Di kelas, Sorai tengah menopang dagu. Menatap ke sembarang arah seraya memikirkan hal-hal yang sedang terjadi dalam hidupnya.
Dimulai dari masalah ayahnya yang tak kunjung pulang. Lalu tentang perasaan aneh yang dia rasakan pada Galen dan Brian.
Semuanya terasa begitu membingungkan. Dia menyukai Galen, sangat menyukainya. Tapi Brian juga tak bisa lepas dalam ingatannya. Brian sangat Sorai butuhkan untuk menghapus semua luka laranya.
Bukan maksud Sorai untuk menjadikan Brian badut penghibur. Hanya saja kebetulan Brian selalu ada untuknya dan Sorai sudah telalu bergantung padanya.
Katakanlah Sorai jahat. Tapi sebenarnya dia tak bermaksud untuk itu.
Mentari datang dengan senyuman manisnya. Gadis itu duduk dan menyenggol lengan Sorai. "Pagi-pagi udah ngelamun. Kenapa lagi?"
Sorai tertawa singkat. "Nggak tahu nih, Tar. Bingung."
"Dih, anehnya kumat. Kapan sih lo gak bingung? Sekarang tentang apalagi?"
"Galen."
"Kenapa sama Galen?"
"Dia sempet nembak gue, Tar. Tapi abis itu dia bilang untuk lupain semuanya. Dia bilang maaf karena gak bisa lanjutin perasaannya. Katanya dia takut terulang hal yang sama seperti waktu dia sama Agnes."
"Kok gitu sih? Dia sama aja mempermainkan perasaan lo dong, Rai! Kalo misalkan dia masih belum bisa lupain masa lalunya, gak seharunya dia ngasih lo harapan kayak gini, kan?" ungkap Mentari tersulut emosi.
"Tar, jangan keras-keras ngomongnya. Gak enak kalo jadi gosip."
"Sorry, gue kelepasan."
Sorai mengangguk paham. "Sebenarnya gue sempet nolak dia."
"Hah?"
"Iya, Tar. Gue nggak tahu kenapa, tapi saat Galen utarain perasaannya, gue tiba-tiba lost fokus. Gue gak bisa terima karena sangat tiba-tiba. Gue kayak mimpi. Gue gak tahu apa yang gue rasain. Kayak, bingung aja mau jawab apa."
"Tapi kenapa harus ditolak? Bukannya ini yang lo tunggu-tunggu dari dulu. Apa jangan-jangan bener dugaan gue, Rai. Udah ada orang lain, ya?"
"Siapa, Tar?"
"Brian, Rai."
"Tar, gak mungkin, kan?"
"Mungkin Sorai, kenapa nggak?"
"Kita sahabat."
"Terus salahnya dimana?"
"Tar. Gue nggak tahu."
"Jangan terus-terusan bohongin perasaan lo."
"Lo gimana?"
"Gue kenapa?"
"Lo suka sama Brian."
"Tapi dia nggak, Rai."
"Lo pasti sakit."
"Tapi lo bahagia, dan gue akan baik-baik aja."
"Nggak, Tar. Gue gak bisa."
Perdebatan itu mereka akhiri. Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing.
Perkara cinta terkadang memang serumit itu, ya. Selalu ada yang dikorbankan.
Mentari begitu baik padanya. Dia rela mengorbankan kebahagiannya demi Sorai. Tapi bagaimana mungkin Sorai bisa bahagia saat kebahagiaan sahabatnya telah dia renggut.
Apa mencintai dua orang sekaligus adalah sebuah kesalahan? Sorai juga tidak tahu mengapa perasaannya sekarang jadi bercabang begini.
Kelas sudah ramai. Bel masuk kelas akan segera dibunyikan. Sorai kembali menatap Mentari. "Gue tahu lo sahabat gue, Tar. Gue tahu lo sayang sama gue. Tapi gak semua kebahagian harus lo bagi ke gue. Lo juga layak bahagia, Tar. Bukan cuma gue. Sekali-kali, pikirin perasaan lo sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Cerita Tentang Luka
Ficção AdolescenteSebuah kisah yang rumit. Antara aku, kamu dan luka kita. ________________ Dipubliksaikan pada tanggal : 27 Februari 2021