🌸 Jarak Pemisah

6 0 0
                                    

"Jadi ini tempat yang mau kamu tunjukkan?"

"Kamu suka?"

"Suka. Aku nyaman di sini. Gak berisik. Apalagi ada kamu di sebelahku. "

"Aku seneng kamu bisa senyum lagi, Rai."

"Gara-gara kamu."

Brian dan Sorai kini tengah berada di rooftop kafe milik Bang Pras. Brian sengaja membawa Sorai ke sana karena dia tahu tempat itu bisa membuat Sorai sedikit tenang.

"Jangan sedih-sedih lagi ya, Rai. Aku gak bisa lihat kamu terluka sedikitpun. Itu artinya aku gagal untuk selalu bisa bikin kamu senang."

"Makasih udah selalu ada buat aku, ya. Aku gak tahu kalo gak ada kamu aku harus apa. Mungkin aku udah ngelakuin hal bodoh yang ngerugiin diri sendiri dan orang lain."

"Sama-sama. Makasih juga udah hadir di bumi ini. "

Sorai menyandarkan kepalanya ke bahu Brian. Mereka menatap ke bawah. Pemandangan dari atas cukup membuat Sorai takjub. Meskipun hari masih terang. Namun pemandangan dari atas masih sangat bisa dia nikmati. Angin yang berhembus membuat hatinya sejuk. Ditambah rangkulan hangat Brian yang terasa begitu tulus. Sorai benar-benar sadar sudah jatuh cinta begitu dalam pada Brian. Lebih besar dari cintanya pada Galen waktu dulu. Ya, Sorai pikir begitu.

Ketulusan Brian adalah hadiah terindah dari Tuhan untuknya. Sorai sangat bersyukur bisa memiliki Brian saat ini. Dia tak pernah mengira bahwa sahabat yang selama ini menemaninya akan bisa ia sebut sebagai pacar.

"Aku punya sesuatu buat kamu."

"Hmm, apa?"

"Tutup mata kamu."

Sorai menurut. Perlahan menutup matanya sesuai permintaan Brian.

Brian sudah lama menyimpan hadiah itu. Namun baru ada keberanian memberikannya sekarang. Dia takut Sorai tidak suka.

"Udah?" Sorai bertanya penasaran.

"Udah. Sekarang buka."

Brian berlutut. Ditangannya sudah ada kalung silver berbentuk love. Sorai tak bisa berkata-kata. Ini hadiah terindah yang pernah dia terima. Bukan karena hadiahnya apa namun dari siapa.

"Kamu suka?"

Sorai meraih kalung itu dengan penuh haru. "Ini kalung terindah yang pernah aku lihat, Bri. Gak mungkin aku gak suka."

"Aku pakein, yah?"

Sorai mengangguk. Senyumnya tak pernah pudar.

"Aku udah nyiapin ini dari lama. Tapi baru kesampaikan kasih hari ini. Aku takut kamu gak suka. Harganya gak bisa dibilang mahal juga."

"Harga itu gak penting buat aku, Bri. Yang penting adalah siapa yang ngasih. Apapun yang kamu kasih sama aku itu udah pasti yang terbaik dan istimewa. Karena aku tahu kalo kamu kasih ini dengan perasaan tulus."

"Aku udah jadi satu-satunya di hati kamu, kan? "

Sorai mengernyit heran. "Kenapa? Kamu masih ragu? "

"Jujur iya. Karena aku tahu cinta pertama itu gak mudah buat dilupain. Apalagi aku tahu juga seberapa besar kamu ingin bersama Galen waktu itu. "

"Mau sebesar apapun usaha aku untuk dapetin Galen. Itu nggak akan mengubah bahwa yang bersamaku saat ini bukan dia, tapi kamu."

"Kalo aku udah gak ada? "

"Husttt, kamu ngomong apa? Emang kamu mau pergi ke mana?"

Brian menatap Sorai dengan perasaan tak tega. Tapi mau bagaimanapun ada hal yang harus dia katakan secepatnya. Sorai harus tahu segera sebelum mengetahuinya dari orang lain.

"Setelah perpisahan sekolah, aku harus pergi ke Bali. Bang Pras nyaranin buat aku lanjutin kuliah di sana. Sekalian bantuin ngurus resto keluarga. Aku gak bisa nolak, Rai. Karena jujur, aku udah rindu banget sama orang tuaku. Ini satu-satunya cara supaya aku bisa dekat lagi sama mereka."

Sorai mulai terdiam.

"Aku juga gak tahu kapan bakal balik ke Jakarta. Sebenarnya aku gak mau ninggalin kamu. Tapi aku juga gak bisa ngecewain keluargaku. "

Sorai hanya bisa tersenyum getir. Entah dia bisa atau tidak menjalani hubungan jarak jauh nantinya. Dia sudah terbiasa ada Brian di sisinya. Lantas bagaimana jika dia rindu. Namun Sorai juga sadar dirinya tak boleh egois. Kebahagian Brian adalah hal yang terpenting. Seperti Brian yang selalu mementingkan dirinya. Sorai juga harus bisa melakukan hal yang sama. Meski perasaannya tak rela sedikitpun jika Brian jauh darinya untuk beberapa waktu.

"Kalo itu keputusan kamu, aku bakal ngerti kok. Kamu juga butuh perhatian orang tua kamu, kasih sayang mereka. Walaupun kamu udah dewasa, setidaknya belum terlambat untuk bisa dekat lagi sama mereka. Aku juga gak boleh egois untuk nahan kamu di sini."

"Apa kamu akan tunggu aku pulang? "

"Pasti."

Brian memeluk Sorai erat. Perasaannya sedikit lega sebab Sorai mau mengerti keadaanya. Brian memang khawatir jika nantinya Sorai akan kembali mengagumi Galen. Namun dia memilih untuk percaya pada kekasihnya. Dia harus yakin bahwa Sorai bukan tipe perempuan yang suka berkhianat.

"Mau sejauh apapun jarak kita, itu nggak memengaruhi rasa kita berdua. Iya, kan? "

"Iya. Rasanya akan selalu sama. Kamu perempuan yang selama ini aku semogakan. Mana bisa aku berpaling hanya karena jarak yang ada nantinya. Perjuangan aku untuk sampai di tahap ini sama kamu adalah bukti keseriusan aku, Rai. Jadi tolong tunggu aku pulang. Karena kamu rumahku. "

"Aku akan selalu jadi rumah yang setia menunggu tuannya pulang. Aku janji. "

Senja menjadi saksi atas janji-janji keduanya. Namun takdir tak ada yang tahu. Semuanya bisa berubah kapan saja. Sebab alur cerita ini tidak ditentukan oleh si pembuat janji. Melainkan semesta yang bekerja.

Mari Kita Cerita Tentang Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang