12

507 77 11
                                    

Hyunjae berdecak. Beberapa menit saling beradu tatap nyatanya tidak membuahkan hasil untuk kepuasan batinnya. Juyeon hanya diam ketika ia membalas dengan mengikat tangan pria itu. Ini jadi tidak menyenangkan lagi.

"Dimana kau menyimpan uangmu?" Ia bertanya. Berharap mendapat respon, namun yang ia dapat hanyalah Juyeon yang sekarang tengah memandangnya dengan penuh kebencian. "Aku tidak bisa menggunakan kartu kreditku. Manajerku bisa saja melacak keberadaanku dari situ dan aku pasti akan sangat kasihan sekali kepadamu seandainya mereka menemukanku, itu berarti kau juga harus siap menghadapi dinginnya sel tahanan."

"Tapi, tenanglah. Aku tidak akan semudah itu membuatmu mendekam di penjara sebelum ini—" Hyunjae menunjuk pipinya yang lebam. "—dibalas dengan sepadan oleh tanganku sendiri."

Juyeon berdecih akan ucapan si pria angkuh yang ada di depannya. Manik matanya beralih menatap saku celana jeans kirinya. "Di sana," ujarnya singkat. Yang segera diperiksa oleh Hyunjae.

"Apa yang akan kau lakukan dengan dompetku?" Juyeon bertanya dengan nada datarnya. Meskipun dalam hati merasa penasaran, tetapi ia memutuskan untuk menyembunyikan tentang apa yang dirasakannya saat ini. Ia hanya benci ketika Hyunjae menunjukkan senyuman puasnya begitu dirasa berhasil membuatnya menjadi ekspresif.

Hyunjae tidak langsung menjawab. Ia mengambil masker yang masih terpasang di wajah Juyeon dan memakainya ke wajahnya sendiri. "Sebenarnya, ini agak menjijikan. Memakai masker bekas orang lain bukanlah hal yang pernah terlintas didaftar keinginanku. Seandainya aku sedang tidak terdesak dan malas untuk mengobrol lebih panjang denganmu, jadi terserahlah."

"Ngomong-ngomong didekat sini ada warung atau pasar? Aku ingin berbelanja."

Ucapannya dijadikan angin lalu oleh Juyeon. Hyunjae tertawa tanpa sebab. Kemudian, tanpa memberikan aba-aba terlebih dahulu, ia langsung menarik surai belakang Juyeon dengan kuatnya sampai empunya langsung mendongak.

"Peraturanku sederhana, selama kau menurut, aku akan melupakan beberapa kejadian dimana kau memukulku. Jika kau lupa, sekarang kau adalah tahananku. Jadi, mau tidak mau, kau harus menjadikan dirimu sendiri sebagai pesuruhku. Mengerti, cantik?"

"Sinting!" umpat Juyeon dengan suara meninggi. Sontak, membuat Hyunjae langsung memberikan pukulan kerasnya di atas pipi kanan Juyeon.

"Aku tidak main-main saat kubilang, aku akan melubangi salah satu matamu. Jika kau tidak ingin itu, maka relakan harga dirimu untuk diinjak olehku. Ingat? Cutter-mu masih ada padaku. Aku bisa menggunakannya kapan saja jika aku mau. Jadi kuharap, kau tidak menganggapku sedang bercanda kali ini."

Hyunjae berhenti mengoceh seusai mengambil sebuah kunci pada dompet Juyeon. Ia berangsur pergi begitu saja. Meninggalkan Juyeon yang kini tangannya sudah terikat kedua-duanya.

Setelahnya, Juyeon hanya bisa tertawa kering. Kemudian, beralih menatap kakinya yang bergerak kecil diantara ikatan tali yang terasa sangat kuat melilitnya. "Shh, perih," rintihnya begitu tidak sengaja menggerakan pipinya yang terluka.

Juyeon tidak bisa menampik bagaimana perasaannya sekarang. Menghadapi Hyunjae dan menganggapnya sebagai sandera yang mudah, tentunya bukanlah hal yang tepat seusai mengingat segala bentuk kecaman yang pria itu berikan kepadanya.

Tetapi, itu membuatnya puas. Tidak seperti Jaehyun yang mudah sekali untuk dibunuh tanpa adanya perlawanan sama sekali, Hyunjae justru memberikan sebuah tantangan tersendiri baginya. Memicu adrenalin. Pria itu adalah tokoh publik, banyak yang mengenalnya. Berbeda dengan Jaehyun, orang-orang sama sekali tidak mengetahui seluk-beluk kehidupannya sehingga upaya pencarian dirinya sampai sekarang sama sekali tidak membuahkan hasil.

Entah Juyeon yang kelewat beruntung atau memang sudah seharusnya garis takdir Jaehyun membuatnya mati dengan tragis dan sama sekali sulit terlacak keberadaannya. Kurangnya barang bukti adalah alasan utama.

Dan Juyeon sangat senang mengetahui fakta itu.

.
[Tbc]
.

Enigma +Milju  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang