PS: Kita balik dulu sebelum Alan kenal Nana yah. Kali ini awal pertemuannya dengan Jana. To be continue sampai akhirnya Jana sama Gilang hehe.
"Selamat siang. Kenalin, aku Jana."
Pria yang baru saja turun dari mobil itu menyambut uluran tanganku. "Alan."
"Selamat datang di Ngadulanggi. Selama seminggu ke depan, aku yang akan menjadi guide di sini, jadi jika butuh apa-apa, bisa langsung ke aku."
Pria itu membenarkan letak ranselnya dan mengangguk. Aku pun beranjak ke anggota rombongan yang lain dan memperkenalkan diri dengan cara yang sama. Meski raut lelah terlihat jelas di wajah mereka, tapi mereka sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa takjub dan bersemangat saat menatap bukit yang mengelilingi desa kecil ini.
Mereka rombongan kedua yang kutangani semenjak aku bergabung dengan Paradise, sebuah NGO yang menggabungkan antara traveling dengan volunteering. Sudah tiga bulan aku bergabung di NGO ini, dan ini desa kedua yang kusinggahi. Kali ini bersama rombongan dari maskapai penerbangan yang menjadikan acara volunteering di sini sebagai bagian dari CSR mereka.
Aku memimpin rombongan itu ke rumah kepala desa dan memperkenalkan mereka. Di sana, anggota timku sudah siap dengan makan siang yang dimasak langsung oleh ibu-ibu di sini. Para tamuku tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka saat disajikan makan siang. Aku tahu, perjalanan menuju desa ini sangat sulit. Desa ini berjarak sekitar 60km dari Waingapu, kota terbesar di Sumba. Meski pemandangan di sekitar yang sangat indah, perjalanan panjang naik turun bukit tentu menguras tenaga.
Selesai makan siang, aku memberi brief singkat mengenai kegiatan mereka selama seminggu ke depan. Mereka hanya mendengar ala kadarnya, karena sebagian besar sudah tidak sabar untuk beristirahat. Aku pun tidak lama-lama menahan mereka.
"Jana."
Aku sedang sibuk membereskan berkas ketika seseorang memanggilku. Ketika mengangkat wajah, aku bersitatap dengan pria yang sejak awal kedatangannya terlihat paling bersemangat.
"Ya, Mas Alan."
"Is it okay if I go aroung to take a picture?" tanyanya sembari mengangkat kamera.
Aku mengangguk. "Namun, jangan sampai malam. Di sini enggak ada listrik, jadi sulit untuk bergerak di malam hari. Aku saranin Mas Alan jangan jauh-jauh."
Dia hanya tertawa kecil mendengarku. "It's alright. Saya hanya akan berkeliling di sekitar sini. Would you mind to join me?"
"Hah?"
Dia menunjuk kamera yang mengintip dari dalam tas ranselku. "Saya rasa kamu juga suka memotret."
Aku melirik kamera yang sudah menjadi barang bawaan wajibku itu. Dia benar, aku tidak bisa pergi tanpa kamera. Malah, kegemaranku fotografi inilah yang membuatku akhirnya berlabuh di Paradise. Dengan pekerjaan ini, aku berkesempatan mengunjungi daerah yang mungkin tidak akan pernah kukunjungi dengan sendirinya, dan memotret sepuasnya.
"Maybe later. Ada banyak pekerjaan yang harus kusiapin buat besok." Dengan berat hati aku menolak ajakannya.
"Alright. Just enjoy your work."
Aku tergelak dan mendekap kertas-kertas yang sejak tadi kurapikan. "Enjoy your view. But please, spare me the good one."
"Saya enggak janji." Sambil tertawa kecil dia menyandang ranselnya dan keluar dari rumah tradisional yang kujadikan sebagai base camp.
Aku melirik punggungnya yang perlahan mulai menjauh. Dia pun langsung sibuk dengan kameranya, mengabadikan setiap keindahan yang diabadikan desa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake: A Short Story Collection
Historia CortaBuku ini dikhususkan untuk kumpulan cerpen yang saling berdiri sendiri. Kadang, bisa menceritakan tentang kisah di buku lainnya, atau tokoh pendamping yang muncul di buku lainnya. Bisa juga, cerita yang murni berdiri sendiri. Enjoy!!!