Kina memandangi plakat bertuliskan Best Employee of the Year itu lekat-lekat. Perasaannya membuncah, hanya dengan memandangi plakat tersebut, ingatannya terseret kembali ke momen dua tahun silam. Kerja kerasnya bertahun-tahun akhirnya terbayar dengan sebuah plakat, juga gelar yang menyebutnya sebagai karyawan terbaik pada 2019.
Sekarang, plakat itu terpaksa disimpan ke dalam kotak, bersama dengan barang penuh kenangan lainnya.
Seperti ada yang menumbuk ulu hatinya ketika pandangan Kina meneliti setiap barang yang ada di dalam kotak itu satu per satu. Ini kotak terakhir yang harus dibawanya pulang, menyusul dua kotak terdahulu yang sudah lebih dulu diangkutnya.
Kina tidak pernah menduga hari ini akan tiba. Semua kenangan selama sembilan tahun terakhir, hanya berakhir ke dalam tiga kotak ini.
"That's mine."
Kina menoleh ke arah sumber suara. Marina berdiri di sampingnya, sambil bersandar ke dinding putih yang kini sudah polos. Sampai kemarin, dinding itu masih dipenuhi tempelan moodboard yang menjadi napas Kina selama sembilan tahun terakhir.
Marina mengambil speaker mini berwarna ungu dari atas meja Kina. Sama seperti Kina, dia pun tersenyum miris saat menatap speaker tersebut.
"Ini speaker keramat, teman saat deadline." Marina terkekeh.
"Gue balikin. Enggak tahu juga kenapa speaker ini malah ada di meja gue," timpal Kina.
Marina mengembalikan speaker tersebut ke tempatnya semula, di atas meja Kina. "Buat lo aja, hitung-hitung kenangan dari gue di tempat lo yang baru."
Sekali lagi, Kina hanya tersenyum miris menanggapi ucapan Marina.
"Lo bakal pindah ke mana?"
Kini, ada rasa pahit yang mengaliri hatinya ketika mendengar pertanyaan itu. Sampai detik ini, Kina masih menghindari pertanyaan tersebut. Sebab, dia masih belum memiliki jawabannya.
"Lo ke mana?" Alih-alih menjawab, Kina malah melontarkan pertanyaan yang sama.
"Twin House, agensi iklan, jadi copywriter. Kapok gue di media, nasibnya sudah enggak jelas," sahut Marina. "Lo sendiri masih mau di media?"
Sekali lagi, pertanyaan Marina menohok Kina. Untuk pertanyaan ini pun, dia belum memiliki jawaban.
"Lo, tuh, yang paling lama di sini. Pastinya berat banget buat lo pisah sama kantor ini. Gue aja yang cuma dua tahun merasa berat, apalagi lo. But, well, this is life. It sucks but it's life." Marina berkata pelan.
Kina memaksakan diri untuk tersenyum. Dalam hati dia membenarkan setiap patah kata yang keluar dari bibir Marina.
"Gue, sih, yakin lo akan survive. Malah, gue yakin kalau banyak perusahaan lain yang berebut pengin hire lo."
Kina menengadah, berusaha keras menahan air matanya yang memberontak untuk turun. Pujian yang dilontarkan Marina nyatanya malah membuatnya merasa dihantam beban besar yang membuatnya tersungkur.
Buru-buru, Kina meletakkan buku terakhir ke dalam kotak itu, membuat mejanya yang semula padat, kini sudah kosong.
"Gue ke toilet dulu," pamitnya pada Marina, dan langsung meninggalkan temannya itu sambil lari terbirit-birit.
**
Setiap anak memiliki mimpi, termasuk Kina. Bagi Kina, mimpi itu bermula ketika dia tidak sengaja melirik majalah di salon langganan ibunya, FEMME. Saat itu Kina baru berusia sepuluh tahun, tapi dia sudah memiliki mimpi yang ingin diraihnya saat dewasa nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake: A Short Story Collection
Short StoryBuku ini dikhususkan untuk kumpulan cerpen yang saling berdiri sendiri. Kadang, bisa menceritakan tentang kisah di buku lainnya, atau tokoh pendamping yang muncul di buku lainnya. Bisa juga, cerita yang murni berdiri sendiri. Enjoy!!!