🌸 Si Cantik Yang Malang

38 3 0
                                    

"Galen tunggu!"

Sorai berhenti melangkah saat mendengar suara Agnes tak jauh dari dirinya. Gadis itu menarik tangan Galen. Mencegah cowok itu pergi.

Dulu, Galen sangat menyayangi Agnes. Mencintai dan menjaga gadis itu sepenuh hatinya. Banyak siswi yang merasa iri pada sosok Agnes yang kerap mendapat perlakuan spesial dari cowok bertubuh jangkung itu. Temasuk Sorai sendiri.

Sekarang berkebalikan, Galen selalu menolak kehadiran Agnes di sisinya. Sebenarnya Sorai tak tega juga melihat cewek itu selalu memohon dan mengemis perhatian Galen. Tapi mau bagaimama lagi? Mungkin sebaiknya Agnes menyerah saja. Toh Galen sudah terang-terangan mengatakan tak ada rasa apapun lagi untuknya.

"Gue nggak bawa motor atau mobil. Sejak putus sama lo, gue lebih suka naik kendaraan umum."

Bukan itu alasan sebenarnya. Galen sudah tidak memakai motor atau mobilnya lagi sebab dia sudah tak mau memakai barang pemberian ayahnya. Namun Galen juga tak bohong, menaiki kendaraan umum juga menyenangkan baginya.

Galen  memegang kedua pundak Agnes. Membuat gadis itu menatapnya intens agar dapat mengerti apa yang akan dia katakan. Galen sebenarnya sudah lelah menjadi jahat pada orang yang pernah begitu dia cintai itu. "Nes, perlu berapa kali sih gue bilang untuk pergi dari hidup gue?"

"Aku nggak bisa."

"Terus lo mau apa lagi? Gue nggak akan balik sama seseorang yang mudah meninggalkan cuma karena bosan. Gue juga nggak mau lagi dibandingin sama sosok lain."

"Aku udah minta maaf."

"Maaf aja nggak cukup untuk mengubah semuanya. Pintu hati gue udah terkunci, Nes, buat lo."

Mendengar itu, perlahan, pundak Agnes seperti meluruh, tubuhnya lemah. Dia kembali menampilkan wajah sendunya.  Tidak ada harapan. Lagi dan lagi, Galen enggan memberikan kesempatan.

"Harus pake cara apa lagi supaya kamu berubah pikiran, Galen?"

Raut wajahnya menandakan kekecewaan. Hal itu sebenarnya sedikit mengusik hati Galen.

"Lo cukup berhenti biar nggak kecewa lagi."

Sorai yang diam-diam masih memperhatikan akhirnya menghela napas panjang. Dia bisa merasakan apa yang Agnes rasakan kali ini. Disuruh menjauh dari orang yang disayang memang tak pernah mudah bukan? Dirinya juga pernah disuruh Galen menjauh dan itu membuatnya merasa kecewa. Tapi Sorai tahu bahwa apa yang Agnes alami saat ini jauh lebih sakit.

"Ngapain gue lihatin mereka berdua coba? Ini bukan urusan lo, Sorai!" ucap Sorai pada diri sendiri. Setelah itu dia memutuskan kembali melangkah pergi.

Tapi siapa sangka, Galen yang memang sudah melihatnya sejak tadi malah memanggil. Cowok itu berlari kecil mengejar langkah Sorai.

"Kenapa?" tanya Sorai saat Galen sudah berada di sisinya. Tatapannya masih ke depan.

"Pulang bareng gue, ya?"

"Hah?"

Galen tiba-tiba menginjak kaki Sorai, membuat cewek itu mengaduh. "Sakit tahu!"

"Bantuin gue sekali ini aja." Galen melirik Agnes yang tertinggal di belakang. Setelahnya Sorai paham bahwa cowok yang ada di sampingnya ini ingin menghindar.

"Lo mau buat tuh cewek makin gak suka sama gue, hmm?"

"Rai, sekali aja. Gue juga nggak mau ngelakuin hal bodoh kayak gini, tapi gue juga gak bisa terus-terusan biarin dia menjadikan gue kupu-kupunya. Yang terus mau dia kejar, tapi gak akan pernah bisa dia dapatkan lagi. Karena kupu-kupu itu udah terbang tinggi, Rai. Gue nggak mau terhempas ke bawah lagi."

Pada akhirnya Sorai mengangguk. "Ya udah."

Galen menautkan jari-jarinya dengan jari Sorai. "Ayo!"

Refleks Sorai menatap sebelah tangannya yang menyatu dengan tangan Galen.

"Galen, emang harus gini?"

"Gini gimana?"

"Pegangan tangan? Kita gak lagi mau nyebrang jalan."

"Pegangan tangan gak harus pas saat nyebrang jalan kan, Sorai?"

"I-iya sih, tapi kan-"

"Lo deg-degan? Gugup?"

Sorai mengangguk, sementara Galen malah tertawa singkat. "Bikin lo baper mudah banget sih, gak asik!"

"Kalo orangnya bukan lo, gak mungkin gue cepet baper!"

"Ya udah gue lepas. Agnes juga udah pergi kayaknya. Makasih, ya?"

Sorai mengangguk. "Gak jadi pulang barengnya?"

Galen menggeleng tanpa ragu. "Gue nggak bawa motor atau mobil. Gimana caranya gue anterin lo pulang?"

"Jalan. Rumah gue gak terlalu jauh."

"Oke."

"Oke aja?"

Satu alis Galen terangkat menandakan kebingungan. "Emang harus apa?"

Sorai menggeleng. "Nggak deh."

Keduanya kembali berjalan beriringan. Tanpa ada suara lagi yang mengawali obrolan. Namun begini saja sudah membuat Sorai senang setengah mati. Bisa jadi ini awal yang baik untuk perjuangan cintanya.

Sesampaimya di depan gerbang, Galen malah berhenti melangkah. Mengecek benda pipih yang berbunyi dari saku celananya. Ada notifikasi yang membuatnya harus cepat sampai rumah.

"Rai, kayaknya gue nggak jadi antar lo pulang."

"Kenapa?"

"Gak apa-apa, ya? Lain kali aja."

"Iya, tapi kenapa?"

Galen hanya menggeleng. "Pokoknya gue nggak bisa, Rai. Lo bukan siapa-siapa gue yang harus tahu apa urusan gue."

Raut wajah Sorai berubah seketika. Mendengar kalimat itu entah kenapa membuatnya sakit. Sorai harus sadar diri. Dia memang bukan siapa-siapa bagi Galen.

Jadi sekarang, siapa gadis yang paling malang? Agnes atau dirinya sendiri? Rasanya tak ada beda. Sama-sama diabaikan.

Mari Kita Cerita Tentang Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang