meninggalkan ruangan Mas Arya.

Bre*gsek beraninya lelaki tak tau diri itu bermain gila di belakangku, dan ja*ang itu beraninya menggoda Mas Arya. Mereka sudah menyulut api, lihat saja kalian akan menanggung apa yang kalian perbuat, hukum tabur tuai akan membuat kalian menyesal.

NODA DALAM PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang