"You may now kiss the bride."
Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat senyum semringah Maya ketika Dean menangkup wajahnya dan menciumnya.
Ada rasa cemburu yang diam-diam menggerogoti hatiku.
Maya is my best friend. Kami sudah bersama sejak SMA dan beruntung diterima di kampus yang sama. Kami pun melamar pekerjaan ke tempat yang sama dan sekali lagi beruntung diterima di maskapai penerbangan yang sama. Meski jadwal terbangku dan Maya seringkali berbeda, dia tetap menjadi sahabat terbaikku. Kami sempat sama-sama tinggal di Singapura tapi Maya memutuskan pindah ke Bali sejak dua tahun terakhir. Setahun yang lalu, aku menyusulnya dan tinggal di Jakarta. Namun, Jakarta – Bali tak pernah jadi masalah.
Ketika aku pulang ke Jakarta dan membawa patah hatiku, Maya justru sebaliknya. Dia memberitahuku kabar paling menggembirakan. Bahwa Dean melamarnya. Aku menjadi saksi mata semenjak mereka pertama kali berkenalan. Di salah satu penerbangan kami. Perkenalan itu berlanjut ke makan malam dan komunikasi super intens hingga akhirnya mereka memutus jarak Singapura – Bali dengan kepindahan Maya.
Maya juga memintaku menjadi bridesmaids di pernikahannya. Tentu saja, aku tidak bisa menolak permintaan teman yang sudah melalui jatuh bangun kehidupan bersamaku.
Tanpa terasa air mataku menetes. She deserves to be happy.
And... so was i.
Namun sepertinya kebahagiaan itu masih berada sangat jauh dariku.
Aku mengelap air mata dan berhenti melakukan self pity ketika Maya menghampiriku. Aku memeluknya erat, merasakan kebahagiaan yang sangat membuncah.
"Thank you for sending me off."
"My pleasure." Aku menjawab pelan.
"Setelah ini, kita tetap temenan, kan?"
"Tentu saja. Cuma lo yang bisa bikin gue waras."
Maya melepaskan pelukannya sambil tertawa. "Aud, ada banyak tamu di dinner malam nanti. Teman-teman Dean juga banyak yang available, let alone very hot. Just open your eyes widely and enjoy tonight." Maya menepuk pundakku pelan. "Lupain Alan."
Aku ikut tertawa. Saat ini, aku sudah bisa menertawakan patah hatiku karena Alan. Aku pun menganggapnya sebagai sebuah tanda aku sudah move on dari pria yang diam-diam brengsek itu.
"Karena gue masih belum habis pikir kenapa lo enggak ngajak Preston."
Aku mendengus. Mendengar nama Preston hanya membuatku kesal. Jika Alan terlihat baik tapi sejatinya dia seorang penjahat kelamin, beda halnya dengan Preston. Cecunguk satu itu sibuk petantang petenteng ke sana ke mari mencari perempuan bodoh yang mau terjerat rayuannya, lalu dia dengan bangga memamerkan keberhasilan itu, seolah-olah perempuan yang berhasil ditidurinya hanyalah sebuah piala.
Dalam patah hatiku, aku pernah terjebak dengan Preston. Namun, cowok kurang ajar itu dengan penuh kesombongan memamerkan keberhasilannya tidur denganku di depan Alan. Mengingat selama ini dia selalu merayuku tapi tidak pernah berhasil, sementara Alan tidak pernah membutuhkan rayuan untuk membuatku luluh. Ketika akhirnya dia berhasil menjebakku saat aku patah hati, dia pun menganggap dirinya sebagai seorang juara.
Tentu saja aku tidak akan membiarkan diriku menjadi pemuas ego seorang Preston. Walaupun akhir-akhri ini dia bersikap baik padaku dan tidak semenyebalkan dulu.
"Sekarang lo istirahat, jadi nanti malam pas dinner lo dalam keadaan segar 100%. Biar bisa buka mata lebar-lebar." Maya kembali membisikkan pesan itu sebelum berlalu meninggalkanku karena sesi foto bersama keluarga besarnya dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Mistake: A Short Story Collection
ContoBuku ini dikhususkan untuk kumpulan cerpen yang saling berdiri sendiri. Kadang, bisa menceritakan tentang kisah di buku lainnya, atau tokoh pendamping yang muncul di buku lainnya. Bisa juga, cerita yang murni berdiri sendiri. Enjoy!!!