Galen menghela napas panjang saat sampai rumah. Keadaannya selalu sama, sepi dan berantakan. Rumah semakin terlihat tak terurus. Kak Rembulan sepertinya tak sempat membereskan rumah. Apalagi habis turun hujan cukup besar, teras rumah menjadi sangat kotor oleh lumpur.
Sesegera mungkin cowok itu masuk kamar, lalu kembali lagi ke teras depan dengan membawa alat kebersihan. Dia sempat melihat keadaan mamanya sebentar. Wanita itu tengah tertidur pulas.
Cowok yang saat ini hanya mengenakan kaus lengan pendek dan celana selutut itu fokus pada pekerjaannya. Mengepel lantai hingga terlihat bersih. Galen sama sekali tidak malu melakukannya. Semenjak keluarganya hancur, dia sudah terbiasa. Meski Kak Rembulan terkadang melarang, Galen tetap melakukannya. Dia juga tidak peduli saat beberapa tetangga berkomentar ini dan itu. Toh apa salahnya jika laki-laki melakukan pekerjaan rumah tangga?
Selesai dengan pekerjaannya, cowok itu kembali masuk kamar. Membersihkan diri lalu menghadap laptop yang selama dua tahun terakhir menemaninya mengerjakan tugas dan lain hal.
"Apa gue jual aja ya laptopnya?" tanya Galen pada dirinya sendiri. "Gak, gak. Gue butuh."
Galen lantas melirik kamera di sebelah laptop. "Atau kamera?"
Galen sekali lagi menghela napas. "Kamera ini terlalu banyak mengukir kenangan."
Galen bingung harus mencari tambahan uang dimana lagi. Sedang dirinya gagal mengikuti casting sebagai model waktu itu. Uang tabungannya sudah menipis.
Jika saja Galen mau, dia bisa saja meminjam pada Banyu atau Jevan. Tapi Galen memilih menolak bantuan mereka. Sudah terlalu sering Galen meminta bantuan.
Galen merebahkan diri di kasur. Menatap langit-langit kamar seraya berpikir. Tapi yang muncul dalam benaknya justru nama Sorai. Lengkungan senyum di bibir gadis itu terbayang oleh Galen.
Galen jadi ingat bagaimana bahagianya Sorai pagi tadi bersama Brian. Dia juga ingat bagaimana sikap Sorai di sekolah padanya. Seolah tidak pernah mengenal. Kembali asing.
Galen lantas meraih handphone miliknya di atas nakas. Memutar lagu dengan judul 'Menyerah' milik Lastchild.
Perlahan matanya mulai terpejam. Galen benci dengan situasi seperti ini. Bingung, gelisah, ingin marah. Tapi dirinya tidak tahu harus mengadu pada siapa.
Tentang hidupnya yang sedang tidak baik-baik saja. Tentang perasaan dan harapan yang hilang separuh. Tentang masa depannya yang mulai terancam. Juga tentang perempuan yang berhasil menariknya lagi setelah terbang tinggi tak berharap dicintai.
_____________________
Aku pergi
Tak terarah lagi
Hilang separuh
Jiwaku mati
Ragaku utuh tapi rapuh
Aku sakit
Mencintaimu sulit
Menyerah
Kalah-Bintang Galendra
______________________
Tiba-tiba pintu kamar diketuk. Galen langsung membuka mata, mempersilahkan Kak Rembulan masuk.
"Kamu gapapa, kan, Gal?"
"Apanya yang kenapa, Kak?"
"Papa dateng, gak?"
Galen menggeleng. "Kayaknya nggak, gue baru aja sampe sih."
"Papa mau bicara sama kamu."
"Bicara apa lagi sih, Kak? Gak cukup dia bikin hidup kita jadi kayak gini?"
"Gal, dengerin Kakak. Semua ini terjadi bukan cuma karena kesalahan Papa. Kamu juga tahu itu. Aku, kamu, Mama, juga Papa itu korban. Korban dari kesalahpahaman dan keegoisan masing-masing. Kakak pengen banget keluarga kita utuh lagi. Jadi Kakak minta tolong sama kamu, jangan terlalu keras sama Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Teen FictionSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021