11

868 131 11
                                    

Hyunjae tidak menghitungnya, namun ia berpendapat jika sudah lebih dari satu hari dan dua malam ia bermalam di ruangan yang lebih mirip seperti basement ini. Selama itu juga Hyunjae kehilangan nafsu makan, ia bahkan sama sekali tidak tertarik untuk menyentuh piring yang telah disediakan meskipun Juyeon sering memberinya makanan sederhana.

Netra legamnya memandang kosong ke arah kakinya yang kotor. Bajunya juga ikut lusuh. Entah bagaimana kondisinya sekarang, Hyunjae sama sekali tidak ingin memedulikan itu. Kerap kali melihat dirinya sempurna saat ingin perform membuat Hyunjae merasa tidak mau melihat bagaimana rupa buruknya sekarang.

"Apa yang kau pikirkan?" ujar Juyeon bertanya dengan sorot penasarannya. Bukan sebuah kebingungan lagi melihat Juyeon ada bersamanya di ruangan sempit ini. Pemuda itu memang sering menghabiskan waktu bersamanya disini dengan alasan agar Hyunjae tidak lepas dari pengawasannya. Meskipun ia tau jika tidak ada celah sama sekali disini yang memungkinkan Hyunjae akan kabur karena ruangan ini sama sekali tidak memiliki jendela maupun ventilasi selain sebuah pintu masuk dan keluar.

Juyeon terkesan akan Hyunjae yang tahan berada diruangan pengap seperti ini.

"Kau peduli? Kalau begitu berikan aku makanan yang layak," ketus Hyunjae. Kemudian, dibalas oleh tawa singkat oleh yang lebih muda. "Itu sudah lebih dari kata layak. Jika kau ingin makanan yang pantas, bukan di sini tempatnya."

"Setidaknya kau harus memperhatikan bagaimana kondisi orang yang diculikmu. Aku bukan tipe orang yang terbiasa dengan makanan yang kau suguhkan sekarang. Itu membuatku mual."

Juyeon sontak mendengus keras, "Dengan begini aku mengajarkanmu agar bisa memandang bagaimana cara hidup orang yang tidak seberuntung dirimu," sungutnya sembari berdiri tepat didepan Hyunjae yang kini sedang duduk di kursinya tanpa adanya tali yang mengikat tangannya.

"Apa yang kau pikirkan tentang membandingkanku dengan mereka? Kami jelas berbeda. Kau pernah melihatku meminta belas kasih orang lain untuk mengharapkan sepeser uang? Aku bekerja keras demi diriku sendiri. Lantas, karena aku sudah sesukses sekarang, kau pikir aku sudi diperlakukan seperti mereka?"

Tamparan keras melayang ke permukaan wajahnya di sisi kanannya. Hyunjae menyentuh pipinya yang terasa perih sambil menatap Juyeon dengan sorotnya yang tak terbaca. Hawa dingin menyentuh benaknya, Juyeon nampak tidak lagi bersuara. Pemuda itu kentara sekali seperti benar-benar tenggelam pada kemurkaannya.

"Kau dan Jaehyun. Apatis, sombong, keras kepala, dan sok sempurna!" Juyeon berteriak kesal tanpa sedikitpun memperlihatkan kepada Hyunjae bagaimana gelapnya mata yang tersembunyi dibalik poni panjangnya. "Aku heran mengapa orang seperti kalian bisa hidup di dunia ini."

Hyunjae tersenyum sinis. Salah satu tangannya bergerak gesit untuk menjangkau ujung kerah leher dari baju milik sosok yang lebih muda. Mempertemukan kedua manik yang saling melontarkan sorot kebencian masing-masing dari jarak yang terpaut hanya kurang dari lima belas senti.

"Kau kira apa alasan malaikat dan iblis itu ada, hah?" Desisan bernada meledek terdengar begitu jelas ditelinga Juyeon. Nampak sekali jika pemuda didepannya ini sedang meremehkannya. "Kau bertingkah seolah-olah kau adalah tokoh antagonis dalam situasi seperti ini, namun kau sepertinya bukanlah orang yang cocok untuk mendapat peran seperti itu."

Hanya dalam satu tarikan, posisi mereka telah berubah. Hyunjae yang awalnya duduk, kini berdiri sembari menundukkan kepalanya agar sejajar dengan posisi duduk Juyeon saat ini. Entah sejak kapan sebuah tali ada ditangannya, Juyeon jelas memiliki firasat buruk tentang hal itu.

"Akuilah Juyeon," Hyunjae mengencangkan tali tersebut. Ekspresinya berubah datar. Sorot mata yang awalnya kosong, kini terlihat tajam kembali. "Kau lebih cocok menjadi malaikat ketimbang berperan seolah-olah kau adalah iblisnya disini."

"Karena iblis yang sebenarnya sedang ada dihadapanmu sekarang."

.
[Tbc]
.

Enigma +Milju  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang