Jebakan

6.5K 295 2
                                    

Pov Arya


Berawal dari niat hanya ingin menolong, tetapi malah terjebak dalam perangkap Anita. Malam itu kebetulan aku lembur, kulihat Anita juga belum pulang. Karena merasa kasian akhirnya aku mengantarnya pulang.

"Mampir dulu, Mas!" ajak Anita saat tiba di apartemennya.

"Gak usah, aku masih ada urusan," kilahku.

"Sebentar saja, kran air saya mati. Tolong bantu benerin Mas!"

Akhirnya aku turun dari mobil dan mengecek kran air yang disebutkan Anita. Setelah selesai aku buru-buru pamit.

"Minum dulu, Mas! Mas pasti capek."

Aku ingin menolak, tetapi Anita malah menyodorkannya ya sudahlah cuma air putih. Aku pun meneguknya. Tidak berapa lama kepalaku terasa pusing dan pandanganku terasa gelap. Setelah itu aku tidak lagi ingat apa-apa.

Menjelang subuh, aku terbangun. Betapa terkejutnya aku, sementara Anita sudah terisak. Pintu depan di gedor seperti akan lepas dari engselnya. Anita beranjak membukakan pintu, setelahnya lelaki yang tak kukenal tiba-tiba memukulku. Sementara yang kuyakin orang tuanya Anita memaki-makiku dan memintaku untuk bertanggung jawab.

Jujur aku kaget dan bingung, padahal aku tidak ingat apa-apa setelah minum air putih pemberian Anita semalam. Paginya mereka malah mengancam akan melibatkan Aini jika sampai aku tidak menikahi Anita dan akan melaporkanku ke kantor polisi. Dalam kepanikakan akhirnya aku mengiyakan.

Ya sudahlah, mau bagaimana lagi Aini juga tidak tau. Sejak menikah dengan Anita, membuatku harus pintar membagi waktu Anita juga tidak keberatan kalau aku selalu ingin pulang ke rumah tepat waktu agar Aini tidak curiga.

Anita selalu mengerti, ia juga selalu perhatian padaku, lelaki mana yang akan menolak jika selalu diperhatikan. Sebenarnya Aini juga tidak kalah perhatian, bahkan ia tidak pernah menuntut masalah urusan materi dari perusahaan yang kukelola.

Aini memang tidak terlalu cantik jika dibandingkan dengan Anita. Setelah menikah denganku tubuhnya terlihat lebih berisi karena aku memang selalu memanjakannya, kami telah menikah selama sepuluh bulan, tanda-tanda dia akan hamil pun belum nampak. Tetapi, aku tetap selalu mencintainya.

Aku merasa bersalah karena diam-diam telah mengkhianati pernikahan kami. Tetapi, setelah menikahi Anita aku juga tidak bisa lepas begitu saja, Anita selalu bisa memanjakanku. Aku mendapatkan apa yang tidak kudapatkan dari Aini. Aini begitu sibuk dengan pekerjaannya.

Malam ini aku akan pergi ke acara pertunangan Dion teman kantor bersama Aini. Sudah hampir setengah jam aku menunggu, tetapi Aini juga tak kunjung selesai berdandan. Aku melirik jam dipergelangan tangan, acaranya sebentar lagi akan dimulai.

"Ai, berapa lama lagi kamu akan selesai?" tanyaku dari luar kamar.

"Sebentar," jawab cepat.

Tidak lama kemudian, Aini pun keluar.

"Ayo, Mas," ajaknya. Aku menatapnya dari atas kepala hingga ujung kaki, cantik.

Karena merasa hampir telat tanpa berkomentar aku segera mengambil kunci mobil, dan bergerak cepat ke arah pintu depan.

"Mas, pelan-pelan," ucap Aini, ketukan high hilsnya terdengar begitu cepat karena berusaha mensejajari langkahku.

"Kita sudah hampir telat, Ai," ucapku sambil terus melangkah.

Sesampainya di tempat acara aku dan Aini pun turun dari mobil, dan memasuki tempat acara beberapa teman menyapa. Aku terus melangkah, menyadari Aini berhenti aku menoleh ke belakang.

"Kamu kenapa?" tanyaku heran.

Aini hanya menggeleng sembari mendekat ke arahku. Dirga dan teman-teman melambaikan tangan ke arahku, akupun segera mendekat.

"Hallo, Bro makin cakep aja," Goda Hendra, aku hanya tersenyum dan menggamit tangan mereka satu persatu.

"Kenalin ini istri gue," ucapku memperkenalkan Aini.

Seperti biasa, Hendra tipe orang yang suka ceplas ceplos, "Serius, Bro ini istrimu?" tanya Hendra tanpa basa-basi. Sebenarnya aku kesal, tetapi Dirga segera menimpali.

"Kata orang seorang istri menjadi lebih berisi setelah menikah itu tandanya dia bahagia. Maaf ya, Mbak jangan didengarin!" Dirga segera menyikut tangan Hendra.

Akhirnya Hendra pun minta maaf pada Aini, "Maaf ya, Mbak!" Wajahnya tampak menyesal. Setelahnya mereke pun pergi.

Aku melihat Aini menagis, "Hei, kamu nangis, Sayang?" Aku mengusap air matanya, "Tunggulah sebentar! Mas cari minum dulu!" Aini hanya menggauk pelan.

Aku mengambil minuman dari seorang pelayan, tiba-tiba Anita datang dan bergelayut manja di tanganku.

"Mas, kapan sama akunya?" tanyanya manja. Malam ini Anita begitu cantik, sejujurnya aku sangat ingin bersamanya.

"Sabar, Sayang! Di sini ada Aini," ucapku memberi pengertian. Ia hanya mencebik dan berlalu pergi.

Aku kembali mendekati Aini dan memberikan minumannya. Aini segera meneguknya hingga tandas.

"Hei, pelan-pelan apa kamu begitu haus?" tanyaku. "Apa kamu tambah minumannya?" tanyaku lagi.

"Aku lapar," ucapnya kemudian. Aku terkekeh dan membujuknya agar menunggu sebentar lagi.

"Sepertinya aku mau ketoilet sebentar!" ucap Aini sembari pamit.

"Iya, Mas tunggu di sini!" ucapku.

Saat Aini sedang ke toilet Anita datang mendekatiku, ia sangat berharap malam ini aku bersamanya. Ah, bagaimana mungkin aku mengabulkan permintaannya, aku belum siap Aini mengetahui semuanya. Lagi-lagi ia hanya cemberut dan mengalah.

"Siapa, Mas?" tanya Aini tiba-tiba.

"Aini, ngagetin aja!" Aku begitu terkejut, rasanya jantungku mau copot, "Teman kantor," jawabku.

"Oh," balasnya singkat.

Untung saja Aini tidak curiga, dan Anita segera pergi. Kalau tidak tamat sudah riwayatku. Aku segera mengalihakn pembicaraan dan bertanya apa Ainiku masih lapar? Demi menutupi rasa kekhawatiranku aku segera mencari makanan untuknya.

NODA DALAM PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang