Tekad yang Kuat 3

5.9K 344 3
                                    

Sejak memutuskan untuk diet aku selalu rajin melakukan olah raga, mulai dari Jogging, crunch, cardio, plank, jumping jacks dan olah raga lainnya, yang bisa di lakukan di rumah. Biasanya sebelum berangkat kerja aku selalu menyempatkan diri untuk lari ditempat sebanyak 23 kali sama seperti usiaku.

Sudah minggu ketiga aku melakukan diet, dan usahaku tidak tidak sia-sia, berat badanku benar-benar berkurang sebanyak 16 kg. Aku begitu merasa senang.

Pagi ini, selesai salat subuh aku melangkah keluar kamar, menuruni anak tangga dan menuju dapur. Sebelum berolah raga, aku terlebih dulu membuat sarapan sehat untuk diet. Omelet sayur dan sandwich alpukat. Tak lupa satu gelas susu.

"Lagi masak apa, Non?" Tiba-tiba suara Bi Jana mengagetkanku yang tengah asyik membuat omelet sayur.

"Bibi! Ngagetin aja." seruku dengan jantung seakan mau copot.

"Maaf, Non!" ucap Bi Jana merasa tak enak. "Emang, Non lagi masak apa? Kayaknya senang banget, Nonnya?" tanya Bi Jana lagi.

"Ini, Bi aku lagi masak omelet." Tanganku bergerak lincah, memotong bahan-bahan omelet.

"Apa, Non melet?" Wajah Bi Jana terlihat serius dan bingung.

Seketika aku tertawa melihat ekspresi Bi Jana. "Omelet, Bi! Bukan melet," ucapku mencoba menjelaskan.

"Iya itu maksud, Bibi," kilah Bi Jana. "Emang itu apa sih, Non?" Bi Jana semakin penasaran.

"Ini lho, Bi telur di campur, bawang bombay, daun bawang, kubis, wortel dan sedikit lada," jawabku sambil terus sibuk dengan bahan-bahannya.

"Oalah kirain, Bibi apa? Itu mah dadar telur, Non," ucap Bi Jana Terkekeh. "Sih, Non mah aya-aya wae."

Aku pun tertawa melihat tingkah Bi Jana, " Biar lebih keren, Bi," Tanganku mencampurkan semua bahan ke dalam satu wadah.

Bi Jana pun tersenyum lebar, "Sejak Den Arya pergi, Non kelihatan tambah cantik, tambah langsing," Puji Bi Jana, aku pun tersenyum.

"Resepnya apa sih, Non? Bibi juga kepengen langsing," seloroh Bi Jana sambil memegangi lemak dibagian perutnya. Lagi-lagi aku pun tergelak.

"Mudah kok, Bi sering-sering olah raga sama makan omelet," ucapku tersenyum lebar.

"Masa sih, Non?"

"Iya, Bi ini makanan sehat buat diet."

"Gitu ya, Non?" Bi Jana pun manggut-manggut demi menanggapi ucapanku. "Oh iya, Non kok Den Arya belum pulang-pulang ya?" Bi Jana mengalihkan pembicaraan, wajahnya kembali terlihat serius.

Aku menghela napas, mengaduk campuran telur dan bahan lainnya dengan pelan. Wajar kalau Bi Jana sangat mengkhawatirkan Mas Arya, bagaimanapun Mas Arya juga selalu memperlakukan Bi Jana dengan baik, seperti yang kulakukan.

"Entahlah, Bi mungkin lupa jalan pulang," balasku asal.

"Ah si, Non becanda aja!" balas Bi Jana kembali tersenyum.

Hatiku terlanjur perih mengingat bagaimana Mas Arya dengan tega mengkhiantai pernikahan ini, diam-diam menikah dengan perempuan lain. Tidakkah dia memikirkan bagaimana perasaanku, mengingat itu, rasanya air mataku ingin menetes, tetapi sekuat hati kutahan, aku belum siap menceritakannya pada Bi Jana.

Selesai masak makanan buat sarapan, aku menatanya di atas meja, dan berjalan menuju taman belakang tujuanku untuk berolah raga dengan lari di tempat. Aku menghirup udara pagi, rasanya begitu menyegarkan pikiran menjadi terasa lebih fres, sejenak dapat melupakan kesusahan. Aku memanggil Bi Jana mengajaknya berolah raga.

"Hayu, Bi olah raga katanya mau langsing!" Ajakku. Bi Jana pun ikut olah raga bersamaku. Belum sampi lima menit, Bi Jana sudah terlihat ngos-ngosan.

"Udah ah, Non. Bibi gak kuat." Bi Jana kembali masuk ke dalam, sepertinya ia kehausan. Aku pun hanya tersenyum melihat tingkah Bi Jana.

Habis olahraga aku kembali masuk, bersiap-siap untuk mandi dan berangkat kerja. Aku bekerja di butik milikku sendiri.

Setelan cardigan warna mustard dengan paduan baju warna hitam menjadi pilihanku. Riasan wajah natural dan lipstik warna peach melengkapi penampilanku. Aku mematut diri di depan cermin, setelah merasa sempurna, aku berniat untuk kembali ke lantai bawah. Tiba-tiba ponselku berdering, panggilan masuk dari Mas Arya. Panggilan kesekian kalinya, akhirnya aku mengangkatnya.

"Ai, Mas jemput ya!" ucap Mas Arya dari ujung ponsel.

"Tidak perlu!" balasku tegas, dan mematikan ponsel. Tiba-tiba kepalaku berdenyut pusing, aku mengerjap-ngerjapkan mata dan menggeleng pelan, 'mungkin karena belum sarapan' batinku.

"Bi, sini deh?" ajakku pada Bi Jana, setelah duduk di meja makan. Aku membagi omelet sayur menjadi dua bagian.

"Iya ada apa, Non?" Bi Jana menghampiriku dengan tergesa-gesa.

"Duduk, Bi temanin aku sarapan!" ucapku, sambil menyodorkan setengah piring omelet untuk Bi Jana.

Bi Jana pun duduk di depanku.

"Cobain deh, Bi omeletnya!" titahku.

Bi Jana pun mengambil potongan omeletnya.

"Em ... Enak, Non. Bibi baru kali ini makan, makanan kayak gini," ucap Bi Jana polos.

"Bibi, suka?" tanyaku.

"Suka, Non."

Aku tersenyum, "Ya udah habisin aja, Bi!"

Setelah sarapan dengan Setengah piring omelet, dua potong sandwich alpukat dan satu gelas susu, aku bersiap-siap berangkat kerja.

"Ya udah, aku pamit dulu ya, Bi," aku menyambut tangan Bi Jana dan menuju pintu depan.

Tiba di garasi kepalaku kembali berdenyut, aku memegangi kepalaku, kepalaku semakin terasa pusing dan berputar-putar pandanganku terasa gelap, dan aku terjatuh setelahnya aku tidak ingat apa-apa lagi.

NODA DALAM PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang