Padang, 1 Oktober 2009
Kota ini seperti kota mati, itu yang muncul di benak Reza ketika dirinya dan kru yang bertugas menjejakkan kaki di Padang. Tepat satu hari setelah gempa besar meluluhlantakkan kota itu.
"Let's go," ujar Reza. Sembari memasang jaket berwarna biru dengan logo burung elang yang menjadi ciri khas stasiun televisi tempatnya bekerja, Reza menatap setiap sudut jalan yang sudah rata dengan tanah.
Tadinya, ada banyak rumah di sini. Sekarang, bisa dihitung dengan jari berapa rumah yang tersisa.
"Kita on air dari sini saja," ujar Reza.
Ryan, kameramen yang berada di tim itu, langsung mempersiapkan alat.
Kru berita Prime TV termasuk yang pertama berhasil memasuki Padang setelah penerbangan ke kota itu ditutup akibat gempa kemarin sore. Reza sudah berada di Soekarno Hatta sejak malam sebelumnya, sambil terus berkorespondensi dengan koresponden berita di Padang, untuk melaporkan situasi terkini.
"Za, tes suara," seru Ryan.
Reza mengecek mikrofon yang tersembunyi di balik jaketnya. "Tes, Reza Malik-Hamzah."
Sementara menunggu waktu sampai terhubung dengan kru di studio di Jakarta, Reza memandang sekeliling.
Ada banyak petugas dari Basarnas yang berusaha mencari korban, berharap masih ada keajaiban di balik reruntuhan tersebut. Juga ada tim dari LSM yang turun tangan langsung untuk mencari korban.
Reza tahu, begitu tugasnya selesai, dia tidak akan kembali ke hotel. Dia akan bergabung dengan tim tersebut dan membantu mencari korban.
Tentu saja pencarian itu tidak termasuk ke dalam pekerjaannya. Hanya hati nurani yang mendorongnya untuk ikut mencari. Hati nurani juga yang mendorongnya untuk meminta penugasan ini.
Lima tahun sebelumnya, di saat dirinya masih menjadi reporter junior, Reza ikut berangkat ke Aceh ketika tsunami melanda provinsi tersebut. Pengalaman berada di Aceh tidak bisa hilang dari benaknya. Sampai sekarang pun dia masih berhubungan dengan Arif, seorang bocah lima tahun yang ditemukannya dalam kondisi menggigil di samping jasad ibunya yang sudah meninggal selama berhari-hari.
"Za, stand by."
Peringatan dari Ryan mengembalikannya ke masa sekarang. Ini bukan Aceh, ini Padang. Dengan duka yang berbeda. Kehilangan yang berbeda. Namun, satu hal yang sama. Kota ini tidak akan pernah lagi terasa sama.
Setidaknya bagi Reza.
**
Reza meletakkan sekotak besar berisi perlengkapan dan kebutuhan anak-anak di depan tenda pengungsian. Kotak terakhir yang dibawanya dari Jakarta berisi bantuan dari Prime TV untuk korban.
Suara teriakan mengalihkan perhatiannya, disusul dengan tangisan yang terdengar lantang di tengah suasana mencekam ini.
"Ada apa?" tanya Reza pada Ryan, sementara yang ditanya hanya mengangkat bahu.
Reza melangkah ke sumber suara. Bukan dirinya saja yang dikejutkan oleh teriakan itu, begitu juga dengan orang-orang di tenda pengungsian.
Tenda kecil dengan logo PMI di dekat tenda pengungsian mendadak jadi pusat perhatian. Ketika Reza tiba di sana, seorang perempuan muda menghambur keluar dan bergegas melewati kerumunan. Reza mengikuti dengan matanya, dan tidak lama perempuan itu mengeluarkan isi perutnya.
Persis dirinya lima tahun lalu, ketika menemukan potongan tubuh manusia yang menjadi korban keganasan tsunami di Aceh, dan tidak sanggup menahan gejolak isi perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake: A Short Story Collection
ContoBuku ini dikhususkan untuk kumpulan cerpen yang saling berdiri sendiri. Kadang, bisa menceritakan tentang kisah di buku lainnya, atau tokoh pendamping yang muncul di buku lainnya. Bisa juga, cerita yang murni berdiri sendiri. Enjoy!!!