9. Devil with an Angel's Face

21.2K 1.1K 40
                                    

"Give me more."

Perempuan itu sudah teler. Dia bahkan tidak bisa lagi duduk dengan tegak. Namun, suaranya dengan lantang meminta segelas vodka lagi.

Bryan, rekanku, menatapku putus asa. "She's in trouble," gumamnya.

Aku mengelap tangan dan mendekati perempuan itu. "Let me handle her."

Dengan senyum lega, Bryan meninggalkanku dan beralih ke pelanggan yang lain. Aku menuangkan vodka ke dalam gelas kecil dan meletakkannya di hadapan perempuan itu.

"This is your last drink," ujarku tegas. "Go home and take a rest."

Dia bukan pelanggan baru di bar ini. Setidaknya, seminggu sekali dia pasti ke sini. Namun, akhir-akhir ini dia semakin sering datang ke bar ini dan sendirian. Tidak lagi tampak pria yang dulu sering bersamanya.

Namanya Lily. Dia memberitahuku beberapa bulan lalu.

Lily meneguk minuman itu dengan cepat, dan langsung menghabiskannya dalam satu kali tegukan.

"More," pintanya.

"Kamu sudah mabuk."

Lily hanya mendengus. Dia menempelkan keningnya di meja, dengan tangan terjuntai ke bawah. Sepintas, dia tampak seperti orang tak bernyawa.

Itu kebiasaannya jika sudah terlalu mabuk.

Biasanya, ada pria lain yang akan membawanya pulang, tapi malam ini sepertinya dia sendiri.

"She's dead?" bisik Bryan, yang langsung meninggalkanku sambil tertawa.

Aku meninggalkan Lily dan menemui pelanggan lain. Malam ini cukup ramai, semakin banyak pelanggan yang kulayani, tip yang kudapatkan semakin banyak. Lumayan untuk menyambung hidup.

Sesekali aku melirik ke arah Lily, dan dia masih bergeming. Aku mencondongkan wajah ke dekatnya, tapi langsung mundur begitu mencium bau alkohol. Aku memang sudah bekerja di bar ini selama hampir satu tahun, tapi aku masih belum tahan dengan bau alkohol yang sangat menyengat.

Malam itu berjalan tanpa halangan berarti. Tip yang kudapatkan lumayan, setidaknya aku tidak perlu memikirkan uang makan selama seminggu ke depan, mengingat selama seminggu nanti aku tidak bisa bekerja di sini karena ada ujian di kampus.

Masalah baru datang ketika bar sudah mau tutup menjelang pagi, dan Lily masih ada di sini. Aku dan Bryan berpandang-pandangan. Tidak mungkin meninggalkannya di sini, tapi tidak mungkin juga membawanya pulang.

"Pacarku bisa marah kalau aku membawa pulang perempuan dari bar." Bryan beralasan.

Aku tidak punya alasan seperti Bryan. Dengan berat hati, aku membangunkannya. Percuma, Lily hanya mendengung dan tidak terbangun. Terpaksa aku harus membawanya pulang dalam keadaan tidur.

Menyusahkan saja.

**

"Where am I?"

Lily terbangun ketika aku memapahnya turun dari mobil tua yang kukendarai menuju kamarku. Sebenarnya, tempat itu tidak cocok disebut sebagai kamar. Tempat itu tadinya sebuah gudang di belakang minimarket tempat aku bekerja paruh waktu. Nolan, pria tua pemilik minimarket, kasihan melihatku yang kesulitan membayar sewa tempat tinggal sehingga menawarkan gudang itu cuma-cuma. Aku menerimanya dengan senang hati, sekaligus menolong Nolan menjaga minimarket itu dari gangguan pencuri.

"At my place."

Aku membuka pintu dan menyeret Lily masuk. Hanya ada satu kasur tipis di sana. Terpaksa, malam ini aku tidak bisa tidur karena merelakan tempat itu untuk Lily.

Beautiful Mistake: A Short Story CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang